Oleh Aldo Jlm

Di saat-saat menjelang sakratul maut tiba, si Atira berpesan pada si Alino bahwa, “pulanglah ke rumah orang tuamu, karena aku sudah memalukanmu di hadapan banyak orang, aku mendahuluimu dan menunggumu di alam baka sana”. Sambil berkata demikian ia menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan si cowoknya Alino. Saat itu pagi-pagi buta pukul enam, hari raya arwah dimana orang-orang berbondong-bodong ke gereja dan ke kuburan untuk mendoakan para arwah.

Sepulangnya Atira ke alam baka, tubuhnya terbaring kaku di peti mayat, air matannya berlinang membasahi kedua pipinya, walau dalam sekarat, tidak seperti mayat-mayat lain, karena Ia tergiang cintanya akan kekasih jiwanya Alino yang ditinggalkan sendirian di dunia fana ini.

Ketika melihat hal ini sang kekasih Alino pun meneteskan air mata sambil berdoa dalam hatinya, “walau aku sendiri disini aku takkan melupakanmu, walau hanya sedetik saja, karena akupun selalu merindukanmu dalam doaku”. Selain itu kakak perempuan Atira yang sedang duduk disampingnya berpesan padanya bahwa, “walau kau tinggalkan kekasihmu Alino disini, dia tidak akan sendirian, kami akan menyanyanginya seperti cintamu dikala kau masih hidup, dia tidak akan kekurangan sandang pangan, mungkin hanya akan kekurangan cintamu saja”. Setelah berpesan demikian air mata Atira pun tiba-tiba terhenti mengalir dalam peti mayatnya.

Dalam keadaan duka, banyak yang berlalu lalang mengurus bisnis dunia, ada yang datang untuk melayat, ada yang mengurusnya belis maharnya. Ternyata dari keluarga si Atira menuntut mahar pada keluarganya Alino, supaya memberikan sesuatu pada mereka, kalau tidak mereka akan menguburnya di pemakamkan mereka.

Si Alino pun bingung di tengah keramaian entah mau ke mana arah tujuannya tidak jelas. Tiba-tiba dia memanjat pohon jambu yang berada di depan rumah duka dimana mayat si Atira dibaringkan, tapi tak ada orang yang melihatnya. Orang-orang pada sibuk berlalu-lalang mencarinya kesana-kemari tapi tak menemukanya. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka melihat bahwa si cowok sedang tidur di atas pohon jambu sana. Dengan perlahan mereka memanggilnya turun, dan menasehatinya agar tidak berbuat demikian. Sehingga mereka menjaga ketat gerak-gerik si cowok Alino, kemanapun perginya.

Setelah mahar belis yang diminta oleh orang tua si Atira pada orang tua si Alino, sebagian dicicil sebagaimana adat-istiadat setempat, mayatnya diantar ke rumah keluarga si cowok Alino dan bermalam disana, hingga keesokan harinya baru dikebumikan di pemakaman umum setempat. Kala itu di pagi hari tanggal 4 november 1993, pihak kepolisian pun turut sibuk mengatur lalu lintas, karena banyaknya siswa dari SMP yang datang melayat dan mengantarnya ke pemakaman setempat.

Sepeninggal si Atira di pemakaman, si Alino pun pulang dengan badan yang lemah lunglai, hatinya tersayat sembilu karena ditinggal kekasih jiwanya. Sore harinya ia kembali melayat ke kuburannya untuk menyalakan lilin dan berdoa padanya agar arwahnya tenang di alam sana. Si Alino tak ingin pulang ke rumah dan pinginnya bermalam di kuburannya Atira. Tapi kakak dan adik perempuannya selalu menjaganya sehingga mereka mengiringinya pulang ke rumah.

Malam pun tiba, si Alino membaringkan tubuhnya di tempat tidur yang kosong, membayangkan di saat-saat mereka berdua memadu kasih di tempat itu, kini kesepian dan kesunyian  yang menghantuinya. Ketika ia tidur terus membayangkan kepulangan kekasihnya ke alam baka yang kekal, dan takkan pernah kembali, hingga dia menunggu ajalnya tiba baru menyusulnya.

Ketika ia terjaga dari tidurnya si Atira pun muncul dalam mimpinya sambil berkata pada si cowoknya, “saat ini aku telah bahagia di taman firdaus, karena aku mendahuluimu ke sini, bukan atas kemauanku sendiri melainkan atas kehendak orang lain”. Setelah mendengar hal itu, ia pun langsung terbang pulang ke alamnya bagaikan malaikat kecil dari surga yang datang melawat kekasih jiwanya di dunia fana ini. Pada malam berikutnya ia muncul lagi dan berpesan pada si cowok Alino bahwa, “aku disini selalu memantaumu, kemana pun kamu pergi, kamu berbuat apa, dengan siapa kamu bergaul, aku selalu ada di sisimu dimanapun kamu berada”. Mendengar hal itu hati Alino sedikit terobati karena ditinggal sang kekasih jiwa yang sangat mencintainya.

Pada suatu pagi hari si Alino sedang bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, dan sampai di depan kantor untuk membuka pintunya, tiba-tiba ada seekor kalajengking yang jatuh dari lobang kunci, dia mencarinya tapi tidak menemukannya, rupanya dia menyelinap ke dalam celana panjangnya, dan mengigitnya, sehingga ia harus pulang mengobatinya dan balik lagi mengajar karena saat itu dia sangat rajin mengajar dan mencintai pekerjaannya. Kalajengking itu bukan kalajengking biasa tapi merupakan kalajengking gentayangan dari arwah sang kekasih jiwa Atira, yang sengaja menegur kekasih jiwa Alino, karena telat bangun membuka pintu kantor, dan menaikkan bendera merah putih di depan kantor. Karena takut polisi menegurnya sehingga ia berubah wujud dalam bentuk kala jengking untuk mengingatkan kekasih jiwanya Alino.

Begitu dan seterusnya, apa saja yang akan terjadi di sekolah itu, atau di kota dimana ia berada, ia telah memberitahunya terlebih dahulu, sehingga si Alino pun selalu waspada menghadapinya. Pada suatu malam, tiba-tiba dompet si Alino hilang, dimana dalam dompet itu ada selembar uang kertas lima ribuan. Ia mencarinya setengah mati, di seluruh sudut rumah tapi tidak menemukannya. Namun Alino berkata bahwa, kalau ia menemukan dompet itu, pasti dipotong-potong dan membakarnya. Baru berkata demikian, si Alino balik lagi ke kamar tidurnya tiba-tiba dompet dan uang kertasnya tergeletak di atas bantalnya. Ia berpikir bahwa, ini pasti kekasih jiwanya yang mengerjainya.

Kalau si Alino lagi kesepian ia selalu menyendiri di suatu tempat yang sunyi agar orang lain tidak menganggunya. Dalam kesendiriannya ia selalu menantikan kapan ajalnya tiba untuk menyusul sang kekasih jiwanya si Atira ke alam baka sana. Di sekolah pun ia sering murung, maka dihiburlah teman-temannya. Salah satu teman terdekatnya bernama Fidelis menghiburnya, bahwa harus percaya pada Yesus, dan berdoa pada kekasihmu agar tenang di alam sana. Sehingga pada malam hari mereka berdua ke gereja untuk mendoakan temannya yang lagi patah hati ini agar dapat pulih kembali. Hanya dengan cara demikian, si Alino perlahan dapat pulih kembali dari kerapuhannya, karena ditinggal kekasih jiwanya.

Bersambung….

(Visited 27 times, 4 visits today)
Avatar photo

By Aldo Jlm

Elemen KPKers-Lospalos,Timor Leste, Penulis, Editor & Kontributor Bengkel Narasi sejak 2021 hingga kini telah menyumbangkan lebih dari 100 tulisan ke BN, berupa cerpen, puisi, opini, dan berita, dari negeri Buaya ke negeri Pancasila, dengan motonya 3S-Santai, Serius dan Sukses. Sebagai penulis, pianis dan guru, selalu bergumul dengan literasi dunia keabadian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.