Sudah lama tidak pernah menghirup udara segar alamku nan asri, di desaku Fuat, tempat ku dilahirkan dan dibesarkan ke dunia fana ini. Udara segar alam bagai AC alamiah gratis yang disediakan oleh Allah pencipta alam semesta ini.
Ketika di penghunjung oktober, jari-jemariku lagi sibuk memainkan tuts-tuts piano, di gereja paroki Sto.Paulus Lospalos, mengiringi misa penutupan bulan Rosari, dengan groupku ADMA, dimana missa dipimpin oleh Romo Jose,SDB, putra daerah Cacavem yang lagi bertugas di Paroki ini.
Ketika aku ingin melangkah, meninggalkan paroki ini, mereka menghentikanku, agar tetap menemani mereka mengiringi misa Hari Raya Orang Kudus di hari berikutnya, baru ke Iliomar untuk Finadu disana. Namun hati kecilku berbisik padaku bahwa, malam ini harus tiba di Iliomar Fuat untuk bergabung bersama keluarga di sana, supaya dapat mempersiapkan segala sesuatu menyambut hari raya Finadu ini.
Ketika aku keluar dari gereja langsung menaiki sebuah ojek roda tiga (tum-tum) yang telah menunggu di depan gereja, pulang ke rumah, karena sopir pribadiku telah lama menungguku di rumah. Begitu aku tiba, langsung mempersiapkan diri dan barang-barangku menaiki motorku berangkat menuju ke desaku Fuat. Namun baru menaiki motorku, eh malah mogok, akhirnya kami mendorongnya dan memperbaiku rodanya yang bocor, di sebuah bengkel dekat rumahku, dan langsung tancap gas menuju desaku, karena sudah tak sabar. Kami berangkat dari kota Lospalos sekitar pukul 19.00 dan tiba disana pukul 21.00, mengingat jalan yang masih berliku-liku.
Hari berikutnya di hari raya orang Kudus, tidak mengikuti misa sebagaimana biasanya, namun dengan keluargaku, adik-adikku dan anak-anakku dari kota Dili, menuju ke tempat pemakaman nenek moyang kami di Nunkirin, Muapepeh, Fuat. Dimana alamnya nan asri dengan udara supersegarnya, menyejukkan jiwa kami, dedaunan melambaikan sayapnya seolah-olah menyambut kami yang jauh datang kepadanya. Tujuan kami datang ke sana untuk membersihkan pemakaman mereka, agar hari berikutnya dapat menabur bunga dengan aman.
Setengah hari disana, sangat menyenangkan, walaupun tak ada gubuk untuk berteduh, namun sangat gembira, karena menghirup udara segar di alamku sendiri Nunkirin, Muapepeh tempat nenek moyangku mangkal. Setelah membersihkan pemakaman, dan menaruhkan sirih dan tembakau di atasnya, kami makan siang, tapi langsung disambut dengan guyuran hujan deras, akhirnya kami berlarian dan berteduh di sebuah rumah adat yang dibangung oleh tetangga kami disana. Akhirnya kamipun pulang ke desaku Fuat, dengan basah kuyup hingga tiba di rumah. Malamnya kami menuliskan nama-nama arwah kami, menyiapkan bunga dan lilin, serta berdoa pada mereka.
Hari berikutnya, di hari raya Finadu (Hari Raya Arwah), kami berkumpul di balai Desa Fuat, sambil menunggu Romo Pe.Luis Claver, yang akan datang mengadakan misa, saya dipercayakan oleh Katekis Berta untuk membacakan nama-nama para arwah, dari dua desa, (Fuat dan Cenlio/Maluhira) yang menghadiri misa Finadu ini. Belum tuntas membacanya, pastor paroki Iliomar pun datang, sehingga saya mengaselerasikan pembacaan nama-nama para arwah, hingga selesai membacakannya, dan dilanjutkan dengan misa kudus Finadu ini, bersama umat dari kedua desa yakni Fuat dan Caenliu.
Setelah misa selesai kami pun bersalaman dengan pastor dan para suster yang datang membuat misa untuk kami, dan berterima kasih pada mereka. Setelah itu kami pun bubar, dan masing-masing pulang ke rumah dan menuju ke pemakaman untuk menabur bunga di sana, dan romo serta para suster pun melanjutkan perjalanan mereka ke kampung sebelah gunung Naunil untuk mengadakan misa Finadu disana.
Keluarga kami terbagi menjadi dua kelompok, satu kelompok ke pemakaman Nunkirin, Muapepeh dan satu kelompok lainnya menuju ke pemakaman di Sapaira,Rumutauh untuk menabur bunga disana. Saya sendiri bersama adik perempuan beserta kedua anaknya, serta istri saya menuju ke pemakaman Rumutauh, dan adik John beserta anak-anakku menuju ke pemakaman Nunkirin untuk menabur bunga disana. Sekembalinya dari sana, saya bersama adik saya Adri menuju ke pemakaman I’ilari untuk menabur bunga disana, sedangkan anggota keluarga lainnya menabur bunga di pemakaman Fuat, hingga pukul 20.00 malam.
Dalam khotbahnya Pater Luis Claver, Pároku Iliomar, menyingung sedikit tentang, pentingnya kita mendoakan para arwah saudara-saudara kita yang telah lama meninggalkan dunia ini, dan kini mereka menantikan doa-doa kita agar dosa mereka dapat diampuni, dan bisa masuk ke surga. Begitu pula mereka yang telah mendiami surga, supaya dapat mendoakan kita yang masih berjuang di dunia fana ini. Setiap hari raya Finadu beliau Pater Paroki Iliomar, selalu melihat wajah-wajah baru yang hadir di tempat ini. Semoga dengan hari raya Finadu ini, dapat mengikat tali persaudaraan kita antara kita yang masih hidup dengan mereka yang telah pindah ke alam sana (purgatorium dan firdaus).
Hari berikutnya, keluarga kami berpisah, dan langsung menumpang angguna di sana kembali ke Lospalos, dan dilanjutkan ke Dili, karena hari berikutnya langsung kerja dan sekolah, masing-masing sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Saya sendiri, masih beristirahat disana hingga sore hari, baru dijemput oleh motoristaku di sore hari, kami pulang ke Lospalos, karena hari berikutnya merupakan hari kerja.
Itulah cerita indah di hari raya Finadu di kampung halamanku Desa Fuat, menabur bungga di pemakaman sanak saudara kami di alam baka sana, yang menikmati tidur panjangnya disana, menantikan kebangkitannya bersama Kristus di penghujung kehidupan yang tak menentu.
By prof.EdoSantos’24
Edisi Finadu, 2 november 2024