Oleh: Gugun Gunardi*
Pengantar:
Prabu Siiiwangi, seorang raja yang terkenal dari Kerajaan Pajajaran, ternyata memiliki karakter yang khas di dalam memimpin dan membawa kerajaannya ke puncak kejayaan.Karakter tersebut yaitu Dasa Pasanta. Karakter yang menjadi pegangan dalam membawa Kerajaan Pajajaran ke puncak kejayaan. Hal ini terungkap dari naskah Sanghyan Siksa Kanda’ang Karesian (SSKK).
Di dalam SSKK, secara tersirat mengemuka bahwa ketika memimpin, Prabu Siliwangi dikenal dengan menjalankan Dasa Pasanta. Dasa Pasanta memilik arti “sepuluh penerang”, yaitu cara memberikan perintah yang baik agar orang yang diberi perintah dapat melaksanakan tugasnya dengan kesungguhan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Pembahasan:
Sepuluh Penerang (Dasa Pasanta) tersebut adalah sebagai berikut;
1) Guna = manfaat. Perintah tersebut harus dapat dipahami manfaatnya, atau kegunaannya, sehingga tidak terjadi salah pengertian ketika menerima perintah.
2) Ramah = ramah, bijaksana bestari. Keramahan pemimpin akan mendatangkan rasa nyaman dalam melaksanakan pekerjaan. Suasana yang mengesankan dengan keramah-tamahan akan membangun suasana yang sangat kondusif.
3) Ho’ok atau Ho’okeun = kagum. Perintah itu dianggap sebagai representasi kekaguman rasa menghargai seorang pemimpin kepada orang yang diperintahnya.
4) Pesok = reueus, atau ‘bangga’. Perintah yang disampaikan oleh pemimpin, dtuturkan dengan cara yang menimbulkan kebanggaan bagi yang diperintahnya, hal ini akan memotivasi kepercayaan diri pribadi yang diperintah.
5) Asih = kasih sayang. Perintah disampaikan dilandasi perasaan kemanusiaan yang penuh dengan getaran kasih, sehingga yang diperintah merasakan getaran kebersamaan dengan pemimpinnya.
6) Karunia = karunia, belas kasih. Perintah yang disampaikan, harus terasa sebagai suatu karunia atau kepercayaan dari pemimpin kepada yang dipimpinnya. Sehingga perintah akan dilaksanakan sepenuh hati.
7) Mukpruk = menentramkan hati. Pemimpin seyogyanya harus mampu menentramkan hati yang dipimpinnya dengan menumbuhkan semangat kerjanya lebih baik lagi.
8) Ngulas = mengulas, mengoreksi atau memberi pujian. Cara mengulas dapat disampaikan dengan berbagai macam, yang penting ada respon pujian terhadap pekerjaan mereka.
9) Nyecep = memberi perhatian berupa moril maupun materil. Bisa jadi hanya berupa ucapan terima kasih, atau pemberian ala kadarnya sebagai penyejuk hati yang diperintah.
10) Ngala Angen = mengambil hati. Menarik simpati bawahan, menghubungkan tali silaturahmi yang dapat menimbulkan rasa kesetiaan (loyal) kepada sang pemimpin.
Penerapan Dasa Pasanta inu disertai pula dengan soft skill silih asih, silih asah, silih asuh = saling mengasihi, saling memperbaiki, saling mengasuh dalam menerapkan dan melaksanakan konsep Dasa Pasanta.
Kualitas pribadi seorang pemimpin, akan tampak dalam perilaku kesehariannya, dan itu semua akan sangat bergantung pada karakter, tabiat atau kepribadian yang melekat pada diri seorang pemimpin. Faktor yang dapat menumbuhkan kharisma itu dalam SSKK disebut dengan istilah Pengimbuhning Twah
Pangimbuhning Twah seorang pemimpin, baru bisa terwujud bila pada pribadinya melekat karakter kepemimpinan yang disebut Pangimbuhning Twah atau pelengkap untuk mempunyai twah / kharisma/ pamor. Konsep ini lebih cenderung sebagai unsur agar pemimpin memiliki karakter sebagai seorang panutan.
Ada dua belas Pangimbuhning Twah yang harus menjadi penanda karakter pemimpin, yaitu :
1) Emet = tidak konsumtif. Dalam idiom Sunda dikenal dengan “saeutik kudu mahi, loba kudu nyesa; bisa ngeureut neundeun.” Seseorang yang terbiasa untuk tidak konsumtif akan mampu mengendaikan keserakahannya. Terhindarlah dia dari prilaku korup.
2) Imeut = teliti, cerdas, disebut sebagai “kudu nastiti taliti tur ati-ati;
ulah bobo sapanon, carang sapakan, tusuk langkung kepang halang “. Betapa banyaknya waktu terbuang jika seseorang memperbaiki kesalahan-kesalahan karena ketidak-cermatan yang telah diperbuatnnya.
3) Rajeun = Searti dengan rajin. Bahagialah orang yang mampu memanfaatkan umurnya dengan rajin berkarya, inovatif dan produktif.
4) Leukeun = tekun. Tekunnya dalam menggapai apa yang dicita-citakannya. Hidup adalah proses, tidak pernah ada yang instan, sekali seduh bisa dimakan.
5) Paka pradana = berani tampil “berbusana apa pun, beretika/beritiket. Setinggi apa pun kualitas jati diri seseorang, tetapi jika tidak berani tampil mengekspresikan jati dirinya, maka hanya tinggal angan-angan saja.
6) Morogol-rogol = besemangat, beretos kerja. Semangat hidup untuk berkarya dengan kualitas unggul, akan menjadi dorongan rohaniah yang memompa talenta positif kita untuk bisa diaktualisasikan dalam hidup yang nyata.
7) Murusa ningsa = berjiwa pahlawan, jujur, berani. Kreasi dan inovasi, pembaharuann yang kualitas prima hanya terlahir dari manusia-manusia yang berjiwa pahlawan.
8) Widagda = bijaksana, rasio dan rasa seimbang. Kebiasaan bijaksana dalam menentukan suatu tindakan, mencerminkan kehati-hatian di dalam tindakan.
9) Kapitan = berani berkorban untuk keyakinan dirinya. Tidak ada keberhasilan tanpa perjuangan; tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan, tidak ada pengorbanan tanpa keyakinan. Keyakinan itu adalah satu-satunya cara untuk mencapai ambisi hidup seseorang.
10) Karawelaya = dermawan. Hidup adalah kebersamaan dengan orang lain Kesalehan sosial sangat diperlukan. Orang Sunda bilang “someah hade ka semah, tapi ulah rek balangah. Rejeki pabagi-bagi, kabungah silih agehan. Ramah kepada tamu, dan saling berbagi, saling mewujudkan kegembiraan.
11) Cangcingan = cingceung, tangginas, terampil, cekatan. Kesempatan itu adalah momentum yang silih berganti, tetapi sulit dapat diprediksi kapan terulang kembali. Maka hanya orang yang tangginas/cekatan saja yang akan mampu memanfaatkan momentum keberhasilan itu.
12) Langsitan = rapekan, segala bisa, pro aktif. Manusia-manusia yang serba bisa dan pro aktif yang paling berkesempatan untuk meraih kesuksesan.
Disamping penanda di atas, di dalam SSKK pun disebut secara tegas, bahwa ada 4 karakter yang tidak boleh dipunyai seorang pemimpin yang ingin mempunyai kharisma.
Opat paharaman = empat hal yang diharamkan, sifat yang tidak boleh dimiliki seorang pemimpin.
1) Babarian = mudah tersinggung. Orang yang mudah tersinggung akan hilang kesempatannnya untuk meraih keberhasilan. Orang lain akan merasa terganggu untuk menjalin pertemanan dengan orang yang mudah tersinggung. Cara berpikirnya sangat sempit, arogan, cepat marah dan selalu ingin menang sendiri. Babarian pun bisa diartikan mudah terprovokasi, mudah dipengaruhi orang lain.
2) Pundungan = mudah merajuk. Orang yang mudah merajuk akan kehilangan kesempatan dalam segala hal. Tidak bisa bekerjasama, dan mudah puas diri.
3) Humandeuar = berkeluh kesah. Orang berperangai seperti ini akan kehilangan etos kerja. Tidak disenangi orang dan tidak bisa bekerja sama. Orang yang biasa berkeluh kesah seibarat yang tengah menghipnotis dirinya menjadi makhluk lemah lunglai, kehilangan jati dirinya.
4) Kukulutus = menggerutu. Orang penggerutu menandakan karakter rendah. Selalu berpikir negatif. Sering mengkambing hitamkan orang lain. Tidak bertanggungjawab. Rasa kesetiakawanannya tipis. Kadang-kadang jadi pengkhianat. Disebut juga sebagai orang yang munafik. Peribahasa Sunda menyatakan orang seperti itu sebagai “Beungeut nyanghareup ati mungkir” (munafik).
Penutup:
Itulah karakter kepeminpinan Prabu Siliwangi dengan Dasa Pasanta, serta karakter lain yang melengkapi ketokohan Prabu Siliwangi sehingga dapat membawa Kerajaan Pajajaran ke masa keemasan.
Soft skill tersebut tertulis di dalam naskah kuno SSKK. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan soft skill, atau pendidikan karakter saat ini, apa yang tercantum dalam SSKK tersebut masih relevan untuk digunakan di era global saat ini. Mungkin hanya penulisan istilahnya yang berbeda di antara yang termaktub di dalam SSKK dan Soft Skill.
Caaaggg…
*Penulis: Dosen Tetap Universitas Al Ghifari.