Tragis dan menyedihkan ada seorang anak begitu bengis memukuli ibu yang telah mengandung selama sembilan bulan, hingga njebrol ke muka bumi. Tanpa rasa cinta di hati, anak ini begitu buas menghajar ibu kandungnya hingga tersungkur ke tanah.

Video rekaman CCTV penganiayaan viral di media sosial, yang memperlihatkan korban (ibu) terjatuh setelah dipukuli. Ibunya ditatik hingga terbangun, korban lalu dipukul, ditendang bahkan dilempar kursi.

Tak ayal, usai viral pelaku langsung diciduk oleh Polsek Rawalumbu, dan kasusnya ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Bekasi.

Peristiwa biadab ini terjadi pada Kamis, 19 Juni 2025, di halaman rumah mereka di Jalan Irigasi Tertia RT 007/011, Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Dalam kasus anak aniaya ibu kandung ini, pelaku dijerat dengan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). 

Anak durhaka tersebut namanya Mochamad Ichsan Ezra Candra (23) meminta agar ibunya berinisial MS (46) meminjamkan motor tetangga untuknya. Permintaan itu ditolak, dan Ichsan lalu naik pitam, dengan membabi buta menganiaya ibunya—memukul kepala menggunakan sandal, melempar kursi, bahkan sempat mengancam adiknya dengan pisau dapur.

Kekerasan terhadap seorang ibu ini nampaknya ada situasi labilnya perekonomian yang dipicu oleh hal sepele, namun mencerminkan bejatnya moral generasi emas ini.

Pelaku yang tidak lain anak kandungnya sendiri tega memukuli korban (ibunya) lantaran menolak permintaan pelaku meminjam motor kepada tetangganya.

Tentunya ini masalah serius dalam pengendalian emosi, juga ketidakmampuan pelaku menerima penolakan, boleh jadi anak ini berpotensi mengalami gangguan perilaku atau tekanan mental.

Tindakan kekerasan terhadap orang tua sendiri menunjukkan adanya pola asuh, pola komunikasi dan relasi yang bermasalah dalam keluarga tersebut. Bisa jadi anak itu terbiasa dimanja, sering mendapatkan keinginannya secara instan.

Ada kemungkinan lingkungan sekitar — teman sebaya, tekanan sosial, atau bahkan ketergantungan pada gaya hidup tertentu — turut memengaruhi perilaku anak tersebut.

Berdasarkan pernyataan Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota Kompol Binsar Hatorangan Sianturi, Minggu (22/6/2025), pelaku memukul korban dikarenakan korban tidak bisa menuruti kemauan pelaku yang meminta korban untuk meminjam motor kepada tetangga.

Menurut Binsar, motor tersebut akan digunakan pelaku untuk bermain. Korban saat itu menolak, namun justru berujung dipukuli anaknya sendiri.

Motor tersebut akan digunakan pelaku untuk bermain atau pergi keluar dari rumah.

“Ibunya nggak enak pinjam motor tetangga melulu. Kemudian menyuruh pelaku pakai sepeda yang ada,” katanya.

Pernyataan Kompol Binsar ini menegaskan bahwa pemicu utama kekerasan adalah keinginan pribadi yang ditolak, namun reaksinya sangat tidak proporsional dan menunjukkan masalah perilaku atau mental pada pelaku.

Secara umum, ketika permintaan sepele menjadi pemicu kekerasan ekstrem dalam keluarga, ini erat kaitannya dengan masalah pengendalian emosi, kesehatan mental, pendidikan karakter, dan lemahnya sistem proteksi sosial. Untuk perbaikan, diperlukan sinergi antara sistem hukum, pendidikan, dan layanan psikososial.

Dari peristiwa ini, Pemerintah jangan hanya fokus pada akademis atau materi semata,
sebaiknya mulai memikirkan pentingnya pendidikan moral dan kontrol emosi sejak Pendidikan Usia Dini (PAUD).

Masalahnya, hingga detik ini banyak keluarga abai pada pendidikan moral dan karakter. Hanya mengutamakan akademis atau materi dan melupakan pendidikan Akhlaqul Karimah.

Hilangnya Pendidikan Moral Pancasila menyebabkan kasus kekerasan dalam rumah tangga, dalam hal ini, anak tega memukul hingga membunuh orang tuanya akan terus tumbuh subur di negeri ini.

(Visited 6 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.