Pertemuan kami berawal dari sebuah sekolah TK di lingkungan Gereja Becora di Dili. Awal kami di pertemukan oleh Tuhan melalui Ocan, Mona, dan Selly. Aku kasir di sebuah Minimarket di lokasi tersebut. Tiba-tiba saja mama Ocan bawa Ocan Pergi belanja. Mona juga ada di Minimarket kala itu. Pas mau masuk sekolah akhirnya aku bawa Mona ke sekolah. Kami saling menyapa tapi belum akrab.Tiap hari Mama Ocan bawa Ocan dan berbelanja di Minimarket rempat aku kerja. Ia bertanya kok mbak lancar berbahasa Indonesia ? Ah bahasa menunjukkan bangsa dan bahasa bukan musuh, jawabku. Benar tapi lunya lancar bangat kata Mama Ocan. Sejak hari itu kami jadi teman baik, Ocan, Mona dan Selly jadi teman baik. Lalu muncul lagi mama Selly sedang belanja di Minimarket tiba-tiba ia pingsan aku justru kedinginan duluan apa yang terjadi. Sambil aku meninggalkan komputer dan berlari demi membantu karena aku sadar sebagai seorang wanita telalu sibuk ngurus rumah dan anak-anak tentu kecapean.

Lalu kami mulai menjaling komunikasi pada akhirnya kami benar-benar telah mejaling hubungan persahabatan dengan baik bermula dari hubungan anak-anak kami. Terus begitu hingga anak-anak naik ke kelas dua hingga tiga. Sejak 2013 aku mulai terjebak dalam hutang akhirnya memilih berhenti bekerja untuk mencari keadailan lewat imajinasi alam. Tidak ada titik temu kala itu dan kembali kami bertemu lagi di lingkungan UNITAL. Dua sahabat aku bisnis Rental di depan kampus UNITAL dan kami bersama lagi setelah hampir tiga tahun jarang komunikasi. Sama-sama bisnis aku hanya staf kantin sedangkan dua teman aku memiliki bisnis masing-masing. Sering saling menyapa satu sama lain kalau jam kerja atau pulang kerja. Hingga 2018 aku beralih profesi ke penulis (Escritor/Reporter serta Trainer ) kami tak berjumpa lagi. Hilang kabar, hilang kontak hingga hampir anak-anak kami pada remaja. Kami kehilangan kabar satu sama lain. Pada Akhirnya 2024 tepatnya bulan Mei kami dipertemukan lagi oleh Tuhan menurut caranya. Mama Ocan pergi mencari aku di rumahku yang dulu. Namun ia mendengar kabar dari mantan suamiku bahwa aku telah meninggalkan rumah itu. Ia langsung kontak ke aku lewat call. Aku jelaskan keadaan aku bahwa sesungguhnya tiada orang tua yang mendidik bahkan mendoakan putrinya untuk memilih jalan pintas menjadi wanita single parent. Sahabat aku paham arti ejaan aku. Ia lalu bertanya dimana posisiku lalu aku kirim saja lokasi aku tinggal. Datanglah sahabatku alias Mama Ocan ke rumah di mana aku kos, lalu mencoba memberi nasehat ke aku agar berpikir sebelum mengambil keputusan final. Aku jelaskan awal retaknya sebuah rumah tangga menurut tradisi patriarkal di negara Timor-Leste. Bahwa wanita berpendidikan harus mampu memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya. Kita juga tak ingin bahkan tak berharap adanya perpisahan karena semua tentang masa depan anak teman tapi apakah kita harus menjadikan anak sebagai kambing hitam dalam setiap permasalahan. Apabila anak adalah utama dan pertama maka sebagai orang tua kita juga seharusnya berpikir dulu sebelum bertindak. Mengapa demikian Dev ? Tanya sahabatku kakak bukalah mata hati kita sebagai wanita, bahwa kita terus ditekan, kita terus ditindas bahkan kita terus diadili apakah etis hukum di negera ini? Jika hari ini aku tak berani mengungkapkan fakta yang terjadi maka di masa depan kaum perempuan akan hancur secara Psikis dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi ujarku sambil mejelaskan sedetail mungkin.

Dev salut ya buat kamu kata temanku. Lalu aku bertanya kabar sahabat kami yang satu. Kata sahabat terbaikku, aku kehilangan nomor kontak ia juga mengalami hal yang sama . Aku langsung berkata serahkan saja sama negeri ini karena negara karena kita menjelaskan juga sama saja teman tahu mengapa sekarang ada hukum mau sama mau jadi kamu istri sah atau suami sah juga ngak ada hak dan kita sebagai kaum wanita yang lemah hanya bersedia untuk diadili dan ini akan terus berlanjut teman. Ya Allah jadi masalah kami seperti itukah? Ia aku sudah mencari solusi bahkan mereka saling membela satu sama lain, terus apakah kita harus jadi santapan terus menerus atau kita juga harus berani mengambil keputusan bahwa segala yang terjadi bukan atas kehendak kita tapi semua karena takdir Tuhan. Paham Dev . Lalu kami pergi mencari solusi juga buat dampak perekonomian sahabat aku yang bakalan terancam. Hari itu ia memberikan aku uang 5 dolar dan tentu aku tidak menolak jika tangannya terbuka karena Tuhan dan aku hatiku menerimanya atas kehendak Tuhan pula. Suatu hari kami berjalan bagi pengalaman hidup. Kami menabung pemikiran positif demi masa depan bagi anak-anak khususnya kaum Hawa. Lalu ketika acara pembagian sertfikat di Pusat Budaya Indonesia pun ia selalu ada buat aku juga anak-anak KPKers Timor-Leste. Ia akhirnya menyaksikan sendiri sambutan Atase Pendidikan KBRI. Usai Acara hanya lewat beberapa hari ia selalu ada buat aku dan anak-anak aku sampai nelfon Dev kasih tahu Jack datang ambil satu motor di rumah untuk dipakai. Aku tidak berkata apa-apa lagi yang ada aku pikir bahwa semua akan indah pada waktunya. Thanks sahabat terbaikku jaga diri ya.
Edisi kedua…