Sistem budaya patriarkal di negara tercinta Timor-Leste ada benarnya di masa lampau dan di masa kini. Aku seorang perempuan yang tidak mudah terjebak pada budaya asing dan aku mencintai budaya bangsaku yang sudah jadi warisan nenek moyangku dulu.

Mengapa aku mengatakan demikian? Sebuah spekulasi dimana perempuan yang lahir dari rahim seorang wanita yang dianggap lemah, karena terlalu menunduk menuruti arus pemikiran Budaya patriarkal telah lahir perempuan hebat dan berani di era globalisasi.

Budaya merupakan sebuah warisan yang butuh kita lestarikan bukan kita tinggalkan karena lebih menyukai atau terjebak ke dalam budaya luar, karena budaya sesungguhnya adalah jati diri sebuah negara yang harus kita katakan, sebagai sebuah fondasi yang pada akhirnya tetap lahir di hari generasi muda yang benar-benar mencintai budayanya.

Inilah sedikit cerita pendek dari diriku yang dianggap hina bahkan sampah namun, ingin bangkit jadi pupuk bagi sistem budaya patriarkal yang salah menurut orang lain, akan tetapi menurutku budayaku benar tidak ada yang salah, jika ingin disalahkan bukan budaya patriarkal akan tetapi pemahaman minim orang berbudaya yang terjebak dalam budaya luar, pada akhirnya menyalahkan Budaya sendiri sama halnya kita menyalahkan diri sendiri.

Saat aku berani menceraikan suamiku dalam hitungan menit, aku tidak tahu tapi seperti halnya aku sedang keluar dari cengkeraman duri.

Entah mengapa tidak ada air mata, tidak rasa sakit, tidak ada balas dendam, tidak ada rasa cemburu bahkan justru bahagia. Hal itu membuat orang lain justru bertanya ada apa? Siapa? Mengapa? Kapan? Dimana dan bagaimana? Intinya formula bahasa jurnalistik tentang 5W+1H pun turut berkobar.

Jika bercerai itu tidak di benarkan oleh Tuhan mengapa juga perselingkuhan masih terjadi? Sebuah pertanyaan muncul pada saat itu. Jika aku sudah berjanji di depan altar bahwa aku akan sehidup semati bersamanya dalam situasi apapun, maka apakah aku harus memilih bertahan sepanjang sejarah perkawinan, agar orang lain bermain drama lagi dan menyalahkan sistem budaya patriarkal tempat di mana aku lahir, tumbuh dan berkembang salah menurut spekulasi orang lain? Tentu tidak.

Karena setiap orang akan belajar berdiri sendiri bermula dari sistem budaya patriarkal bukan perjanjian semata jadi aku tetap membenarkan bahwa keputusanku benar jika pun masuk neraka kelak karena aku sudah menikamati surgaku dengan keputusan yang adil dan tepat yakni bercerai.

Bentuk pertanyaan 5W+1H itu adalah rumus profesi wartawan namun itu jadi bumerang orang biasa mengapa aku harus menjawab, karena menjawab itu butuh energi dan aku akhirnya mengalihkan semua pertanyaan yang sifatnya hanya menyita waktu.

Jika kita dididik dalam sebuah keluarga yang benar, di besarkan dengan ajaran moral dan agama yang benar, maka keputusanku selalu yang terbaik bagi diriku bukan bagi orang lain.

Karena saat ayah berkata jika kelak kalian menikah dan hidup kalian menderita maka pulanglah karena ayah ibu akan selalu menerima kalian dengan iklas, pintu rumah selalu terbuka untuk kalian, kamar tidur kalian selalu menunggu kehadiran kalian, bahkan wajan, panci, piring dan sendok serta gelas yang dulu kalian pakai selalu tersimpan rapi jadi pulanglah ketika suasana di rumah barumu membawa derita, karena sejelek apapun rumahmu dia adalah tempat ternyaman yang ayah dan ibu jadikan tempat mendidik dan membesarkan kalian.

Saat itu aku benar-benar rapuh menyembunyikan penderitaanku hanya ingin buat ayahku tersenyum karena aku bangga pada didikan ayah dan ibu. Meskipun mereka tidak sejago ayah ibu teman-teman lain tapi mereka adalah sandaran jiwa & ragaku juga sanak saudaraku.

Pada akhirnya perlahan-lahan aku menyadari bahwa sungguh hebat kasih sayang ayah dan ibuku. Meskipun aku telah menyenbunyikan goresan luka dan penderitaan selama ia hidup namun, ayah masih sempat menyelamatkanku ketika jiwanya telah terpisah oleh raga.

Saat aku menderita ayah merasa namun, aku sempat berjuang ingin membenarkan semua bahwa pilihan aku tepat dan aku akan buktikan lewat proses waktu ketika ayah masih hidup.

Namun ketika ayah meninggal dunia aku sudah tak bisa berbohong lagi karena ia telah jadi roh dan lebih tahu serta lebih mengetahui apa yang tidak aku ketahui. Akhirnya tetap menjagaku, memahamiku sampai memberikanku kebebasan untuk memilih hidup sendiri dengan petunjuk ayah pula.

Jadi menurutku sistem budaya patriarkalku tidak ada yang salah. Pilihanku pula tidak ada yang salah, tapi jika di salahkan mungkin saja pilhanku yang salah, bukan rahim wanita yang salah juga atau sistem budaya patriarkal, karena aku justru jadi berani karena sistem budaya patriakal itu.

Jadi spekulasi orang lain itu tidak semua benar baik tentang cara berpikirmu, cara bicaramu, karakteristikmu, budayamu, moralmu, etikamu, juga agamamu hanya spekulasi saja kayaknya manusia tapi kita sendiri yang lebih tahu siapa diri kita, apa yang telah terjadi dan apa yang telah kita alami atau lalui adalah keputusan kita.

Jika kita terlahir dari rahin yang lemah karena perkenan sistem budaya patriarkal jangan salahkan sistem itu karena sistem itu sudah jadi warisan, akan tetapi perbaikan diri untuk jadi terbaik.

Mengapa demikian? Karena setiap manusia itu memiliki latar belakang kehidupan yang tidak sama baik dari cara lahir, tumbuh dan berkembang hingga jadi diri sendiri.

Alasnya semua anak-anak baik yang tumbuh dari rahim yang lemah secara fisik, justru akan jadi kuat dan berani karena ajaran serta menganut sistem budaya yang ada. Ada pula yang lahir dari rahim yang kuat tapi dalam pertumbuhan mental jadi lemah, jadi tidak boleh gegabah terhadap spekulasi orang lain di sekitar kita, tapi terus berpikir bagaimana jadi diri sendiri dengan keputusan yang ada.

Yang jelas kebanggaanku sebagai seorang anak perempuan yang berasal dari sistem budaya patriarkal karena dengan sistem budaya ini aku lahir, tumbuh dan berkembang hingga menemukan ide cemerlang di balik kebiasaan kehidupan yang sudah terstruktur.

Ada begitu banyak yang mengatakan bahwa sistem patriarkal itu membuat kaum wanita jadi lemah di hadapan publik, tapi kenyataannya banyak wanita-wanita hebat yang jadi pemimpin di segala aspek kehidupan, baik di dalam keluarganya, masyarakat maupun negara tetap memegang tanggung jawab full, bahkan menyimpan gaji suami juga wanita. Jadi harusnya kita syukuri akan sistem budaya patriakal yang ada karena menikah wanita berpindah alamat serta beralih dari tanggung jawab sebagai anak ke istri dan menjadi ibu.

Namun di balik sistem itu banyak kaum pria, justru meruntuhkan istrinya apabila kedua bela pihak keluarga saling respek dan mentaati aturan bersama dalam sistem itu sendiri.

Jadi ketika seorang merasa bahwa ia dimanipulasi sebenarnya bukan salah sistem budaya patriarkalnya, tapi kesadaran akan orang-orang yang terlibat dalam budaya itu yang kurang paham arti sesungguhnya.

by Bu Dev’1125.

(Visited 28 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Devinarti Seixas

Penulis dan Pendiri KPKers Timor Leste, dengan mottonya: "Kebijaksanaan bukan untuk mencari kehidupan melainkan untuk memberi kehidupan dan menghidupkan". Telah menyumbangkan lebih dari 100 tulisan berupa; berita, cerpen, novel, puisi dan artikel ke BN sejak 2021 hingga sekarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.