Oleh: Muhammad Sadar*

Sudah sepekan berlalu sebuah tradisi adat lokal telah berlangsung pada hari ahad 01 Oktober 2023 bertepatan 15 Rabiul Awal 1445 Hijriyah di sebuah kampung bernama Kiru-Kiru Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru.Tradisi lokal yang menjadi kebiasaan masyarakat Kiru-Kiru berawal dari sejarah kerajaan Kiru-Kiru di masa lampau. Wilayah Kiru-Kiru pada mulanya di pimpin oleh seorang Raja Perempuan. Sang raja ini setiap kali melakukan pertemuan kerajaan posisi duduknya selalu dalam keadaan miring sebagaimana kebiasaan kaum perempuan.Oleh karena cara duduk sang raja kerap kali berposisi miring,dalam istilah etnis Bugis disebut “Kiru-Kiru” sehingga tersebutlah wilayah ini menjadi kampung monumental yang diberi nama Kiru-Kiru.

Menurut Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan(KTNA) Kecamatan Soppeng Riaja, Abidin Issa menuturkan bahwa,” Raja Kiru-Kiru di masa pemerintahannya membawa benih padi dari tanah Luwu dengan nama Sang Hyang Sri dan ditanam di wilayah kerajaan Kiru-Kiru dan merupakan cikal bakal berkembangnya pertanaman padi secara luas di daerah ini. Ditambahkan pula bahwa setiap kali acara mappalili atau turun sawah di Kiru-Kiru didahului dengan ziarah ke makam Raja Kiru-Kiru tersebut di perkampungan
Tau Waranie dan prosesi perjamuan makan bersama di bawah sebuah vegetasi pohon yang sudah berumur lebih seabad.”

Pada acara mappalili atau turun sawah menghadapi musim tanam padi rendengan tahun 2023/2024 dan musim tanam gadu 2024 yang digelar pekan lalu bersama masyarakat petani,tokoh adat,PPL,KTNA,Lurah Kiru-Kiru dan jajaran Pemerintah Kecamatan Soppeng Riaja dilakukan seremoni hikmat memulai turun sawah yang diawali gerakan mengelilingi sawah adat Lasinri seluas 1,0 ha.Setelah mengitari sawah adat tersebut dilanjutkan dengan do’a dan dimulailah mencangkul tanah sawah sebagai simbolisasi rangkaian aktifitas untuk memulai pekerjaan bercocok tanam padi.

Setelah prosesi di sawah adat Lasinri dilanjutkan dengan pembacaan barazanji di Kantor Camat Soppeng Riaja dipimpin Imam Masjid Kiru-Kiru dan para perangkatnya. Menurut Camat Soppeng Riaja Charlly R. Fischer, S.IP., M.Si bahwa, “semua proses adat ini dilakukan mulai ziarah ke makam Raja Kiru-Kiru, mappalili di Lasinri dan baca barazanji bertujuan sebagai penghormatan kita kepada para leluhur dan tokoh yang berjasa dalam kehidupan serta mengitari sawah adat Lasinri bermakna agar petani setiap waktu berada di sawah untuk menjaga, mengontrol dan memelihara tanaman padinya,agar petani bisa menyatu bersama alam. Di samping tentunya sebagai doa dan harapan kepada Tuhan supaya keberkahan pertanaman pada padi.”

Kiru-Kiru sebagai sebuah pemerintahan kelurahan saat ini memiliki luas wilayah 7,00 kilometer persegi terdiri atas dua lingkungan yaitu Polewali dan Kiru-Kiru. Kelurahan ini dihuni penduduk sebanyak 3.200 Jiwa.Sedangkan luas baku sawah mencapai 317 ha yang digarap oleh 450 orang petani.Potensi sektor pertanian khususnya pengembangan komoditi padi di dukung oleh ketersediaan sarana air yang bersumber dari aliran Daerah Irigasi (DI) Kiru-Kiru yang mencakup Desa Lawallu, Siddo,Ajakkang dan Mangkoso dengan area pelayanan air seluas 800 ha. Dukungan pengairan ini menciptakan pola indeks pertanaman padi dua kali dalam setahun (BPP Soppeng Riaja,2022).

Sebagai gambaran bahwa Kelurahan Kiru-Kiru seringkali diletakkan beberapa program pengembangan padi baik berskala lokal, nasional maupun internasional antara lain program peningkatan mutu intensifikasi padi tahun 2004 oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Barru.Selanjutnya Proyek DISIMP (Decentralized Irrigation System Improvement Project)oleh Japan Bank for International Cooperation tahun 2003-2005. Kemudian Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu
(SL-PTT)tahun 2008-2012 oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,serta kegiatan padi hemat air atau SRI tahun 2011-2014 oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. (Dinas Pertanian Barru,2015).

Berbagai ragam program dan kegiatan pengembangan komoditi padi di Kiru-Kiru menunjukkan bahwa wilayah ini dinilai sangat tepat dan tingkat adaptasi penerapan inovasi maupun diseminasi teknologi tergolong efektif.Sikap masyarakat ini tentunya tak lepas dari motivasi maupun dukungan para tokoh adat dan tokoh agama serta lembaga pemerintahan, sebagaimana yang disampaikan oleh tokoh masyarakat ketika musyawarah mappalili yaitu Bapak Zainal Abidin dalam penuturan paseng yaitu:

Baja nasengngadi
muwakkang wanua,
Tudakko ripangngadereng,
Sanrekko ritongengnge,
Mutettong rilempue,
Muwakkatenni ridecengnge.

Mupassu ada nasitinaja,
Muwoloi ada napanrapi,
Muwengka mantaji atabbuturenna tau watangnge,
Accinongenna pabbanuwae.

Mabbulo sipeppako,
Muwattulu tellu,
Mali siparappe,
Rebba sipatokkong,
Malilu sipakainge.

Mamuare napaturungngi pammasena dewatae,najaji waesesae
nasalewangeng atuwo tuwonna pabbanuwae.

Dalam terminologi Bugis bahwa Paseng atau Pesan yang sarat dengan makna,filosofis, bijaksana dan penuh kearifan sebagai pijakan untuk berpikir, berucap dan bersikap. Sungguh tampak elegan dan elok dalam budaya Kiru-Kiru.

Barru, 07 Oktober 2023

*Penguji Perbenihan
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Kabupaten Barru.

(Visited 160 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.