Pada suatu hari bertemulah dua insan berbeda keyakinan, di penghujung kota paling timur di Timor Leste, yaitu Lospalos, dimana si cowok berkeyakinan Katolik dan si cewek berkeyakinan Islam. Si cowok ini bernama Rio, dan si cewek bernama Rini.
Cinta mereka selalu berjalan secara sembunyi-sembunyi, di celah-celah pelataran kota Lospalos. Mereka berkenalan lewat medsos dan bertemu di ujung pulau Timor. Ketika hari jum’at tiba, si Rio mengantar Rini sampai di pintu gerbang At Taqwa Lospalos, untuk menjalankan ibadahnya. Begitu pula pada hari minggu si Rini mengantar si Rio sampai di pintu gerbang gereja Katolik S.Paulo Lospalos, untuk mengikuti ibadah misa mingguan.
Cinta mereka berdua selalu berjalan bagaikan inteligen CIA, tiada orang yang tahu bahwa mereka berpacaran. Komunikasi mereka lewat medsos selalu berjalan mulus lewat semilir angin electromagnet android, yang menembus awan, melewati lautan, pegunungan, mengantar cinta kedua insan yang saling memadu kasih lewat android. Karena si Rini tinggal di masjid At Taqwa Lospalos, menjalankan studinya di salah satu ESG/SMA di kota Lospalos, sedangkan si Rio tinggal di Dili, melanjutkan studinya di salah satu ESG/SMA di kota Dili.
Mereka hanya saling memadu kasih lewat medsos. Namun pada hari libur tertentu seperti, idulfitri, iduladha, natal dan paskah mereka selalu merayakannya bersama di Loskinamokos. Mengingat karena cuacanya yang tidak terlalu panas layaknya di kota Dili. Pada saat hari raya idulfitri/iduladha, si Rio mengucapkan selamat padanya dengan mengirimkannya kartu ucapan selamat, begitupun sebaliknya saat Natal dan Paskah si Rini, memberikan ucapan selamat dan mengirimkan kartu Natal pada si Rio.
Kisah kasih lewat medsos ini, mereka berdua jalani selama tiga tahun di bangku ESG masing-masing hingga mereka menamatkan SMA mereka di kotanya masing-masing. Setelah tamat, merekapun lulus di UNTL dan kuliah disana. Walaupun mereka berdua sama-sama lulus UNTL, tapi tidak pernah kuliah bersama, karena jurusan yang mereka pilih berbeda, si Rio mengambil jurusan teknik elektro dan kuliah di Hera, sedangkan si Rini mengambil jurusan Komunikasi, sehingga dia kuliah di kampus induk di ibukota Dili.
Begitulah cinta mereka berdua berjalan hanya lewat medsos, namun tetap mulus tanpa adanya ganguan dan hambatan apapun. Setelah mereka lulus kuliah, mereka bersepakat untuk bertunangan, namun apa yang terjadi? Kedua orang tua mereka tidak setuju. Yang beragama Katolik berkeinginan untuk nikah di gereja, begitu pula yang beragama Islam pinginnya nikah di masjid atau secara islam. Meskipun demikian mereka tetap nekad hidup bersama, layaknya suami istri, namun masing-masing selalu menjalankan ibadah dan keyakinan mereka masing-masing, dan tidak pernah nikah resmi di salah satu agama, tapi hanya nikah di catatan sipil saja.
Begitu anak mereka lahir dan besar, mereka berdua memberikan kebebasan pada mereka, dan menanyakan pada putra-putrinya bahwa, kalian bebas menentukan pilihan kalian, mau ikut keyakinan bapak masuk Katolik silahkan, atau mau ikut ibu masuk Islam juga silahkan, tergantung pada kalian. Namun karena banyaknya hiburan oleh teman-teman sebaya mereka di gereja dengan segala aktivitasnya seperti akolit, MJS (Movimento Juvenil Salesiano), Oratorio, dsb…sehingga anak-anak memilih mengikuti bapaknya masuk agama Katolik, dan ibunya sendiri yang tetap pada pendiriannya, menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran Islam, sedangkan bapaknya bersama anak-anak memilih mengikuti Tuhan Yesus masuk Katolik.
Kesimpulan:
Dari cerita di atas kita dapat menyimpulkan bahwa, walaupun beda agama dan keyakinan, tetapi Tuhan kita itu satu saja yaitu Tuhan Yang Maha Esa, dimana Ia sendiri yang mengijinkan beraneka ragam keyakinan dan agama ini muncul di dunia, layaknya sebuah sumber waduk yang mengalir pada persawahan dengan berbagai aliran yang menghidupi padi di sawah. Begitu juga manusia, kita semua bergantung pada yang kuasa dengan keyakinan dan aliran kepercayaan kita masing-masing. Itulah yang namanya “diversity in unity” beraneka ragam dalam kesatuan.
By prof. EdoSantos’24