Oleh: Yeldi Azwir

Jadi, selama bocah Si Elang dikurung di kamar. Semua orang di dalam rumah diperingatkan jangan ada yang coba-coba membuka pintu kamar kecuali membawakannya makanan. Satu lagi peraturan kencang, tidak boleh memakai sehelai kain di tubuhnya selama belum bisa membaca. Waduh, kejam kali sang ayah menghukum anaknya. Laksana kompeni yang menghukum pribumi yang melakukan kesalahan.

Dalam kamar berisi tumpukan koran dan majalah, karena sang ayah satu-satunya keluarga di kampungnya yang sudah bertahun-tahun langganan koran dan majalah, saking maunya anak tunggalnya ini menjadi anak yang cerdas. Situasi telanjang dalam kamar, membuat tubuh kecilnya dikerumuni nyamuk-nyamak nakal. Setiap saat, Si Elang berkelahi dengan nyamuk, terlebih di waktu malam. Nampaknya benar-benar hukuman kompeni diterapkan sang ayah.

Hari pertama ke hari kedua, belum ada tanda-tanda Elang bisa membaca. Ia hanya sibuk membolak-balik koran dan majalah sampai bertebaran di lantai kamar. Memasuki hari ketiga, Elang sudah bisa mengeja huruf dengan pelan membentuk kata dan kalimat. Terus hari keempat sudah mulai agak lancar membaca kalimat, hingga hari kelima semakin lancar bisa membaca kalimat panjang. Memasuki hari keenam, Elang sudah berani ketuk pintu meminta keluar.

Terbuka pintu langsung disuruh ayah membaca koran yang ada di tangannya sebagai tes kemampuan. Dengan percaya diri, Si Elang lancar membaca koran. Sang Ayah langsung memeluknya sambil berkata, “Nak, Ayah tidak menghukum fisikmu, tetapi menghukum pikiranmu yang selama ini malas belajar karena hanya sibuk bermain. Sebagai reward, masuk SMP nanti Ayah akan langsung membelikan motor vespa terbaik.” Ternyata, kurikulum bakor sambi sang ayah berhasil menjadikan Si Elang lancar membaca.

Mendengar kisah kecilnya Ruslan Ismail Mage, saya jadi teringat kisah lukisan tikus termahal di dunia. jadi, ada seorang anak muda yang hidup dalam keputusasaan dan hendak mengakhiri hidupnya dengan lompat di jembatan karena tidak ada perusahaan yang mau menerimanya bekerja. Ketika hendak terjun bebas di jembatan, tiba-tiba ada mobil seorang pendeta lewat dan pendeta itu menegurnya. “Hai, anak muda! Jangan melakukan perbuatan koyol bunuh diri yang tidak dibenarkan Tuhanmu.”

Pendeta itu turun dan mendekati anak muda itu. Sambil memegang pundaknya, ia menawarkan solusi. “Hai, anak muda! Dari pada engkau bunuh diri, lebih baik ikut kerja denganku menjadi sopir pribadiku.”

Dipikirnya masuk akal, pemuda tersebut ikut sang pendeta untuk menjadi sopir pribadinya. Namun, sampai di rumah pendeta, ada masalah baru timbul. Rumahnya sangat sederhana, hanya dua kamar yang sudah berisi semua. Kamar utama untuk pendeta dan istrinya, sementara kamar kedua untuk anak perempuanya yang beranjak remaja. Lalu di mana pemuda ini tidur? Itu yang didiskusikan seisi rumah.

Melihat situasi itu, muncul ide pendeta untuk menyulap gudang di belakang rumah menjadi kamar untuk sopir pribadinya itu. Sesaat kemudian, semua orang di rumah itu bergotong-royong membersihkan gudang untuk dijadikan kamar. Namanya juga gudang, tempat penyimpanan barang-barang yang jarang dipakai, wajar ketika pintunya dibuka langsung disambut oleh puluhan tikus yang kaget dan berlarian di lantai.

Malam pertama tidur di kamar bekas gudang itu, masih ada penghuni lamanya yang menggangu. Tikus-tikus itu belum pergi semua. Masih ada yang sesekali berlarian di sekitar pemuda itu ketika tidur. Hari kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya masih saja ada tikus yang mengganggu tidurnya. Lalu, muncul niat pemuda itu untuk membunuh setiap tikus yang muncul di kamarnya. Namun, ketika hendak membunu tikus , tiba-tiba ia teringat saat hendak bunuh diri dan dicegah oleh pendeta yang kini menjadi majaikannya. Akhirnya, niatnya untuk membunuh tikus itu diurungkan.

Lalu, bagaimana menyiasati tikus-tikus yang terus mengganggunya? Setiap hendak tidur, ada saja bunyi tikus dan berlarian di sekitarnya. Pemuda itu kemudian bangun, mengambil pensil dan buku gambar. Setiap ada tikus yang muncul, ia menggambarnya. Hingga tidak terasa beberapa bulan kemudian gambar tikus yang dihasilkan bertumpuk di atas meja.

Hingga suatu saat, ia membaca iklan di koran. Ada perusahaan besar yang membutuhkan jasa seorang pelukis. Pemuda yang masih tetap berambisi kerja itu meminta izin ke majikannya untuk melamar kerja. Dengan restu majikannya yang telah menyelamatkan jiwanya itu, sang pemuda melamar kerja di perusahaan tersebut. Di luar dugaan, ratusan lembar gambar tikus yang dibawanya sebagai sampel, diterima sebagai pilot project industri hiburan keluarga terbesar di Amerika Serikat. Itulah sejarah lahirnya tikus termahal di dunia bernama “Mickey Mouse”. Sang pemuda penemunya itu bermama Walter Elias Disney yang lebih dikenal dengan nama Walt Disney.

Tidak bermaksud membandingkan bocah Si Elang yang bernama lengkap Ruslan Ismail Mage dan lebih familiar sekarang dipanggil Bang RIM, dengan pemuda Walt Disney. Namun, proses “lahirnya ide kecilnya” sama-sama terus membesar hingga menghasilkan. Kalau Walt Disney terinspirasi dari tikus-tikus yang mengganggunya setiap hendak tidur, maka Bang RIM terinspirasi dengan nyamuk yang selalu menggigitnya di saat hendak tidur juga.

Bagaimana Si Elang pandai membaca? Bisakah nyamuk membisikan kepadanya tentang huruf dan cara mengeja? Siapa guru hebatnya? Manusia ataukah dewa? Apa yang dilakukan Si Elang saat dikurung dan kenapa kemudian dia pandai menulis hingga menjadi penulis terkemuka? Bahkan tidak tanggung-tanggung, Si Elang bisa membuat dua rumah jiwa di angkasa, hingga dia terbang melintas mengelilingi samudera, dari Indonesia bahkan sampai Asia. Bukan untuk mencari mangsa, tetapi Si Elang alias Ruslan Ismail Mage melayang dan menukikkan sayapnya menjadi penyelamat kebodohan manusia, merangkai aksara, mengenali alam dan seisinya. Mari kita kuak rahasia ini, dengan menuntut tulisan berikutnya. (Bersambung)

*Guru penulis Pesisir Selatan

(Visited 35 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.