By Aldo Jlm

Ketika mendung menyelimuti sebuah kota kecil di ujung pulau Timor, bertemulah dua orang sejoli berlawanan jenis bernama (Alino dan Atira) yang sedang memadu kasih di bawah pohon nyiur, di sebuah desa terpencil di kota tua Lautém.

Kedua sejoli ini sedang memadu kasih dan saling mendalami isi hati mereka masing-masing, dan mencurahkannya satu sama lain. Di mana si Alino menanyakan pada si Atira. Apakah kamu mau berpacaran denganku atau tidak? Si Atira pun tersipu malu menjawabnya, aku tidak tahu, tanyakan saja pada orang tuaku. Lalu si Alino mengorek lagi, aku tidak peduli dengan orang tuamu, karena aku ingin kamu sendiri yang menjawabnya, mau atau tidak? Karena kamu yang akan mendampingiku kelak, bukan orang tuamu. Dengan tersenyum Atira pun manggut saja, pertanda bahwa dia setuju.

Dengan tanda itulah Alino pun kegirangan dengan hati yang berbunga-bunga, serasa bagai di tama firdaus, ia mulai merayunya bahwa, jika Atira pingin sekolah lagi, maka Alino pun sanggup membiayainya sampai tamat. Atira pun menerima tawaran itu dengan tersenyum tersipu malu, disaksikan oleh sebuah pohon nyiur dengan dedaunan yang sepoi-sepoi diterpa semilir angin.

Dengan senyuman tawaran yang diberikan oleh si Atira pada si Alino, maka langkah berikutnya, Alino pun mulai memberanikan diri muncul ke rumah si gadis impiannya, karena kebetulan mereka bertetangga, meskipun si Alino keluarganya berada di kejauhan di atas bukit sana, tetapi kala itu dia kost dekat rumah si cewek.

Si cewek yang statusnya yatim karena ditinggal ibunya sejak ia dilahirkan ke dunia fana ini, dan diasuh oleh mama besarnya, dimana kala itu sedang duduk di bangku sekolah SMP kelas tiga, tapi tinggal kelas. Sehingga orang tuanya sudah mengabaikan, dan si cewek pun sudah pupus harapanya untuk melanjutkan kembali studinya di sekolah itu. Maka si cowok menepati janjinya dengan membiayai sekolahnya dengan mendaftarkannya kembali di sekolah itu, hingga ia menamatkan sekolah di sebuah desa terpencil di ujung pulau Timor; karena kebetulan si cowok ini pun baru melamar kerja di sekolah itu sebagai guru honorer.

Seminggu kemudian orang tua si cowok pun mengetahui hal ini, dari kedua orang tua mereka bapaknya keras kepala dan tidak menyetujui hubungan mereka hingga ke pelaminan perkawinan. Namun si ibunya dan orang tua si cewek menyetujui hubungan mereka sehingga mereka melanjutkan hubungan ini sampai ke jenjang pelaminan perkawinan.

Bapak dari si cowok ini terus berkeras kepala, dengan memutuskan hubungannya dengan anaknya sendiri, gara-gara berhubungan dengan si cewek ini, dengan alasan yang tidak jelas, dengan menyumpahi anaknya bahwa, sampai saya matipun dia tidak boleh menabur bunga dan menyalakan lilin untukku, begitupun sebaliknya untuk anak lelaki sulungnya.

Waktu terus berjalan, orang tua si cowok (bapaknya) telah memutuskan untuk tidak berhubungan dengan putra sulungnya, namun ibunya beserta keluarga si cewek mendukungnya sehingga menyetujui hubungan kasih cinta mereka, hingga mereka hidup bersama dalam bahtera rumah tangga yang berwarna hitam putih. Cinta mereka tumbuh subur di taman hitam putih, gemerlap, bagaikan perjalanan bangsa Israel menuju tanah perjanjian, dimana jalannya setengah terang,  dan setengah gelap.

Seiring doa dan cinta yang selalu seiring sejalan, seia sekata, berpadu dalam dua insan yang memadu kasih di taman firdaus berwarna kelabu, namun telah berbuah cinta kedua insan ini. Maka pada bulan ke-enam sinar terang mulai menembus pada sisi gelapnya cinta mereka, dimana orang tua si cowok yang tadinya bersikeras tidak mau berdamai dengan anak sulungnya, hatinya mulai cair dan mengundang mereka berdua untuk berkunjung ke rumahnya, agar mendapat doa restu dan berkat darinya. Namun sesampainya disana, dia hanya memberkati dan memaafkan anak sulungnya tetapi tidak memberkati  dan memaafkan pasangannya.

Lalu selanjutnya, pulanglah si pasangan muda ini kembali ke rumah orang tuanya di kota kecil dimana ia melanjutkan studinya bersama kekasih jiwanya yang juga berkarya disitu. Setiap hari selalu bersama ke sekolah namun dengan status yang berbeda, si cewek sebagai murid dan si cowok sebagai gurunya di sekolah yang sama. Pada hari-hari besar seperti tujuh belasan agustus HUT kemerdekaan Indonesia, si cewek selalu tampil di public sebagai pelatih tarian, dan juga sebagai pemain bola voley di desanya.

Kegiatan mereka berdua selalu manise, karena selalu dilandasi dengan rasa cinta yang mereka berdua bangun bersama dalam suka maupun duka, hingga apa yang mereka berdua tahu saling mengisi satu sama lain, dimana si cowok sebagai gurunya, memberikan les tambahan pada materi apa saja yang tidak dimengerti oleh si cewek itu; begitu pula si cewek mengajari tenunan sutra kerajinan tangan pada si cowok hingga iapun tahu dan dapat mengerjakannya dengan sempurna. Ketika ada PR dari anak-anak sekolah, mereka berdua selalu berebut untuk mengoreksinya.

Pada suatu hari mereka mulai berancang-ancang untuk menikah di gereja karena orang tuanya sudah setuju semua, sehingga mereka berdua ke Dili untuk memesang jas dan gaung pengantin di penjahit Avong, namun sekembalinya dari penjahit ada suatu tanda dimana sandal yang baru dibeli dan dipake oleh si cowok itu tiba-tiba tersandung batu dan putus.

Pada suatu hari si cewek pergi mengambil kayu bakar di hutang dan tergelincir jatuh, pulang sakit. Dalam kesakitannya ia berbisik pada si cowoknya bahwa, selama hidup ia tidak pernah sakit, dan baru kali ini mendapat sakit yang serius, maka ia berkesimpulan bahwa, mungkin ini pertanda akan menemui ajalnya. Maka pada suatu malam datanglah mertua lelaki si cowok, untuk mendoakan kesembuhannya, malah berdoa salah dengan doa orang mati, sehingga bukannya di sembuh malah sakitnya bertambah.

Di akhir bulan oktober tahun 1993 kala itu memang hari kelabu bagi pasangan romantis ini, karena anak yang dikandungnya keguguran, akibat salah praktik dari seorang dukung dari kota kecil mereka berada. Sehingga anaknya dikebumikan pada awal bulan November di tahun yang sama. Dan ibunya menghembuskan nafas terakhirnya sehari kemudian di hari kedua bulan November, yang dikenal sebagai hari Raya Arwah bagi umat Katolik, karena kehabisan darah, lantaran waktu itu rumah sakit tutup sehingga tak ada dokter dan bidang yang praktek disana, begitu pula tak ada ambulance untuk membawanya ke kota Lospalos.

Isak tangis memecahkan kesunyian, keromantisan cinta mereka yang dibina, selama sepuluh bulan, hanya sementara waktu saja, berakhir dengan tragis, menyayat kalbu, membelah jiwa yang merana, menyendiri dalam kesunyian di tengah keramaian dunia yang ganas dan kejam. Si cowok merana di antara sejuta insan di dunia fana dengan hati yang rapuh, seolah-olah ia baru diciptakan sendiri oleh Tuhan di alam semesta ini, dan memohon pada Tuhan untuk memberikan Hawa yang baru baginya.

Edisi special november kelabubersambung…..

(Visited 39 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Aldo Jlm

Elemen KPKers-Lospalos,Timor Leste, Penulis, Editor & Kontributor Bengkel Narasi sejak 2021 hingga kini telah menyumbangkan lebih dari 100 tulisan ke BN, berupa cerpen, puisi, opini, dan berita, dari negeri Buaya ke negeri Pancasila, dengan motonya 3S-Santai, Serius dan Sukses. Sebagai penulis, pianis dan guru, selalu bergumul dengan literasi dunia keabadian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.