Oleh: Muhammad Sadar*

Saban hari, bulan, hingga tahun, tidak dirasa usia kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah beranjak mencapai 79 tahun. Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 dibacakan oleh Dwitunggal Soekarno-Hatta menandai babak baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Proklamasi secara de facto telah mengakhiri kolonialisme dan imperialisme Belanda-Jepang walau Belanda masih tetap menginvasi Irian Barat hingga tahun 1963.

Aksi pendudukan dari para penjajah menciptakan kesengsaraan dan kemelaratan, hak asasi manusia terjajah sungguh terhina dan tak berharga. Belenggu penjajahan membuat kebebasan hidup dizalimi, dibatasi serta harkat martabat para penduduk negeri terpuruk. Rezim penjajahan hanya menyisakan ketimpangan, keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan pada rakyat yang dijajah.

Dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia tak kurang pengorbanan nyawa dan harta, pertaruhan harga diri yang menguras pikiran, darah, dan keringat serta air mata kesedihan maupun kepedihan manusia terjajah.

Pergerakan para pejuang tak terhitung jumlahnya dan melibatkan segenap komponen rakyat, mulai dari ulama, kyai, buruh, guru sekolah atau guru ngaji, pelajar, pedagang, nelayan, atau petani dan lain-lain elemen masyarakat yang mengorganisasikan dirinya dalam bentuk partai atau laskar. Kini raihan kemerdekaan telah tercapai oleh segenap rakyat Indonesia.

Konsolidasi kemerdekaan terus dilakukan dan sarat dengan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai permasalahan bangsa yang menjadi warisan penjajahan terus dibangun dan dibenahi. Berdasarkan konstitusi negara kita bahwa tujuan bernegara antara lain mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta turut aktif melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi berdasarkan kemerdekaan.

Dalam masa mengisi kemerdekaan di segala sektor pembangunan saat ini dilakukan berbagai macam kebijakan dan program pembangunan nasional. Salah satu sektor pembangunan nasional yang menjadi fokus perhatian pemerintah sejak  kemerdekaan hingga  masa sekarang adalah bidang pertanian. Bahkan pada rezim orde lama menggenjot pembangunan pertanian melalui pembentukan komando pangan untuk melakukan produksi pangan utamanya beras dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok rakyat Indonesia pada masa itu.

Pembangunan pertanian telah menjadi prioritas pemerintahan berikutnya setelah berakhirnya pemerintahan orde lama. Pada awal pemerintahan orde baru, sektor pertanian menjadi fokus utama pembangunan nasional dalam skenario Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Pertanian menjadi tumpuan dan pengggerak ekonomi nasional, karenanya pertanian sering kali dibahas di berbagai forum kajian, objek penelitian, dan diskusi. Sektor pertanian diharapkan mampuĀ  mensejahterakan masyarakat petani dan menghela sektor perekonomian lainnya. Oleh sebab itu, sektor pertanian disebut leading sector pembangunan nasional.

Kemajuan pertanian dunia adalah suatu keniscayaan yang turut memengaruhi perkembangan pertanian dalam negeri. Konstalasi revolusi hijau yang dipelopori oleh negara maju dengan pemanfaatan teknologi padat energi pada bidang pertanian menciptakan usaha pertanian yang massif dalam penggunaan bahan kimia sintetik dan alat mesin pertanian modern. Kampanye teknologi pupuk kimia yang berkomposisi nitrogen dan pestisida kimia beracun menjadi sarana utama dalam proses produksi bahan pangan terutama padi. Dalam rentang waktu tersebut petani seakan “dipaksa” untuk menerapkan inovasi teknologi maju masa itu.

Adopsi dan tahapan panca atau sapta usaha tani padi menjadi menu wajib petani untuk dilakukan. Penyebaran pupuk kimia dan pestisida beracun seakan terjadwal agar petani terus mengaplikasikan dipertanaman padi setiap waktu.

Pola pertanian intensif yang diterapkan pemerintah kepada petani melalui metode intensifikasi khusus (Insus dan Supra Insus), Bimbingan Massal dengan pendekatan demonstrasi baik massal, demcar, dan demplot ataupun demonstrasi area, akhirnya pada tahun 1984 (40 tahun silam) Indonesia menjadi negara swasembada beras. Predikat swasembada beras tersebut mengantarkan Presiden Soeharto menerima penghargaan FAO di Roma-Italy.            

Euforia swasembada beras menjadi suatu tantangan bagi petani dan pemerintah. Ditengah meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang membutuhkan beras sebagai bahan pangan pokok, alih fungsi lahan sawah produktif ke sektor non pertanian, anomali iklim dan pola musim yang kian tidak menentu  mengakibatkan pergeseran periode tanam petani serta menyebarnya hama penyakit padi potensial. Preferensi konsumen berubah yang menghendaki bahan pangan alternatif yang bebas dari residu kimia pabrikan yang berdampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Pelandaian produktivitas padi dengan aliran dan asupan energi intensif ternyata tidak memberi jaminan terhadap keberlanjutan produksi tinggi.

Pergeseran paradigma proses produksi menghendaki penyesuaian prilaku petani dalam berusaha tani. Adaptasi berbagai komponen teknologi produksi berdasarkan analisis lingkungan tumbuh tanaman dan agroekosistem budidaya.Pertanian cerdas menjadi brand mark saat ini utamanya dalam mempelajari, mengobservasi dan menerapkan semua faktor penggerak tanaman budidaya.

Fenomena alam utamanya materi iklim dan cuaca sudah menjadi wajib untuk dijadikan referensi awal dalam menentukan pola tanam. Dengan tidak mengesampingkan intelijen pasar dan prilaku konsumen, penggunaan bahan tanam unggul-bermutu serta kearifan dalam penggunaan bahan pengendali organisme yang akan menjamin keamanan pangan dan keberlanjutan produksi.

Sektor pertanian diharapkan tetap bertumbuh dan berkembang melalui beberapa penerapan strategi, antara lain:

a. Meningkatkan produktivitas tanaman pangan sebagai kebutuhan utama masyarakat, harus terus ditingkatkan produktivitasnya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara stimulan penggunaan benih unggul bermutu, dorongan penggunaan pupuk berimbang berdasarkan analisis hara tanaman dan ketersediaan unsur hara dalam tanah maupun penggunaan bahan organik atau bahan hayati, perbaikan jarak tanam atau optimalisasi rumpun tanaman, pengendalian organisme penggangu tumbuhan serta menekan kehilangan hasil dengan penggunaan alat panen mekanis.

b. Diversifikasi pangan lokal sebagai penguatan terhadap ketidaktergantungan pada satu komoditas saja yaitu beras. Sumber daya pangan lokal cukup tersedia melimpah di setiap wilayah. Pangan non beras seperti singkong, ubi jalar,sorgum, porang dan lainnya sangat berpotensi menjadi menu pilihan sebagai bahan konsumsi pengganti beras. Komoditas alternatif tersebut bisa dibudidayakan pada lahan non sawah disepanjang waktu dan musim.

c. Penguatan kelembagaan petani agar posisi tawar petani bisa lebih kuat dalam meletakkan dirinya sebagai produsen bahan pangan. Diharapkan petani menjadi penentu dan pemain utama didalam siklus produksi dan perdagangan hasil pertanian baik dari sisi harga,volume barang maupun waktu dan tempat transaksi.

d. Modernisasi pertanian.Teknologi pertanian modern dapat membantu meningkatkan produktivitas tanaman, mengurangi biaya produksi,dan meningkatkan kualitas hasil panen. Teknologi ini termasuk teknologi irigasi,teknologi pengendalian hama penyakit maupun teknologi pemupukan dan iklim.

e. Dukungan kebijakan pemerintah berupa undang-undang dan penganggaran. Produk regulasi untuk memberikan kepastian hukum terhadap petani sebagai warga negara yang dilindungi haknya dalam berusaha tani.

Political will pemerintah dalam mengatur tata kelola petani diwujudkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Pokok-pokok dan tema pada undang-undang tersebut meliputi perencanaan, perlindungan dan pemberdayaan petani, pembiayaan dan pendanaan, pengawasan, dan peran serta masyarakat yang diselenggarakan berdasarkan asas kedaulatan, kemandirian, kebermanfaatan, kebersamaan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi,berkeadilan dan berkelanjutan.

Tema lain dari regulasi nomor 19 tahun 2013 antara lain bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk melindungi kepentingan petani yaitu pengaturan impor komoditas pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi di dalam negeri, penyediaan sarana produksi pertanian yang tepat waktu,

tepat mutu, dan harga terjangkau bagi petani, serta subsidi sarana produksi, penetapan tarif bea masuk komoditas pertanian serta penetapan tempat pemasukan komoditas pertanian dari luar negeri dalam kawasan pabean.

Selain itu, dalam regulasi yang sama pemerintah juga melakukan penetapan kawasan usaha tani berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya alam,sumber daya manusia,dan sumber daya buatan. Pemerintah melindungi usaha tani para petani dari kerugian gagal panen akibat bencana alam,wabah penyakit hewan menular, perubahan iklim, dan/atau risiko lain melalui fasilitasi asuransi pertanian.

Selain kebijakan perlindungan terhadap petani, upaya pemberdayaan juga memiliki peran penting untuk mencapai kesejahteraan petani  yang lebih baik. Pemberdayaan dilakukan untuk memajukan dan mengembangkan pola pikir petani, meningkatkan usaha tani, serta menumbuhkan dan menguatkan kelembagaan petani agar mampu mandiri dan berdaya saing tinggi dalam ber-Usaha Tani.

Beberapa kegiatan yang diharapkan mampu mendorong petani agar lebih berdaya antara lain berupa pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian, pengutamaan hasil pertanian dalam negeri untuk memenuhi pangan nasional, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, penyediaan fasilitas pembiyaan dan permodalan, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi serta penguatan kelembagaan petani.

Terhadap semua kepentingan petani dalam berusaha tani, maka dukungan kebijakan anggaran dilakukan pemerintah melalui Kementerian Pertanian Republik Indonesia.Total pagu anggaran Kementan tahun 2024 sebesar Rp13,56 triliun. Kementan menyiapkan anggaran sebesar Rp7,74 triliun dari pagu APBN tahun 2024 guna meningkatkan hasil produksi tanaman padi dan jagung untuk mewujudkan swasembada pangan bagi Indonesia. Penambahan pupuk subsidi dari sebelumnya Rp.4,7 triliun menjadi Rp9,55 triliun. Anggaran Belanja Tambahan (ABT) sebesar Rp5,8 triliun untuk mengantisipasi dampak El Nino melalui program solusi cepat seperti pompanisasi dan perbenihan.

Adapun target produksi komoditas utama yang akan dicapai tahun 2024 meliputi beras 32 juta ton, jagung 16,6 juta ton, kedelai 0,30 juta ton, cabai 3,05 juta ton, bawang merah 1,74 juta ton, bawang putih 45,91 ribu ton, kopi 818 ribu ton, kakao 694 ribu ton, kelapa 2,9 juta ton, tebu 39,35 juta ton, daging sapi/kerbau 405,44 juta ton, dan daging ayam  4 juta ton (Kementerian Pertanian, 2024).

[Bersambung]

(Visited 144 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.