Catatan Batin RIM

Pukul 04.00 dini hari waktu Jakarta saya bangun untuk berwudu salat Subuh. Selesai bersujud dan berdoa, saya melirik ponsel yang biasanya sudah ramai pesan masuk saling menyapa, saling menginspirasi, dan saling mendoakan menyambut fajar sesama sahabat rasa saudara di Bengkel Narasi (BN). Namun, kali ini tidak nampak.

Sampai pukul 05.30, Sabtu 28 Agustus 2021 rumah jiwa kami di angkasa Bengkel Narasi masih sangat sunyi dan sepi. Seluruh sudut dan ruang diselimuti duka mendalam atas kepergian secara mendadak adik kami Fitriani Kadir, kontributor yang pernah bertengger di puncak lintasan menulis BN.

Untuk mengembalikan energi kreatif di BN yang sedang berduka, saya harus mengambil alih tugas memulai menyapa seluruh keluarga besarku di BN. “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, sahabat-sahabat pemelajarku. Sejak kemarin sore kita telah berduka semua atas berpulangnya salah seorang keluarga kita secara mendadak. Mari kita semua mengirimkan Alfatihah tanpa henti kepada adik kita Fitriani Kadir.

Sesaat kemudian para anggota BN silih berganti masuk mengirim ucapan belasungkawa dan Alfatihah tanpa henti kepada adik Fitriani. Ternyata dalam suasana duka mendalam kehilangan sahabat sekaligus adik, maka menulis dan mengeja kata pun terasa berat.

Kontributor utama BN dari Makassar yang tulisan-tulisan inspiratifnya terus mengalir bagaikan sumber mata air yang tidak pernah kering, adinda Dr. Sudirman, pagi-pagi sudah menulis status, “Penaku lumpuh tak bergerak ditinggal adik Fitriani”. Saya pun semalam susah tidur mengenang terus almarhumah yang memiliki semangat tinggi dalam belajar menulis.

Bengitulah faktanya, sejak berita duka pertama datang Jumat sore 27 Agustus 2021, terasa seluruh anatomi tubuh kami lemas tak bertenaga. Kepergian adek Fitriani secara dadakan dan sangat tragismembuat seluruh pancaindra kami lumpuh.

Begitulah suasana kebatinan yang sangat mendalam di BN kehilangan adik Fitriani. Walaupun kami sebagaian besar belum pernah bertemu fisik, tetapi jiwa kami sangat dekat. Ketika ada yang sakit, semua merasa sakit, ketika ada yang bahagia, semua merasa bahagia. Ketika ada yang pergi, semua merasa kehilangan.

Sebagai penggagas utama rumah jiwa di angkasa Bengkel Narasi, tempat Fitriani selama ini melukis pelangi dengan goresan penanya, sungguh kami merasa kehilangan atas kepergiannya secara mendadak. Setiap membaca ulang tulisannya dan menonton video pendek testimoninya tentang pengakuannya sangat senang bergabung dengan BN, mataku selalu basah. Saat menulis catatan batin ini pun terasa kristal-kristal bening terus bergolak mau tumpah.

Selamat jalan sahabatku, adikku, penulis andalanku. Ketika jasadmu sudah terkubur, tulisan-tulisan inspiratifmu terus abadi membahana ke ruang-ruang jiwa pembacanya menembus ruang dan waktu. Kini, fisikmu telah pergi ke Pangkuan Sang Khalik, tetapi pikiranmu, narasimu, tulisanmu selalu hidup abadi dalam jiwa kami. Air mata ini menjadi saksi akan selalu menulis untukmu. []

(Visited 334 times, 1 visits today)
One thought on “Air Mata Ini Jadi Saksi Akan Terus Menulis Untukmu”
  1. Terasa ada yg hilang separuh jiwa kami ditinggal salah satu keluarga di BN Sahabat Pembelajar yg tekun dlm menulis dan rendah hati… Selamat jalan dek Fitri… Raga mu telah pergi, namun jiwamu ada bersama kami membumi dlm pelukan hati kami…😭😭😭

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.