Sejak hari di mana Dav memperoleh nomor aku dari adik aku dengan cara membohongi adiku justru membuat hidupku kembali terganggu olehnya. Tiap hari ia chat bertanya kabarku. Aku jelasin yang real tentu baik apalagi aku memiliki kesibukan sendiri.
Suatu hari Dav video call dengan seragam lengkap di badannya. Aku telah membuang perasaan masa kecil yang sudah di telang waktu 24 tahun silam. Hello pagi Dav ! Kamu apa kabar Dev ujar Dav. Hmmm Dav kita bukan anak yatim dulu atau anak ABRI dulu kita adalah kita yang sekarang dan lihat saja kenyataannya jika aku baik-baik saja Dav. Hmmm Kangen Dev. Eh mau aku bunuh kamu? Ujarku. Sumpah Dev aku tidak bisa melupakan paras tubuhmu yang sexy kala pertama kali kamu berjalan menuju ke arahku di lokasi kampanye di Liquisa itu Dev. Habis bagaimana kamu bisa lupa jika kamu terus mengingatnya. Dev aku mau kita bertemu satu hari di dunia nyata. Hahaha Dav, aku sudah menduga kamu akan terus berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan Dav, tapi tidak bisa karena kamu tahukan usai mengajar aku harus menulis.
Dev sehari saja, pinta Dav. Tidak bisa Dav, sorry. Kamu itu keras kepala tidak kayak putri om ABRI itu. Dav karena kamu yang menyebut bahasa jika kita bagai langit dan bumi makanya aku mengikuti alurnya saja, tapi sejujurnya aku putri ayahku sedangkan nama karier itu milik masyarakat Dav, jadi sama seperti kata kamu aku tidak bisa melupakan kamu. Dev maksud kamu apa bicara kayak gitu ke aku Dev, ujar Dav. Begini kamu tiidak menganalisis baik-baik kata yang kamu ucapkan Dav. Aku anak ayah kenapa dulu kamu tidak berjuang untuk aku sebagai anak ayah dan membuktikan pada ayah, aku jika kamu menyukai kau dan kamu bisa memenangkan hati ayahku. Mengapa tanpa kamu pikir jika aku bukan anak ABRI tapi anak ayah, sebaliknya sama seperti aku berpikir jika kamu adalah anak ayah, kamu bukan anak yatim dan aku berharap sepanjang tahun, tapi kamu jusru minder sedangkan karier ayah itu bukan milik istri dan anak Dav tapi milik masyarakat dan negara. Hmmm keras kepala so pintar, Dev jengkel. Itu kenyataan Dav, ujar aku.
Ingat Dav sekarang kamu sudah ada di posisi ayahku menjadi seorang anggota militar jadi ketika kamu mau bertemu aku, kamu harus sadar akan posisi kamu namamu Dav yang mau bertemu dengan aku Dev bukan jabatan kamu. Jika kita berbicara nama profesi maka kita berbicara tentang tanggung jawab. Jadi saat kamu bilang kamu tidak bisa melupakan aku ya benar karena kamu tidak paham akan dua kata lupa dan ingat dan kamu terus memilih ingat maka hasilnya seperti itu Dav.
Kamu suka politik juga Dev. Bukan sebagai trainer menjelaskan kata serta menerapakan kata pada tempatnya biar jelas, maknanya Dav. Hmmm ingat kalau aku ketemu kamu di suatu tempat lagi akan aku cium kamu tanpa izin, ujar Dav jengkel. Dav kamu berani mengapa tidak lakukan itu pada aku ketika pertama kali bertemu aku di lokasi kampanye atau cuman modus doang Dav.
Dev kamu masih marah ya sama aku. Tidak, aku tidak marah bahkan berpikir dirimu saja tidak, hanya kamu video call makanya aku hargai dan menerimanya Dav. Oh ya aku mau tanya apa suami kamu ada di rumah? Ya tentu. Jawab dengan jujur Dev, aku tidak bercanda. Ya aku juga tidak bercanda Dav, tapi jujur. Kalau suamikan pasangan hidup tentu di rumah masa di hutan emang orang utang? Kamu kalau dekat sudah ku cincang Dev, cerewet bangat plus sombong.
Dav aku akhiri dulu ya video callnya karena banyak pekerjaan sedang menanti apalagi banyak tulisan yang mau aku edit. Hmmm tidak Dev ngobrol dulu. Gila ya kamu kayak anak TK, dikasih tahu tidak dengar. Habis 24 tahun bukan waktu yang singkat Dev. Okey lain waktu saja. Tidak kataku. Dav aku tidak mau pekerjaanku menumpuk Dav. Tidak nanti aku bantu jika kamu kasih ijin kau bantu. Hahaha Dav, stop dengan gombalan kamu yang tak berbobot ini ok. Benar jika kamu mengijinkan aku bisa bantu kalau ada waktu free. Ok baik, jawab aku pada Dav sambil mengakhiri video call.
Dev terus menganggu hidupku, menganggu alam imajinasiku melalui video call dimana gayanya justru membawa pikiranku ke masa kecil dan aku tidak tahu mengapa ia senekad itu. Dav terus video call hari itu. Kau tidak bisa menyakitinya dengan kelakuan aku yang egois. Okey kenapa Dav. Rindu Dev.
Hmmm basi bahkan kata-kata yang menurut aku sudah Expier bangat Dav. Itu menurut kamu Dev kan kamu itu orang egois sejak kecil. Eh kamu tahu aku egois kenapa berusaha cari nomor aku sampai harus membohongi adik aku. Karena kangen Dev. Upsssss kalau kamu dekat sudah aku tampar wajah kamu Dav pria menjengkelkan.
Jauh lebih menjengkelkan itu kamu Dev, sombongnya kamu tidak ada masa usainya jadi aku bingung saja. Kamu bingung kenapa video call. Maaf kangen bukan bingung Dev ujar Dav. Dav tidak pernah berhenti menanyakan kondisiku. Aku jawab sewajarnya layaknya teman juga sahabat kecilku dulu waktu kecil meskipun kami berbeda sekolah.
bersambung…..