Oleh : Muhammad Sadar*
Negara Indonesia sebagian besar penduduknya masih bertumpu pada kebutuhan dan pemenuhan pangan utamanya yaitu padi/beras, sehingga pemerintah harus berjibaku menyiapkan ready stock beras setiap tahun 2-3 juta ton. Karena itu, kita harus berpikir mencari komoditi suksesor yang mampu mengimbangi pemenuhan konsumsi pangan tersebut.
Salah satu komoditi serealia yang bisa mensubstitusi bahan pangan tersebut adalah tanaman “Sorgum” sebagai komoditas pangan lokal yang memiliki nilai strategis dan ekonomis yang tinggi. Mulai dari batang, daun, hingga bijinya. Selain beras, sorgum juga bisa mensubtitusi kebutuhan tepung terigu/ gandum nasional, sebagian atau seluruhnya sesuai dengan peruntukannya.
Secara umum, tepung sorgum dapat diolah menjadi produk pasta, bakery, roti, aneka kue, serta makanan tradisional. Menurut Suarni dalam bukunya dicatat kandungan pati tepung sorgum cukup tinggi sekitar 80,42%, serta tidak mengandung glutein seperti yang terdapat dalam gandum. Jadi aman untuk penderita penyakit intoleran terhadap glutein.
Komposisi nutrisi sorgum seperti serat, protein dan mineral terutama kalsium, fosfor dan zat besi lebih tinggi dibandingkan beras.Tanaman sorgum mudah tumbuh diberbagai lingkungan tanah dan punya potensi besar untuk dibudidayakan di wilayah tropis, serta beradaptasi luas terhadap iklim kering.
Wilayah pengembangan sorgum saat ini masih berpusat di Jawa dan NTT. Data Direktorat Serealia 2022-2023 menunjukkan akan dilakukan pengembangan sorgum di wilayah Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi, plus wilayah Pulau Jawa dan NTT dengan estimasi luas tanam bisa mencapai 115 ribu ha. Data BPS 2019-2020 mencatat produksi sorgum nasional baru mencapai 4000-6000 ton setiap tahun.
Dalam sistem pengembangannya di tingkat lapangan, tantangan yang dihadapi adalah dikhawatirkan akan terjadinya pergeseran penggunaan lahan terhadap budidaya komoditi pangan utama (padi, jagung, kedelai). Kemudian berikutnya adalah ketersediaan sarana produksi yang masih mahal dan terbatas seperti benih unggul dan pupuk. Bisa jadi sorgum tidak termasuk dalam alokasi pupuk bersubsidi dibandingkan dengan komoditi pangan utama di atas.
Selanjutnya, hilirisasi dan diversifikasi produk ketika hasil panen bisa melimpah. Persoalannya apa sudah ada buyer/off taker yang sanggup untuk menyerap semua hasil panen petani termasuk ketetapan satuan harga panen oleh Pemerintah. Karena itu, kebijakan pemerintah sangat diharapkan untuk memastikan suatu komoditi terutama sorgum ini agar bisa lebih berkembang dan mendukung upaya untuk mensejahterakan keluarga petani menuju pertanian maju mandiri modern.
*Pegawai Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Barru