Ketika sang inspirator Sipil Institute, Bang RIM merekonstruksi IBU sebagai wakil Tuhan di bumi, hampir seluruh pelajar menangis mengingat perjuangan dan kasih sayang ibu. Aku pun tidak sempat menahan air mata ini mengingat sosok ibu yang terpisah jarak dan waktu. Jangan pernah meneteskan air mata kesedihan ibu, agar harum semerbaknya bunga-bunga di taman-taman surgawi bermekaran menyambut kita.

Hari ini aku kembali bertemu dengan ibu tercinta di kampung kelahiranku Soppeng, setelah dua tahun terhalang pandemi. Aku kembali mengenang perjuangan ibuku membesarkan anak-anaknya dalam kesederhanaannya. Ada ungkapan penuh makna dari orang tua dulu di kampung ketika menyekolahkan anak-anaknya, “Namu sulara ilalenge deto nullei sellei, namun engka maneng dallena nanae”. Kurang lebih artinya, biar celana dalam tidak bisa diganti, namun setiap anak pasti ada rejekinya.

Kalimat itu adalah sebuah pernyataan tentang pengorbanan dan keikhlasan tanpa batas dan tanpa syarat dalam menghantarkan anak-anaknya menjadi “orang”. Demikian istilah bagi orang tua ketika berhasil menjadikan anaknya berpendidikan. Suatu kesyukuran ibuku masih sempat menyaksikan anak-anaknya menjadi “orang” (baca: kehidupannya cukup) hingga saat ini. Semoga sang wakil Tuhanku di bumi senantiasa selalu diberi kesehatan, hingga bisa berjumpa kembali, memeluk erat, dan mencium penuh jiwa pintu surgaku. []

Bumi Latemmamala, 10 Juni 21

(Visited 449 times, 1 visits today)
4 thoughts on “Wakil Tuhanku di Bumi”
    1. Sangat menyentuh, Semoga Ibunda tercinta panjang Umur dan selalu dalam lindungan yg maha kuasa. Aamiinn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.