Oleh : Fani Oschalia

Banyak dari kita ketika ingin menghargai orang lain selalu memandang dari atribut yang melekat pada fisik. Penampilan, pakaian, jabatan, pangkat, pekerjaan hingga kekuasaan. Sesungguhnya itu hanya atribut yang sifatnya sementara.

Namun, hampir semua orang memandang atau bahkan mendewakan atribut sementara itu yang melekat pada fisik, bukan memandang karena dia manusia yang diciptakan oleh Tuhan yang semuanya sama. Kebiasaan ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti di lingkungan masyarakat, pusat perbelanjaan, lingkungan pertemanan, lingkungan keluarga, bahkan dalam lingkungan institusi pendidikan sekali pun.

Pada saat seseorang punya harta yang cukup, jabatan tinggi, fisik hampir sempurna, dan sederet gelar akademik, maka orang di sekitarnya selalu memuja apa yang dimiliki seseorang itu. Namun, sebaliknya bagi orang yang kurang berada, tidak memiliki jabatan, ada kelainan fisik, mereka cenderung diabaikan karena kekurangannya. Bahkan tidak sedikit ada yang menghina dan merendahkan.

Orang-orang cenderung melihat dan menilai terhadap apa kelebihan yang kita miliki, dibandingkan melihat sebagai sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Di mata manusia, penilaian itu tidak akan ada habisnya. Lebih baik dihargai sebagai makhluk ciptaan Tuhan, daripada dihargai karena apa yang kita punya.

Tuhan menciptakan manusia dalam kesetaraan dan manusia sadar akan hal itu, tetapi tetap saja ketidakadilan ada di mana-mana. Selalu memandang dari “ada apanya bukan apa adanya”. Dalam hidup, kadang harus bersikap kuat karena banyak ketidakadilan yang terjadi.

*Penggiat literasi membaca dan menulis di Minangkabau

(Visited 56 times, 4 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: