(Aku Marah pada Kuburan)

Suatu ketika, aku masih anak-anak usia sekitar 4 atau 5 tahun. Aku sayang sama seorang kakek aku yang tuli biasa orang panggil namanya (Walimolu) dalam bahasa kami secara etimologisi makalero artinya orang tuli. Anak-anak seusia aku semua takut padanya karena tingkahnya agak aneh. Aku justru sayang sama dia karena meskipun tuli dia adalah saudara kakek aku sendiri dari pihak ibu aku.

Setiap dia ke Dili, dia bawa pakaian saat dia pulang. Aku orang pertama yang dia panggil mari ke sini lihat pakaian ini dalam bahasanya (Mau Ainee) akhirnya dia memberikan aku pakaian. Katanya kamu yang pakai itu cantik. Ya aku senang lalu aku peluk dia makasih kakek. Aku lebih akrab dengan dia karena berteman dengan dia lebih nyaman sebab apa yang kita bicara dia tidak bisa mendengar. Dia hanya biasa melihat gerakan mulut kita. Sejak hari itu aku mulai milih mode pakaian seperti artis di kalender pada tahun 1980-an.

Suatu hari, kakekku yang Tuli mengajak aku ke kebunnya di puncak Iliomar dekat kuburan para Raja Akara. Aku tidak tahu bahwa di kebun itu dekat kuburan dan kuburan siapa. Hanya pagi-pagi dia izin ibu aku katanya mau bawa aku ke kebun ya kau sayang kakek aku meskipun tuli dia sayang sama kami. Aku pun ikut ke kebun kakek. Sampai di kebun dia ajak aku dalam bahasa kami Bahasa Makalero (Ei ai mi ai nee) kamu duduk saja di sini. Ada gubuk kecil di kebun. Aku hanya tetap berada di gubuk itu. Lalu ia pergi ke kuburan kakek nenek lalu balik masih menyiram kelapa yang dia tanam. Aku kasihan melihat kakek aku yang satu ini.

Tiba-tiba aja memegang kelapa muda dan berkata makankah? (nua ai nee) aku jawab dengan tersenyum ya aku mau kakek. Setelah dia pecahkan kelapa muda sambil memberikan ke aku jadi aku makan.

Selesai makan kelapa muda dia bilang ke sini dulu cucuku dalam bahasa Isyarat. Aku lalu pergi ke dia karena lagi menggali singkong untuk kami bawa pulang. Aku takut ketinggian dia bilang perlahan-lahan sayang kata kakek dalam bahasa kami Bahasa Makalero dari kecamatan Iliomar. Sampai di situ ia mengajak aku bawa singkong dan kembali ke gubuk.

Tiba di gubuk ia berkata cucu aku lihatlah di atas, aku mengira lihat ke atas pohon kelapa ternyata tidak! Dia mengajak aku dan berkata lihatlah di atas puncak sambil dia menunjukan jari aku ke puncak Iliomar. Kakek berkata kamu tahu tidak di atas puncak itu ada kuburan dan aku jadi takut lalu aku bilang kakek pulang sudah aku takut. Kakek itu berkata jangan takut, kenapa kamu takut? Pulang sudah kakek karena yang terbayang di benak aku adalah hantu atau para arwah. Kakek memaksa aku melihat ke puncak itu tapi aku tidak lihat.

Lalu dia berkata, kamu tahu tidak cerita tentang ayahmu berasal, aku hanya menggelengkan kepala karena yang aku dengar dari kakek kandung pihak ibu jika ayah anak yang tidak punya siapa-siapa. Kakek aku yang tuli itu terus aja mengajak aku menatap ke arah kuburan tapi aku tidak tahu kuburan seperti apa di atas puncak itu.

Ia mulai bercerita jika kuburan di atas puncak itu adalah kuburan kakek dan nenek dari pihak ayah kamu. Ayah kamu memang orang sesederhana tapi dia adalah cucu raja yang ada di kuburan itu sambil menunjuk ke arah kuburan itu. Aku jengkel ketika aku dengar katanya kakek adalah cucu raja yang ada di kuburan itu. Aku tanya siapa nama raja itu kakek itu sebut nama kakek Raja (Dom Lay Meta).

Aku jadi marah sama kakek lalu aku bilang pulang sudah kakek aku malas karena aku mulai marah kuburan itu. Aku berkata dalam hati, jika ayah adalah cucu para raja dalam kuburan itu kenapa ayah hidup sebatang kara? Tanya aku dalam hati. Kakek itu jelaskan lagi, kalian itu darah raja-raja yang ada di kuburan itu. Aku tidak melihat sama sekali kuburan itu yang aku tahu itu banyak batu yang terbuat seperti rumah besar di atas puncak Iliomar.

Kakek berkata, kamu harus tahu siapa ayah kamu sesungguhnya karena di dalam tubuh kalian ada darah para raja itu sebab itu kamu harus tahu cerita kehidupan ayah kamu. Aku lalu berdiri dan menatap ke puncak Iliomar, aku kesal dan aku marah sama kuburan kakek nenek aku. Katanya ayah aku cucu kalian kenapa ayah aku tidak punya saudara akhirnya tidak ada yang kasih belis ibuku? Tanya aku dalam hati.

Kakek aku bilang kamu sudah lihat ya? Aku bilang aja ya karena aku mengira itu bukan kuburan tapi rumah tua para raja. Kakek masak singkong dan berkata aku tunggu di gubuk itu.

Sambil duduk aku pikir lagi kata-kata kakek, ayahmu adalah cucu raja Akara (Dom Lay Meta) dia salah satu cucu tertua. Aku hanya ingin cepat pulang biar cubit telinga ayah kalau ayah cucu raja tapi kenapa ia tidak pernah cerita. Dengan mata berkaca, aku mau menangis aja. Sore kami habis makan singkong, kakek bilang ayo kita pulang. Kakek mengajak aku ke puncak untuk berdoa aku takut karena pas dengar pertama aku agak marah.

Kakek tanya aku, ayo kita lewat jalan kita yang tadi. Malam pas pulang aku langsung sakit, muka aku bengkak semua. Aku ngak bisa makan di pikiran aku terus terlintas hanya bayangan kuburan itu. Ayah pulang dari kerja tiba-tiba lihat wajah aku bengkak. Lalu ibu berkata jujur pada ayah jika tadi Dev ada ikut kakeknya yang tuli ke kebun dia. Ayah langsung marah-marah kasih tahu Bapak kamu jangan bawa anak-anak saya ke sana, kamu tahu bukan sering ayahmu membentak saya katanya keturunan raja tapi tidak mampu kasih belis ke putri saya. Harunya kamu ingat kata-kata itu. Ayah dan Ibu justru bertengkar hebat di mana saling menyalahkan satu sama lain.

Ibu langsung bawa bapak kecinya kenapa cucu mu bisa bengkak kayak begini. Lihat wajah ayah merah kakek lalu jelaskan sampai kapan kamu diam, tadi saya bawa dia ke kebun saya ingin mereka tahu tentang kamu itu siapa kenapa kamu marah. Ayah lalu jelaskan bukan saya marah tapi cucumu masih kecil belum saatnya dia tahu. Aku menangis bukan kerena wajah aku kesakitan tapi karena ayah ibu saling memarahi bukannya berterima kasih sama kakek. Lalu malam itu ayah dan ibu jengkel hingga pagi. Aku masih tidur dia bawah pinang dan siri lalu meniup di kepala aku hingga bawa lagi ke kuburan kakek ayah tak lama wajah aku pun langsung membaik.

Setelah sembuh aku langsung bermain riang pas ayah pulang aku bukan cubit tapi aku memeluk ayah karena bahagia ketika kakek menjelaskannya cerita tentang asal usul ayah. Aku bilang ayah nanti harus buat kopi minum sama kakek tuli.

Aku sayang sama kakek aku meskipun dia tuli tapi karena dia aku mimiliki ciri khas berpakaian unik itu karena berkat kakek. Berkat dia aku bisa tahu kuburan kakek dan nenek ayah pertama kali bahwa ayah adalah cucu dari Kerajaan, yakni Raja Akara dari hasil perkawinan kakek dan nenek (Dom Lay Meta & Kousere).

Setiap silsilah kehidupan ayah yang aku petik dari apa yang aku alami, aku rasakan, aku dengar, aku lihat, selama aku jadi seorang putrinya sejak dulu hingga kami berdelapan lahir dan tumbuh akan dikupas dalam novelku untuk ayahku Bara & Luka di Balik Perang Saudara yang masih dalam tahap revisi.

by Dev.Seixas’25

(Visited 40 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Devinarti Seixas

Penulis dan Pendiri KPKers Timor Leste, dengan mottonya: "Kebijaksanaan bukan untuk mencari kehidupan melainkan untuk memberi kehidupan dan menghidupkan". Telah menyumbangkan lebih dari 100 tulisan berupa; berita, cerpen, novel, puisi dan artikel ke BN sejak 2021 hingga sekarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.