Oleh:Muhammad Sadar*
Lebih satu dasawarsa silam, Wali Kota Depok periode 2006-2016, Nur Mahmudi Ismail di Provinsi Jawa Barat pernah mencetuskan suatu gerakan yang diberi nama”One Day No Rice”. Suatu gagasan inovatif agar dalam satu hari tidak mengonsumsi nasi. Ide yang sangat brilian dari seorang teknokrat bidang pangan dan di sisi lain mendapatkan kritik karena dianggap bertentangan dengan budaya lokal masyarakat.
Penerapan pola makan sehari tanpa nasi akhirnya diikuti oleh berbagai kalangan, termasuk lembaga Kementerian dan Pemerintahan Pusat maupun Daerah, BUMN, swasta, organisasi/tokoh masyarakat, partai politik, sekolah, perguruan tinggi, dan unit kerja lain.
Wali kota dua periode tersebut mengklaim bahwa terjadi penurunan konsumsi beras di kalangan masyarakat Kota Depok selama penerapan “One Day No Rice”. Tujuan pemberlakuan gerakan sehari tanpa nasi adalah untuk mengurangi ketergantungan pada nasi atau beras sebagai pangan pokok masyarakat. Akhirnya, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan penghargaan sebagai Wali Kota Teladan dalam Gerakan Diversifikasi Pangan pada puncak peringatan Hari Pangan Sedunia tahun 2013.
Dalam struktur pangan nasional, beras merupakan salah satu komoditas yang paling strategis dan dominan dari kelompok tanaman serealia penghasil karbohidrat. Oleh karena itu, produksi dan ketersediaannya harus terjamin secara kontinu agar tidak menimbulkan instabilitas sosial, ekonomi, politik dan keamanan.
Terfokusnya masyarakat dalam mengonsumsi pangan pada satu sumber saja (seperti beras), ternyata merupakan suatu kelemahan pada masyarakat itu. Selain dapat menimbulkan krisis akan tercukupinya pangan tersebut karena pertambahan jumlah penduduk, juga semakin landainya produksi akibat degradasi kesuburan lahan, berkurangnya luas baku sawah karena alih fungsi, dan fragmentasi lahan. Selain hal tersebut, pengaruh iklim global antara lain berdampak pada menyebarnya gangguan organisme pengganggu tumbuhan dan kerusakan tanaman serta bergesernya periode waktu kering dan basah.
Sistem budidaya tanaman padi yang diterapkan saat ini pada umumnya masih menganut teknologi high external input yang memaksimalkan penggunaan nitrogen sintetik volume tinggi dan terus-menerus.
Mengutip beberapa hasil kajian bahwa sumber pangan apa pun yang disuplementasi dengan nitrogen akan menyisakan unsur N2O yang menghasilkan residu pangan anorganik yang akan mereduksi antibiotik pada tubuh, menciptakan karsionagen sebagai cikal bakal kanker, gangguan fisik, dan saraf otak. Beras yang terproduksi dari sistem tersebut berimplikasi buruk terhadap kesehatan jika menjadi dominan sebagai bahan konsumsi utama.
Postur konsumsi pangan rakyat Indonesia telah dibangun oleh gen beras dan polanya telah terbentuk sekian lama sebagai kebiasaan, sehingga sedikit saja terjadi gejolak proses produksi, ketersediaan dan distribusi maka akan menimbulkan potensi kerentanan dan kerawanan pangan terutama beras. Hal ini dapat dibuktikan dengan fenomena badai El Nino sekarang yang menghambat bahkan mengurangi produksi yang cukup signifikan.
Pemerintah sebagai pemegang mandat kedaulatan rakyat berupaya melindungi segenap bangsa dengan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya melalui mekanisme menggerakkan mesin importasi beras dari luar negeri. Tujuan importasi tersebut tentunya untuk mengamankan stok dalam negeri dengan memperkuat cadangan beras nasional, stabilitas pasokan dan harga pangan, serta menekan inflasi yang ditimbulkan oleh dinamika harga beras.
Menurut BPS (2010), tercatat bahwa angka konsumsi beras per kapita per tahun rata-rata penduduk Indonesia yang digunakan pada perhitungan saat ini adalah 139,65 kilogram per kapita per tahun yang dihitung dari neraca stok awal, produksi dan impor, dikurangi kebutuhan untuk benih, bahan baku industri, pakan ternak, rumah makan, dan tercecer. Sedangkan jumlah beras yang dikonsumsi langsung di dalam rumah tangga berdasarkan data SUSENAS 2010 sebesar 100,76 kilogram per kapita per tahun.
Badan Pangan Nasional telah mengeluarkan regulasi Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pola Pangan Harapan
(PPH). Aturan tersebut sebagai salah satu instrumen penilaian kualitas konsumsi pangan masyarakat. Metode yang digunakan untuk menilai jumlah dan komposisi atau ketersediaan pangan di wilayah tertentu baik secara nasional maupun provinsi, kabupaten dan kota.
Menurut penetapan PPH ideal bahwa konsumsi hasil pertanian dari kelompok tanaman gramineae (beras, jagung, tepung) tingkat rumah tangga sebesar 275 gram per kapita per hari namun kenyataannya pola masyarakat melampaui syarat PPH sebesar 316 gram per kapita per hari. Sedangkan pada kelompok umbi-umbian menurut standar PPH sebesar 100 gram per kapita per hari tapi perilaku konsumsi masyarakat di bawah angka PPH 40 gram per kapita per hari.
Sikap konsumsi masyarakat tidak lepas dari faktor kebiasaan-sosial budaya terutama aspek ekonomi yang mempengaruhi pola konsumsinya. Dalam anekdot masyarakat berlaku bahwa, “Belum dihitung makan jika tidak melahap nasi”.
Pemerintah telah berusaha keras mengubah pola konsumsi pangan masyarakat dengan tujuan untuk mengubah kebiasaan dan pola pikir (mindset) masyarakat ke arah pola makan yang beragam, bergizi seimbang, aman, dan halal. Tujuan tersebut untuk menurunkan rata-rata konsumsi beras per kapita sebesar 1,5 persen per tahun. Kenaikan konsumsi beras sebanyak 10 persen akan meningkatkan inflasi sebesar 5 persen.
Diversifikasi pangan menjadikan manusia lebih sehat dan kuat, menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan bertumbuh dan berkembangnya UMKM yang mengolah pangan selain beras serta meningkatnya luas tanam komoditi penghasil karbohidrat bukan padi. Penting untuk mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan nasional agar tidak terjadi ketergantungan pada satu komoditi pangan saja, yaitu beras, jika satu hari saja rakyat Indonesia tidak makan nasi, maka akan terjadi potensi penghematan sebesar Rp35,4 triliun. (Badan Ketahanan Pangan,2013).









Beberapa kalangan komunitas telah melakukan dan menerapkan pola konsumsi pangan tanpa beras sebagai menu utama. Mereka terhitung sebagai pegiat aktivis diet karbohidrat secara konsisten. Tersebutlah para sahabat kami di grup Ikasemtani seperti AKP Ali Maksum di Polda Sulawesi Barat, Sang Koordinator Penyuluh Pertanian di Kabupaten Pinrang, seorang enterpreunersip di Kota Pare-Pare Bang Boy Andar, dan seorang kerabat Mantri Tani Pertanian di Kabupaten Barru. Mereka telah mampu awalnya menerapkan “One Day No Rice”, namun hingga saat ini menaikkan statusnya menjadi zero rice dalam setiap pengelolaan asupan harian konsumsinya.
Mereka tetap sehat dan eksis dalam pemenuhan energinya setiap waktu, indeks massa tubuh normal terjaga hingga kebutuhan kalori tetap diambang angka kecukupan gizi. Bahkan, di tengah pandemi Covid-19 pun mereka tetap survive mempertahankan derajat sehat tanpa cacat. Mereka bisa dikatakan sukses dalam mengatur pola makan yang terukur, nutrisi cukup, dan berimbang.
Penulis hendak menganalisis dan membuat sinopsis terkait penataan pola konsumtif masyarakat saat ini. Sebagai umat muslim, kita sangat berpotensi untuk melakukan upaya kendali makan sehari tanpa nasi. Dengan berpuasa 12 jam penuh pada bulan Ramadan atau pembiasaan puasa sunnah setiap pekan dan puasa sunnah lainnya mampu merekonstruksi kebiasaan tersebut diterapkan pada hari-hari lainnya.
Selain kita peroleh pahalanya juga ikutan sehatnya bisa kita nikmati.
Penulis sepakati bahwa sumber karbohidrat selain beras yang tak kalah dengan formula kalori dan nutrisi lainnya yang tersedia sepanjang waktu dan tempat serta mudah dibudidayakan pada lingkungan tumbuh yang sesuai adalah jagung,singkong, ubi jalar dan talas. Semua komoditi sumber pangan tersebut sebagai bagian dari keanekaragaman hayati lokal yang bisa mensubstitusi penyediaan sumber karbohidrat.
Pilihan ini sebagai sebuah keniscayaan bahwa tidak selamanya dia (beras) harus menjadi main course dalam menu pangan sehari-hari. Selamanya tanpa dia, kita tetap solid berenergi, aktivasi tetap berkelanjutan, dan marwah sehat pun tercapai seutuhnya tanpa kuatir penyakit degeneratif lainnya.
Selamanya tanpa harus dia. Bravo serealia non beras. Bravo diversifikasi pangan.
Barru,10 Desember 2023
*Penguji Perbenihan dan Perbibitan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Barru