A. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Ada beberapa ahli yang mendefinisikan teori belajar konstruktivisme. Hill memberikan pengertian bahwa teori belajar konstruktivisme adalah tindakan mencipta suatu makna dari apa yang sudah dipelajari seseorang. Shymansky mengatakan bahwa teori belajar konstruktivisme merupakan aktivitas yang aktif, ketika siswa melatih sendiri pengetahuannya, mencari tahu apa yang sudah dipelajari, dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide baru dengan kerangka berpikir sendiri.
Ahli lainnya yang turut memberikan pengertian tentang teori belajar ini adalah Karli dan Margareta. Menurut mereka teori belajar konstruktivisme adalah sebuah proses belajar yang diawali dengan adanya konflik kognitif, sehingga akhirnya pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa lewat pengalaman dan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan Samsul Hadi berpendapat bahwa teori belajar konstruktivisme merupakan sebuah upaya membangun tata susunan hidup berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual yang meyakini bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia.
Menurut Jacqueline G Brooks and Martin G Brooks, hakikat pembelajaran konstruktivistik adalah pengetahuan yang bersifat non-objektif, temporer berubah, dan tidak menentu.
Hal ini karena melihat proses belajar sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaborasi, refleksi, dan interpretasi.
Pendekatan ini menekankan peran aktif individu dalam pembangunan pengetahuan dan pemahaman melalui konstruksi makna berdasarkan pengalaman, pemikiran, dan refleksi.
Definisi lainnya, teori belajar konstruktivisme adalah pembelajaran yang bersifat generatif. Artinya, belajar adalah tindakan menciptakan suatu makna atas apa yang dipelajari.
Dikutip dari buku Teori Belajar dan Aliran-Aliran Pendidikan karya Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela dkk., konsep teori belajar konstruktivisme sering dikaitkan dengan metode pengajaran yang berbasis pemusatan siswa.
Ide sentral ini memungkinkan pembangunan pengetahuan siswa sebagai titik awal pembelajaran, preferensi belajar yang tercermin dalam tindakan/ aktivitas, dan persepsi terhadap guru.
Dengan demikian, teori belajar konstruktivisme berfokus pada bagaimana cara individu membangun pengetahuan dalam memahami dunia berdasarkan konteks dan pengalaman pribadi mereka.
B. Tujuan Teori Belajar Konstruktivisme
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa pengetahuan menurut teori belajar konstruktivisme bukanlah hasil pemberian orang lain seperti guru. Melainkan proses mengkonstruksi pengetahuan oleh setiap individu.
Dalam teori belajar konstruktivisme, Piaget menekankan bahwa kecerdasan berasal dari proses mengorganisasikan (organizing) dan mengadaptasi (adaption). Pengorganisasian diartikan sebagai kecenderungan setiap anak untuk mengintegrasikan proses menjadi sebuah sistem yang saling berhubungan (Simatwa, 2010). Sedangkan Bodner(1986) mengartikan adaptasi (adaption) sebagai kecenderungan bawaan dari seorang anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Dan interaksi-interaksi tersebut akan menumbuhkan perkembangan dari organisasi mental yang kompleks secara progresif.
Menurut Baharuddin (2008), proses adaptasi merupakan proses yang berisi dua kegiatan yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif yang membuat seseorang mampu mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Proses asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus menerus sehingga setiap orang selalu mengembangkan proses ini (Suparno, 2012).
Dalam kenyataannya terkadang terjadi Ketika seseorang menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, orang tersebut tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah ia miliki. Pengalaman yang baru itu bisa jadi tidak cocok sama sekali dengan skema yang telah ada. Berkaitan dengan hal ini Baharuddin (2008) mendefinisikan akomodasi sebagai suatu proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai dengan pengalaman baru. Proses ini dapat menghasilkan terbentuknya skema baru dan berubahnya skema lama.
Dari uraian di atas tujuan dari penerapan teori ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk membantu siswa dalam memahami isi dari materi pembelajaran.
2. Untuk mengasah kemampuan siswa untuk selalu bertanya dan mencari solusi atas pertanyaannya.
3. Untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep secara komprehensif.
4. Untuk mendorong siswa untuk menjadi pemikir aktif.
Menurut Feida Noorlaila Isti`adah, MPd dalam buku Teori-Teori Belajar dalam Pendidikan, tujuan teori belajar konstruktivisme adalah:
1. Menumbuhkan motivasi belajar bagi siswa melalui tanggung jawab mereka sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan bertanya siswa dan mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa mengembangkan pemahaman konsep secara
4. Mengembangkan siswa menjadi pemikir yang mandiri.
5. Menekankan proses belajar termasuk cara belajar, strategi belajar, dan hasil belajar.
C. Konsep Dasar Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut Dr Herie Saksono, MSi, dkk dalam buku Teori Belajar dalam Pembelajaran terdapat beberapa konsep dasar dalam teori konstruktivisme meliputi:
1. Konstruksi pengetahuan, artinya individu membangun pengetahuan melalui proses interpretasi dan atribusi makna sehingga pengetahuan bukan entitas pasif. Namun hasil dari interaksi individu yang bersifat konstruktif.
2. Aktivitas kognitif, berarti teori ini menekankan pentingnya individu yang bergerak secara aktif untuk mencari, memilih, menginterpretasikan, dan mengorganisasikan informasi yang dia bangun.
3. Konteks sosial, merujuk pada proses interaksi individu baik melalui diskusi, kolaborasi, atau pemodelan yang membantu pembentukan pengetahuan karena didasarkan pada konteks sosial.
4. Pembangunan berkelanjutan, teori ini melihat proses berkelanjutan dari pembangunan pengetahuan. Hal ini karena individu dapat menegmbangkan pengetahuan mereka seiring bertambahnya pengalaman dan pengetahuan baru.
D. Tokoh Teori Belajar Konstruktivisme
Dalam buku Teori Belajar dan Aliran-Aliran Pendidikan, berikut beberapa tokoh teori belajar dengan pendekatan konstruktivisme meliputi:
1. John Dewey
John Dewey berpendapat bahwa pendidikan seharusnya menjadi proses sosial yang berusaha untuk menghubungkan pengalaman siswa sebelumnya dengan informasi yang baru diperoleh. Secara spesifik, Dewey mengatakan bahwa pengetahuan muncul dari situasi dimana pengalaman bermakna terjadi.
2. Jean Piaget
Jean Piaget mengembangkan gagasan pembelajaran aktif. Menurutnya, pengetahuan dibuat daripada ditemukan dan keterampilan tidak bisa diajarkan tetapi harus dipelajari sendiri.
Oleh karena itu, Piaget menekankan fokus pembelajaran terhadap proses bukan hasil, penggunaan metode aktif, aktivitas kolaboratif serta pemahaman logis berbasis masalah. Sehingga tingkat penyelesaian masalah (problem solving) tersebut menunjukkan adanya perkembangan kognitif individu.
3. Lev Vygotsky
Lev Vygotsky mengilustrasikan proses perkembangan dan pembelajaran melalui analogi hidrogen dan oksigen. Dalam analogi tersebut perkembangan dan pembelajaran merupakan perpaduan antara pemikiran dan perkataan yang memiliki hubungan dalam proses sosial berikutnya. Konstruktivisme Vygotsky berfokus pada peranan interaksi sosial dalam mengembangkan kognisi.
Dengan demikian, itulah penjelasan tentang teori belajar konstruktivisme yang merujuk pada pemahaman didapat melalui keterlibatan aktif siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut Jasumayanti (2013:3) teori belajar konstruktivisme memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan Teori Belajar Konstruktivisme
1. Melatih siswa supaya menjadi pribadi yang mandiri dan mampu memecahkan masalah.
2. Menciptakan kreativitas dalam belajar sehingga tercipta suasana kelas yang lebih nyaman dan kreatif.
3. Melatih siswa untuk bekerja sama dan terlibat langsung dalam melakukan kegiatan.
4. Menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna dan menumbuhkan kepercayaan diri pada siswa karena memiliki kebanggaan dapat menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari dan siswa juga merasa bangga dengan hasil temuannya.
5. Melatih siswa berpikir kritis dan kreatif.
Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme
1. Sulitnya mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur menggunakan pendekatan tradisional selama bertahun-tahun.
2. Dalam penerapan teori belajar konstruktivisme, Guru harus memiliki kreativitas dalam merencakan pelajaran dan memilih atau menggunakan media. Guru yang malas dan tidak mau berkembang akan sulit menerapkan teori belajar Konstruktivisme.
3. Siswa dan orang tua memerlukan waktu beradaptasi dengan proses belajar dan mengajar yang baru.
Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar konstruktivisme
1. Guru Pintar harus mampu membentuk pemikiran siswa bahwa bekerja secara mandiri akan menghasilkan kegiatan belajar yang lebih bermakna.
2. Mengembangkan kegiatan inkuiri di semua topik pembelajaran.
3. Memunculkan rasa keingintahuan siswa terhadap suatu permasalahan melalui bertanya.
4. Membentuk masyarakat belajar atau belajar dengan kelompok-kelompok tertentu.
E. Kesimpulan
Demikianlah penjelasan mengenai pendekatan konstruktivisme. bahwa pendekatan konstruktivisme menawarkan landasan yang kuat bagi pembelajaran yang berpusat pada siswa, di mana proses pembelajaran bukan sekadar menerima informasi tetapi aktif dalam membangun pemahaman yang bermakna. Meskipun menghadapi beberapa tantangan seperti evaluasi yang kompleks dan ketergantungan pada pengajaran yang mendukung, konstruktivisme terus memainkan peran penting dalam merangsang pemikiran kritis, kreativitas, dan penguasaan konsep yang lebih dalam. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini secara efektif,
Pendidik dapat mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan dunia yang terus berkembang dengan lebih baik
F. Referensi Rujukan
Ali, M., & Aslam, S. (2019). Impact of technology on education. Journal of Education and
Educational Development, 6(1), 1-14.
Bong, M. (2001). Between- and within-domain relations of academic motivation among middle
and high school students: Self-concept, task value, and achievement goals. Journal of
Educational Psychology, 93(1), 23–34. https://doi.org/10.1037/0022-0663.93.1.23
Bransford, J. D., Brown, A. L., & Cocking, R. R. (2000). How people learn: Brain, mind,
experience, and school. National Academy Press.
Clinic & Scientific Publications of Educational Technology. Jurnal TEKPEN, Jilid 1, Terbitan
Dewi, N. R. P., & Santosa, S. (2018). Model Konseling Pendidikan untuk Meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa di Sekolah Dasar. Jurnal Konseling dan Pendidikan, 6(3), 137-
144.
Dinata, P. A. C., Rahzianta, R., & Zainuddin, M. (2016). Self regulated learning sebagai
Dumay, X. (2019). Competency-based education and training: a global perspective. European
Journal of Education, 54(2), 165-180.
Erikson, E. H. (1950). Childhood and Society. W. W. Norton & Company.
Gysbers, N. C., & Henderson, P. (2012). Developing and managing your school guidance and
counseling program. John Wiley & Sons.
https://educhannel.id/blog/artikel/teori-pendidikan.
Psikologi pendidikan dapat memengaruhi program, kurikulum, dan pengembangan pelajaran, serta pendekatan manajemen kelas. Misalnya, pendidik dapat menggunakan konsep dari psikologi pendidikan untuk memahami dan mengatasi cara teknologi yang berubah dengan cepat membantu dan juga membahayakan pembelajaran siswa mereka. Selain itu, psikolog pendidikan memainkan peran penting dalam mendidik guru, orang tua atau wali, dan administrator tentang praktik terbaik bagi pelajar yang kesulitan dengan metode pendidikan konvensional.
Makassar, Desember 2024

Diberdayakan oleh :

Dr. Sudirman.S.Pd.,M.Si,