Judul: Senjata Pusaka Bugis, Pamor dan Landasan Spiritual
Penulis: Ahmad Ubbe, Andi M. Irvan Zulfikar & Dray V. Senewe
Editor: Jimmy S. Harianto
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2011
Jumlah Halaman: 366
ISBN: 978-979-22-7729-6

Bagi orang Bugis, badik memiliki makna yang sangat dalam. Masyarakat Bugis menganggap badik bukan sekedar senjata, namun juga menjadi simbol kehormatan, identitas dan harga diri (siri’). Orang Bugis zaman dulu membawa badik kemana pun mereka pergi, terutama jika melakukan perjalanan jauh. Selain untuk melindungi diri dari ancaman dan bahaya, juga biasanya dijadikan alat ‘penegak’ kehormatan jika merasa harga dirinya dilecehkan.
Buku ini secara lengkap membahas tentang senjata pusaka tradisional Bugis, yang biasa disebut polo bessi. Segala hal yang berkaitan dengan senjata pusaka Bugis dibahas dalam buku ini, misalnya hubungannya dengan kebudayaan, strata sosial di masyarakat, masa kini, dan kekuatan dan landasan spritualnya.

Selain itu dijelaskan pula tentang pamor senjata pusaka tradisional Bugis, yaitu bentuk dasar, motif dan pola pola pamornya. Diuraikan juga dalam buku ini bahwa, gajang di terjemahkan sebagai ‘keris’, kawali = badik, bessie = tombak, alameng = kelewang. Semua senjata tradisional ini juga lazim digunakan oleh ke empat suku bangsa di Sulawesi Selatan, yaitu Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Setidaknya keempat suku ini memiliki kesamaan pada bilah senjata tradisionalnya.
Penelitian dan penyusunan buku ini juga menjadikan naskah Lontara sebagai bahan rujukan. Disebutkan dalam Lontara tentang tanda baik dan buruknya (sisi’) keris, badik, pedang dan parang.
Ternyata pada senjata tradisional Bugis terdapat corak atau motif yang disebut ‘pamor’. Disebutkan dalam Lontara nama dan arti Pamor pada keris, badik, pedang, dan parang. Misalnya kalau pamornya ‘La Ulengtepu’ (si bulan purnama) artinya ‘panjang umur’. Sedangkan yang pamornya ‘La Te’keana’ (si mandul) artinya ‘pemakainya tidak berketurunan’. Adapun pamor ‘Rakkapeng ri Ponna’ (anai anai di ujung bilah) artinya ‘berumur panjang’.

Buku ini dihiasi dengan ilustrasi foto foto yang sangat indah. Foto dokumentasi ini merupakan koleksi The Bugis Makassar Polo Bessi Club. Daftar Pustaka yang menjadi bahan rujukan penulisan buku ini juga sangat lengkap, mulai dari buku dengan penulis lokal Sulawesi Selatan seperti Mattulada, Fahruddin Ambo Enre, Abu Hamid, Halilintar Lathif, dan lain lain. Ada juga Penulis berskala nasional sampai penulis luar negeri juga ada seperti Leonard Andaya, Anthony Reid, Roger Toll, David van Duurens, Christian Pelras dan lain lain. Selain buku, ada naskah Lontara yang dijadikan bahan referensi. Koran juga dijadikan bahan rujukan, dan untuk memperkuat data wawancara dengan tokoh kebudayaan juga dilakukan.
Buku ini mengulas secara detail berbagai aspek senjata pusaka Bugis (Polo Bessi) mulai dari sejarah pembuatan, teknik pembuatan, pamor, jenis jenis senjata tradisional, termasuk juga aspek spiritual dan sosial budayanya. Foto foto dokumentasinya juga sangat jelas sehingga membantu pembaca memahami berbagai macam pamor pada senjata pusaka Bugis.
Meskipun buku ini ada kata Bugis pada judulnya, namun pada dasarnya senjata tradisional yang dibahas memiliki kesamaan pada empat suku yang ada di Sulawesi Selatan. Bahkan sebagian foto yang dijadikan ilustrasi buku adalah foto dari istana kerajaan Gowa (suku Makassar). Buku ini juga tebal, berat, hardcover (sampul tebal) dan ‘mewah’ sehingga mungkin masyarakat biasa mungkin akan kesulitan untuk memilikinya. Indeks tidak tersedia dalam buku ini sehingga pembaca mungkin kesulitan jika membutuhkan informasi topik tertentu.
Buku ini koleksi Deposit, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulawesi Selatan.
