Alkisah seorang mahasiswa gelandangan meninggalkan keluarganya merantau ke ibukota Timor Leste, guna menimba ilmu, meniti masa depan, mendiami di rumah bapak kecilnya dalam menimba ilmu di perantauan, jauh dari ayah dan ibu kandungnya. Namun apa yang ia alami selama masa kuliahnya?
Dalam dekapan air mata ia meniti studinya di salah perguruan tinggi di kota Dili, tepatnya di Institut of Bussines (IOB) fakultas IT Teknik Komputer. Dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada, ia menekuni dunia pendidikannya, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dalam menimba ilmu di IOB tersebut.
Untung masih ada orang yang baik hati yang menerimanya di gubuk deritanya hingga meraih kesuksesan ini, jika tidak apa yang akan terjadi saat ini, kita tidak tahu. Memang betul kata pepatah, “bagaikan duri dalam daging”, itulah kehidupannya. Mengapa tidak? Karena tempat seharusnya yang dia diami sebelumnya merupakan miliknya, namun ia berubah menjadi neraka, tempat bersarangnya roh-roh jahat yang selalu menusuknya, sehingga ia tak betah menempati tempatnya sendiri.
Ia mendapat ancaman dari tuan rumahnya sendiri bahwa, “sekembalinya siang ini dari kantor, aku tidak ingin melihat mukamu lagi di rumah ini, jika tidak, kamu akan lihat akibatnya”. Akibat dari ancaman ini, maka Ia melarikan diri dari rumahnya sendiri, dan berkeliaran di kota Dili, kemana saja arah tujuan kakinya melangkah ia akan mengikutinya. Namun setibanya di persinggahan mamy kecilnya yang menahan langkah kakinya, dan memberi tumpangan ala kadarnya, hingga ia bertahan dalam suka maupun duka demi menimba ilmunya di IOB hingga ia menyeselesaikan studi strata satunya dengan sukses.
Bukan hanya mendapat tempat penginapan sementara, namun dalam kesulitannya itu, ia mendapat etika dan moral dari mamy kecilnya yang selalu memotivasinya agar bertahan dalam studinya, dengan giat belajar, meraih cita-cita dan cintanya, selama di bangku kuliah IOB. Ayah dan ibunya selalu mendoakannya dari jarak jauh di ufuk timur Timor Leste, agar ia mampu bertahan dalam cobaan hidup ini, hingga menyelesaikan studinya di bangku kuliah IOB.
Dari cobaan hidup itulah, ia mampu berdikari, dan mendapat cahaya ilahi yang menerangi jalannya, hingga menemukan seorang bapak yang baik hati, dimana ia menawarkannya untuk menjaga kiosnya di salah satu tempat terpencil di kota Dili. Hal ini ia lakukan agar dapat menyambung hidupnya di perantauan supaya kuliahnya tetap lancar. Namun pada akhirnya ia juga mengalami cobaan dari boss kiosnya, dengan menuduhnya korupsi. Akhirnya iapun memutuskan untuk mencari tempat yang baru untuk mencari nafkah sendiri.
Dari hasil keputusannya itulah, ia mampu berdikari, karena atas motivasi dan dorongan dari ayah ibu tercintanya di kejauhan, dan memberikan sedikit modal untuk menyewa sebuah kos kecil, agar ia berbisnis demi menyambung hidup dan melanjutkan studinya di IOB. Berkat doa dari ayah dan ibu kandungnya sendiri, ia berhasil mencoba membuka usahanya sendiri di tengah hiruk-pikuknya kota Dili yang panas.
Dari situlah ia menemukan jati dirinya sebagai mahasiswa gelandangan dalam meraih cita-cita dan cintanya. Ia menemukan tulang rusuk, belahan jiwanya hingga meringgankan penderitaanya selama ini. Membuatnya ia termotivasi dalam bisnis kecilnya, hingga belahan jiwanya meraih gelar S1 duluan di perguruan tinggi negeri (UNTL), fakultas keguruan dan pendidikan, jurusan kimia.
Beberapa bulan kemudian iapun mengikuti jejak belahan jiwanya, melakukan penelitian, menyusun skripsi, lalu mengikuti ujian skripsi, yudisum dan berakhir dengan wisuda di CCD pada tanggal 16 desember 2024, dengan menggenggam nama samaran baru yakni gelar S1 (L.Ti/Lisensiatura Teknik Informatika) di área teknik IT (Informasi Teknologi) IOB, dimana ia dibekali selama di bangku kuliah untuk berbisnis dan berdikari, bukan tergantung pada orang tua, tetapi mampu berdikari dalam kehidupan dunia yang serba susah ini.
Sama seperti kisah Yesus yang tidak diterima dalam lingkungannya sendiri, walaupun Ia datang pada milikNya, tetapi milikNya tidak menerimaNya. Begitulah kisah mahasiswa gelandangan ini, yang hidupnya terlunta-lunta dalam meniti pendidikan dengan bersusah payah, akhirnya berhasil juga. Memang benar kata pepatah, “berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian“.
by Aldo Jlm’25