Oleh: Muhammad Sadar*
Tradisi mappalili atau turun untuk pertama kalinya dalam melakukan pekerjaan di sawah setiap menjelang musim tanam padi. Berdasarkan kalender musim bahwa setiap periode oktober sampai akhir tahun berjalan hingga maret pada tahun berikutnya merupakan fase basah/hujan yang dijadikan sebagai patokan dalam memulai bercocok tanam padi musim rendengan. Untuk periode April-September merupakan masa tanam kedua atau musim gadu yang kecenderungannya disebut fase kering.
Pada hari Selasa (06/11/2023), atas inisiatif Pemerintah Desa Bojo yang dinahkodai Kepala Desa Ir.Tuppu Bulu Alam,M.M bersama masyarakat petani se-Desa Bojo menyelenggarakan hajatan tahunan turun sawah musim tanam rendengan 2023/2024 yang dibranding dengan tajuk
“Pesta Rakyat Mappalili Desa Bojo” diletakkan di sawah adat ex Kerajaan Bojo, (Galung Akkarungenna Bojo-Makkitapole).
Mengulik tentang profil Desa Bojo merupakan sebuah wilayah eks Kerajaan Bojo sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia.Bojo bersama Nepo adalah wilayah distrik dibawah afdeeling Pare-Pare pada masa penjajahan kolonial Belanda hingga pasca Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1960. Sejak definitif menjadi sebuah desa, Bojo telah dipimpin 14 orang kepala desa baik dari sipil maupun militer.

Desa Bojo memiliki kontinen darat seluas 20,37 kilometer persegi,desa terluas ketiga dalam wilayah Kecamatan Mallusetasi yang juga bertipologi desa pesisir laut.Desa Bojo didiami penduduk berjumlah 3.059 jiwa dengan komposisi mata pencaharian antara lain petani/buruh 40,4%;nelayan 9,1%;karyawan 20%;wiraswasta 29,3% dan pertukangan 1,1%,tersebar dalam 3 dusun /kampung.Luas baku sawah 124 ha yang dikelola 1.235 orang petani beserta keluarganya dan dinaungi oleh 6 lembaga kelompok tani serta 1 Gapoktan dan KTNA Desa Bojo (Monografi Desa Bojo,2023).
Pada prosesi mappalili episode kali ini dihadiri oleh Bupati Barru, beberapa pimpinan OPD Barru,Camat Mallusetasi,Dan Ramil 05 dan Kapolsek Palanro,BPP/PPL dan Mantri Tani,PKK Desa Bojo,Tokoh Masyarakat, Pemuda dan Akademisi Bojo, kelompok tani/petani se-Desa Bojo. Dalam ritual mappalili, Bupati Barru beserta para petani dan undangan lainnya diajak melakukan gerakan mengelilingi dan mengitari sawah adat makkitapole seluas 1,0 ha selama 1 kali putaran sambil mengikuti alat mesin pengolah tanah yang mengiringi langkah para peserta mappalili.
Di depan traktor dong feng pengolah tanah tersebut diaraklah simbol eks Kerajaan Bojo yaitu bendera Bolong Bojo berwarna hitam yang diikat pada tombak bermata tunggal sebagai salah satu legacy peninggalan kerajaan yang memiliki kesakralan tersendiri. (Sejarah bendera dan eksistensinya serta situs eks Kerajaan Bojo akan dibahas tersendiri di kolom lain).
Dilanjutkan dengan proses adat membelah tanah menggunakan cangkul dan ritual lainnya di spot pertengahan tanah sawah makkitapole.
Pasca melegan sawah adat makkitapole, Bupati Barru Bapak Ir.H.Suardi Saleh,M.Si dan undangan disambut dengan tarian adat masyarakat Bojo diiringi syair lagu mappadendang yang diantarkan oleh Sanggar Seni Putri Laut asuhan Nurkhaliza Alam,S.Kom. Sambutan selamat datang diucapkan oleh Kepala Desa Bojo Ir.Tuppu Bulu Alam, M.M dengan meyampaikan bahwa,”mappalili sebagai ajang silaturrahim dan menghidupkan ritualnya sebagai titisan para leluhur dan penghormatan kita kepada para tokoh dan adat masyarakat Bojo.Event ini bertujuan untuk menciptakan kesolidan sebagai modal dasar dalam pembangunan desa.Beliau menambahkan bahwa masyarakat Bojo terdiri atas dua sisi kehidupan ekonomi yaitu sektor perikanan dan pertanian. Sektor inilah yang mewarnai nuansa hidup masyarakat Bojo beserta mobilitas dan aktivitas ruang geraknya beorientasi di Kota Pare-Pare yang lebih dekat dengan Bojo.

Kepala Desa Bojo yang juga sebagai Ketua Umum DPP FK- PKBM(Dewan Pimpinan Pusat
Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) menegaskan obsesinya,” untuk memajukan kedua sektor ekonomi tersebut melalui akselerasi dan dukungan sarana perikanan dan infrastruktur pertanian berupa pengairan dan alsintan traktor roda empat dari Dinas Perikanan dan Dinas Pertanian Kabupaten Barru.”
Di bawah tenda kerucut berwarna putih ciri khas penaung pemerintah desa di Kabupaten Barru,Bapak Bupati Barru menyampaikan arahan dan sambutannya dengan mengawalinya bahwa,”barusan mengikuti tradisi mappalili secara lengkap kuatir jika mengitari sawah adat makkitapole hingga tujuh kali putaran,ternyata satu kali round sudah cukup. Makna mappalili ini adalah mengelilingi, menjaga dan memagari pertanaman padi kita agar hasilnya sesuai harapan.
Bapak Bupati Barru berharap agar petani tetap konsisten dalam melaksanakan hasil musyawarah mappalili yang telah dilakukan sebelumnya terutama dalam penentuan waktu turun sawah,waktu hambur dan tanam serta jenis varietas padi yang digunakan begitupun juga dengan pupuk dan antisipasi hama penyakit yang berpotensi merusak tanaman padi. Selanjutnya Bapak Bupati dengan gamblang menyampaikan kondisi fenomena iklim berdasarkan analisis BMKG bahwa sudah terjadi masa peralihan musim saat ini yang digabungkan dengan pandangan para pallontara yang secara periodik menghitung waktu musim, tahun jin dan seterusnya.
Kepada para PPL,Bapak Bupati menegaskan untuk mengawal kondisi pertanaman petani dan memberi penyuluhan efektif,begitupun juga kepada petani untuk menjalankan petunjuk teknis yang disampaikan para petugas pertanian. Dengan menelisik data, Bapak Bupati mengatakan bahwa,” walaupun luas baku sawah Kabupaten Barru hanya 15.703 ha tapi kita mampu mencapai luas tanam lebih 24.000 ha setiap tahun. Pencapaian tersebut dengan melakukan optimalisasi indeks pertanaman(IP), 1 kali menjadi 2 kali hingga penanaman 3 kali setahun. Dukungan varietas unggul berumur genjah, maksimalisasi pengairan, alsintan dan pupuk turut berperan dalam peningkatan luas tanam,” demikian tutupnya.
Penulis hendak mengingatkan suatu kisah sukses yang tercipta di lokasi makkitapole ini,
bahwa pada musim tanam 2021/2022 dilakukan kegiatan penangkaran padi varietas inpari 13 yang dikelola oleh kelompok tani Labucai melalui program peningkatan indeks pertanaman.
Benih sumber berasal dari PT.Pertani UPB Pangkep berkelas BP sebanyak 325 kg untuk luas tanam 13,0 ha. Produktivitas yang dihasilkan mencapai 12,35 ton/ha berdasarkan ubinan plot standar BPS dan dikombinasi dengan ubinan petak langsung seluas 1,0 ha. Produksi CBKS yang diokupasi
oleh off-taker PT.Harmoni sebanyak 30 ton lebih dengan harga yang fantastis ketika itu sebesar Rp.4750/kg sementara harga pasar antara Rp.4400-4500/kg.

Bahkan di lokasi program makkitapole ketika itu dikunjungi Kepala Sub Direktorat Pengembangan Varietas- Direktorat Perbenihan Kementan RI, Bapak Ir.Andi Saleh yang merupakan putra Bojo asli.
Dalam kunjungan tersebut beliau menyampaikan motivasi dan dukungan untuk terus mengembangkan VUB inpari 13 ini dengan mengamati dan menilai performanya yang sangat baik,produktivitasnya bisa melampaui potensinya 8,0 ton/ha.
Oleh karena itu penulis berharap kepada segenap petani di desa ini untuk teguh(tetap gunakan hakmu)dalam melakukan terobosan dan melahirkan karya-karya monumental pada sektor pertanian di makkitapole ini untuk mencapai kemaslahatan masyarakat Desa Bojo.

Di penghujung acara dilantunkan do’a penutup sebagai rangkaian mappalili di makkitapole. Do’a khusuk dan penuh harap dibacakan seorang tokoh masyarakat Bojo dengan lirik sebagai berikut:
Ya Allah jadikanlah pertemuan ini sebagai pertemuan yang Engkau rahmati dan perpisahan kami setelah perpisahan yang Engkau jaga dan pelihara.
Ya Allah jadikanlah tanaman kami kelak menghasilkan pertanian yang penuh keberkahan dan keselamatan,
jadikanlah hasil tani kami berhasil dan melimpah dan tambahkanlah keberkahan pertanian kami dengan berlipat ganda.
Ya Allah panjangkanlah umur kami, sehatkan tubuh kami,terangilah hati kami, tetapkanlah iman kami, perbaikilah amalan kami, luaskanlah reski kami, dekatkan kami kepada kebaikan dan jauhkanlah kami dari keburukan, tunaikanlah hajat kami dalam agama kami, urusan dunia dan akhirat kami. Aamiiin
Desa Bojo,06 November 2023
*Penguji Perbenihan dan Perbibitan TPHBun
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Barru