Jemari lincah menari di atas layar telepon seluler mencari kendaraan online untuk pulang ke hotel. Seharian menghadiri sebuah pertemuan yang waktu tempuhnya 2 jam perjalanan. Jalan macet, karena selain sebagai jalan negara antar provinsi dengan volume kendaraan yang tinggi, juga karena masih bulan Agustus, banyak kegiatan rutin dalam rangka peringatan ke-80 kemerdekaan RI. Malamnya, mampir dulu di sebuah cafe, menghayal, lalu menulis.
Akhirnya ketemu kendaraan di aplikasi hijau. Sekitar 100 meter jauhnya, tapi ada garis merah di sepanjang jalur ke tempat saya. Tercantum di layar, 3 menit sampai. Dari nama sopir, jelas ketahuan kalau dia dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Memang, di pulau ini sepertinya sopir kendaraan online kebanyakan dari NTT, selain Pulau Jawa bagian Timur. Orang lokal lebih banyak di sektor jasa lain, seperti hotel dan rumah makan.
Lihat nomor plat, depan DK belakang H, berarti dari Kabupaten Tabanan. Beberapa menit kemudian, sebuah SUV (Sport Utility Vehicle) berwarna silver berhenti, lalu saya naik. Basa basi sebentar lalu mulai buka pembicaraan dengan gaya menodong: bang Yosef (nama sopir) pasti dari NTT.
Dia bilang iya, lalu menyebut sebuah nama yang terkenal dengan lagu dan tarian fenomenal beberapa tahun lalu. Maumere, ibukota Kabupaten Sikka.
“Sudah berapa lama sopir online?”
“Enam bulan.”
“Wah, baru aja. Sebelumnya di mana?”
“Di Kaltim.”
“Kaltim di mana?”
“Samarinda 2 tahun, lalu pindah ke Berau.”
Percakapan berlanjut. Dia sebenarnya cuti untuk pulang ke NTT karena kakaknya menikah, awal 2025. Saat mau kembali kerja, ada kabar dari bosnya di Berau kalau dia akan dipindahkan ke sebuah kabupaten di Kalimantan Barat. Dia tidak mau, dan memutuskan menyeberang ke pulau ini jadi sopir online. Ikut saudara, katanya.
Saat ditanya pengalaman kerjanya, Yosef yang kerja di bengkel perusahaan menyebut untuk jenis pekerjaan yang dilakoninya bisa membuat karyawan pendatang serasa berada di surga. (Memang sudah pernah ke sana ya). Di Samarinda dan Berau pekerjaannya dia mendapat gaji utuh, tunjangan ada, uang makan ada, mess gratis, dan masih bisa menyisihkan untuk kirim ke keluarga. Dalam hati saya, di mana-mana juga bisa ngirim yang penting bisa mengatur gaya dan pola hidup.
“Kalau ada lagi kesempatan ke Kaltim, saya akan tinggalkan kerjaan di sini dan langsung berangkat,” katanya tanpa ditanya. Jadi sopir ini hanya sementara, sambil menunggu panggilan kerja.
Meski katanya enak kerja di Kalimantan Timur, Yosef juga berikan catatan penting tentang tingginya biaya hidup. Dan itu masih membuatnya culture shock dari awal sampai dia pulang ke NTT. Katanya, dengan gaji bulanan selama 2 tahun, jika tidak mendapatkan fasilitas seperti yang disebutkannya, maka kemungkinan kecil bisa menabung.
“Biaya hidup di Kaltim sangat tinggi, om,” tadi dia bilang Bapak, sekarang panggil Om. Mungkin karena merasa sudah akrab. “Dia sangat antusias bercerita tentang Samarinda dan beberapa daerah yang didatanginya. Rupanya, pekerjaan sebagai mekanik membuatnya mengunjungi beberapa outlet atau kantor cabang di daerah sekitar. Dia fasih menyebutkan nama-nama tempat di Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Balikpapan dan Bontang.
Sebelum berpisah, Yosef minta untuk menyimpan nomor HP saya. Beberapa detik saya diam, dia lalu berkata: jangan khawatir om, saya hanya akan ke Kalimantan Timur kalau dipanggil kerja, bukan untuk datang minta kerjaan ke om. Hahaha bukan itu. Lalu mempersilakan dia menyimpan nomor saya.
So impressive. Pengalaman Yosef terbawa turun dari taksi, terngiang-ngiang di telinga. Sampai di kamar, beberapa ceritanya masih lengket di telinga. Tak hilang meski dibasuh hangatnya air shower, dan air wudu. Tak juga sirna meski sudah ganti baju untuk tidur. Saat rebah mau tidur, kata-kata Yosef kembali muncul satu-satu. Mungkin karena ceritanya tentang perantau, jadi dinamikanya agak lain.
Mata menatap langit-langit, menerawang ke kabupaten yang sudah seperempat abad saya diami, Paser. Mengeja satu per satu kehidupan para perantau. Dari Jawa, Sulawesi, Sumatera, Madura, Bali, Kalimantan Selatan dan Tengah, dan tentu saja dari Nusa Tenggara. Mungkin ada keluarga Yosef. Keluarga jauh. Dari nabi Ishak as.
Tiga pekan kemudian…..
Sebuah pesan singkat berupa file foto masuk ke HP saya. Nomornya tidak tersimpan. Tapi saya buka file foto itu. Sebuah foto SUV warna putih dengan plat DK-H terendam separuh. Keempat roda tidak kelihatan. Tidak ada keterangan atau pesan lain menyertai foto itu. Tapi di dunia jurnalistik dikenal istilah, satu foto sama dengan seribu kata.
Rupanya banjir yang melanda sebagian wilayah Bali terkena pada Yosef. Saya coba menghubungi nomor itu melalui telepon WhatsApp. Sekali, dua kali, tidak ada jawaban. Ringing atau berdering. Artinya nomornya aktif. Lalu mencoba mengetik: Apa kabar? Muncul tanda conteng dua. Warna putih.
Beberapa saat kemudian tanda conteng putih itu berubah jadi biru. Lalu typing. Muncul pesan singkat: kami kebanjiran om. Tapi Puji Tuhan tidak terlalu parah. Pesan itu dibalas dengan ucapan bela sungkawa dan doa semoga masalah cepat selesai. Dijawab, Aamiin.
Akhir pekan, dia telepon dan menceritakan semuanya. Semua terjadi begitu cepat. Tempat tinggal Yosef terkena bencana belakangan. Dia dan keluarga sudah dengar kejadian di wilayah lain, sehingga sempat waspada, menyelamatkan barang-barang dalam rumah. Dalam hitungan jam, air mulai datang, dan semakin naik.
Sambil mendengar ceritanya, terdengar suara-suara lain di belakangnya, menandakan banyak yang sibuk. Tidak ada percakapan tentang rencananya ke Kalimantan Timur. Bukan waktu yang tepat untuk menanyakan itu.
Terlihat di berita bencana alam di Bali telah merenggut korban jiwa dan merusak banyak bangunan. Semoga Yosef dan keluarganya baik-baik saja di sana.
Torang nin tau kapan tu badai datang
Torang nin tau kapan musibah datang
Yang torang tau Tuhan sayang pa torang
Ba sabar jo, doa torang panjatkan
Mari jo torang baku sayang
Mari jo orang baku jaga
Mari jo torang baku pegangan tangan
Basudara baku sayang
Basudara baku rasa
Basudara torang baku jaga
Percaya ini Tuhan pe cara
Percaya ini Tuhan pe sayang
Percaya Tuhan sayang pa torang
Ini peringatan untuk torang samua, untuk torang semua
(Baku Jaga, Ungu)
Malang-Jawa Timur, 12 September 2025