Di tengah padatnya kehidupan sebagai buruh migran di Hong Kong, para pekerja asal Indonesia tak hanya berjuang mencari rezeki untuk keluarga, tetapi juga memanfaatkan waktu libur untuk mencari ilmu dan keterampilan. Salah satu majelis yang menjadi tempat silaturahmi dan belajar bagi buruh migran adalah Majelis Nihayatuz Zain Shatin. Majelis ini menawarkan lebih dari sekadar pengajian—dari belajar membaca Al-Qur’an hingga keterampilan praktis seperti menjahit dan membuat aksesoris.
Majelis Nihayatuz Zain Shatin didirikan pada 10 Oktober 2010, dengan tujuan utama memberikan bekal ilmu keagamaan dan keterampilan praktis kepada para anggotanya. Nama “Shatin” disematkan karena pusat kegiatannya berada di daerah Shatin, sebuah wilayah yang menjadi tempat berkumpul bagi banyak buruh migran asal Indonesia. Majelis ini dipimpin oleh Bunda Shofi, seorang wanita asal Jombang yang sejak awal memiliki visi untuk menjadikan majelis ini sebagai wadah pembelajaran dan pengembangan diri. Bersama wakilnya, Bunda Syafi’iyah yang berasal dari Malang, mereka memimpin sekitar tiga puluh lima anggota dengan antusiasme tinggi.
Setiap minggunya, Majelis Nihayatuz Zain Shatin aktif mengadakan berbagai kegiatan keagamaan. Kegiatan yang dilakukan antara lain belajar Iqro, membaca Al-Qur’an, salawat, Yasin, tahlil, dhiba, serta pembacaan kitab manakib. Tidak hanya itu, dua minggu sekali, majelis ini mengadakan Khotmil Qur’an, di mana para anggota berkumpul untuk menyelesaikan bacaan Al-Qur’an bersama-sama, memperkuat spiritualitas dan iman mereka di tanah rantau.
Namun, Majelis Nihayatuz Zain Shatin tidak hanya fokus pada aspek keagamaan. Salah satu kegiatan unggulannya adalah pelatihan keterampilan, khususnya menjahit dan membuat aksesoris seperti bros. Dalam majelis ini, para anggota diberikan kesempatan untuk belajar menjahit, yang dipandang sebagai keterampilan penting yang dapat bermanfaat ketika mereka kembali ke tanah air. Dengan keterampilan tersebut, mereka diharapkan dapat membuka peluang usaha sendiri, menambah pendapatan keluarga, dan berkontribusi pada komunitas di kampung halaman.
Proses belajar menjahit di majelis ini tidak hanya sekadar keterampilan tangan. Menjahit mengajarkan ketelatenan, kesabaran, dan ketelitian—nilai-nilai yang penting baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pekerjaan mereka sebagai buruh migran. Kegiatan ini tidak hanya menambah keterampilan, tetapi juga membantu menghemat pengeluaran karena para anggota bisa memproduksi aksesoris sendiri tanpa harus membelinya di luar.
“Kesempatan ini tidak datang dua kali,” ungkap Bunda Shofi saat memotivasi para anggota. Beliau mengingatkan bahwa apa yang mereka pelajari hari ini akan menjadi bekal yang berharga saat pulang ke Indonesia. Dengan modal keterampilan, mereka diharapkan bisa membuka usaha menjahit atau memproduksi aksesoris di kampung halaman, menciptakan sumber penghasilan baru bagi keluarga mereka.
Semangat untuk belajar dan berbagi ilmu menjadi dasar yang kuat bagi Majelis Nihayatuz Zain Shatin. Setiap minggu, Bunda Shofi dan rekan-rekan pengurusnya tak kenal lelah membawa perlengkapan seperti Al-Qur’an, alat-alat hadroh, hingga bahan-bahan menjahit dalam koper besar. Meski melelahkan, semua dilakukan dengan niat yang tulus untuk membangun komunitas yang solid, di mana setiap anggotanya bisa tumbuh bersama. Suasana kekeluargaan yang tercipta dalam majelis ini menjadi obat bagi kerinduan akan keluarga di tanah air. Meskipun awalnya tidak saling mengenal, para anggota kini telah menjadi keluarga baru di tanah rantau, bersatu dalam tujuan yang sama: mengharap ridho Allah Swt.
Visi dan misi dari Majelis Nihayatuz Zain Shatin begitu jelas. Visi mereka adalah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi para buruh migran, baik dalam aspek keagamaan maupun keterampilan praktis. Mereka berharap, saat pulang ke Indonesia, para anggota tidak hanya membawa cerita tentang kehidupan di Hong Kong, tetapi juga membawa keterampilan yang dapat membantu kehidupan keluarga mereka di masa depan.
Di tengah tantangan hidup di negeri orang, majelis ini memberikan harapan dan kekuatan bagi para anggotanya. Setiap kegiatan yang dilakukan membawa dampak positif, tidak hanya bagi mereka yang terlibat langsung, tetapi juga bagi komunitas di tanah air. Kebersamaan dan solidaritas yang dibangun melalui majelis ini telah menciptakan jalinan persaudaraan yang erat. Dengan semangat berbagi ilmu dan keterampilan, Majelis Nihayatuz Zain Shatin terus menjadi tempat yang membawa keberkahan bagi para anggotanya.
Ketika suatu hari mereka pulang ke Indonesia, para anggota Majelis Nihayatuz Zain Shatin akan membawa pulang lebih dari sekadar pengalaman bekerja di Hong Kong. Mereka akan membawa pulang ilmu, keterampilan, dan kenangan manis tentang kebersamaan yang terjalin di tanah rantau. Mereka siap menghadapi masa depan dengan bekal yang lebih kuat, baik secara spiritual maupun material. Dan inilah buah dari perjuangan dan pengorbanan yang mereka lakukan di negeri orang.
Majelis Nihayatuz Zain Shatin, a Place to Study the Qur’an and Learn Sewing Skills
In the midst of the busy lives of migrant workers in Hong Kong, Indonesian workers not only struggle to earn a living for their families, but also use their free time to seek knowledge and skills. One of the assemblies that serves as a place for migrant workers to meet and learn is Majelis Nihayatuz Zain Shatin. This assembly offers more than just pengajian—from learning to read the Koran to practical skills such as sewing and making accessories.
Majelis Nihayatuz Zain Shatin was established on October 10, 2010, with the main objective of providing religious knowledge and practical skills to its members. The name “Shatin” was given because the center of its activities is in the Shatin area, an area that is a gathering place for many migrant workers from Indonesia. This assembly is led by Bunda Shofi, a woman from Jombang who from the beginning had a vision to make this assembly a place for learning and self-development. Together with her deputy, Bunda Syafi’iyah from Malang, they lead around thirty-five members with high enthusiasm.
Every week, the Nihayatuz Zain Shatin Assembly actively holds various religious activities. The activities carried out include learning Iqro, reading the Qur’an, salawat, Yasin, tahlil, dhiba, and reading the manakib book. Not only that, once every two weeks, this assembly holds Khotmil Qur’an, where members gather to finish reading the Qur’an together, strengthening their spirituality and faith in their foreign land.
However, the Nihayatuz Zain Shatin Assembly does not only focus on the religious aspect. One of its leading activities is skills training, especially sewing and making accessories such as brooches. In this assembly, members are given the opportunity to learn sewing, which is seen as an important skill that can be useful when they return to their homeland. With these skills, they are expected to be able to open their own business opportunities, increase family income, and contribute to the community in their hometown.
The process of learning to sew in this assembly is not just manual skills. Sewing teaches meticulousness, patience, and precision—values that are important both in everyday life and in their work as migrant workers. This activity not only increases skills, but also helps save money because members can produce their own accessories without having to buy them outside.
“This opportunity does not come twice,” said Bunda Shofi when motivating the members. She reminded them that what they learned today will be valuable provisions when they return to Indonesia. With the capital of skills, they are expected to be able to open a sewing business or produce accessories in their hometown, creating a new source of income for their families.
The enthusiasm for learning and sharing knowledge is a strong foundation for the Majelis Nihayatuz Zain Shatin. Every week, Bunda Shofi and her fellow administrators tirelessly bring equipment such as the Qur’an, hadroh equipment, and sewing materials in a large suitcase. Although tiring, everything is done with a sincere intention to build a solid community, where each member can grow together. The family atmosphere created in this assembly is a cure for longing for family in the homeland. Although initially not knowing each other, the members have now become a new family in a foreign land, united in the same goal: hoping for the pleasure of Allah SWT.
The vision and mission of the Majelis Nihayatuz Zain Shatin are very clear. Their vision is to provide useful knowledge for migrant workers, both in terms of religion and practical skills. They hope that when they return to Indonesia, the members will not only bring stories about life in Hong Kong, but also bring skills that can help their families’ lives in the future.
In the midst of the challenges of living in a foreign country, this assembly provides hope and strength for its members. Every activity carried out has a positive impact, not only for those directly involved, but also for the community in the homeland. The togetherness and solidarity built through this assembly have created a close bond of brotherhood. With the spirit of sharing knowledge and skills, the Majelis Nihayatuz Zain Shatin continues to be a place that brings blessings to its members.
When one day they return to Indonesia, the members of the Majelis Nihayatuz Zain Shatin will bring home more than just the experience of working in Hong Kong. They will bring home knowledge, skills, and sweet memories of the togetherness that was established in the land of exile. They are ready to face the future with stronger provisions, both spiritually and materially. And i