Oleh: Gugun Gunardi*
Prabu Siiiwangi, adalah seorang raja yang terkenal dari Kerajaan Pajajaran, Beliau ternyata memiliki karakter yang khas di dalam memimpin dan membawa kerajaannya ke puncak kejayaan.
Karakter tersebut di dalam Parigeuing (Kepemimpinan) di dalam Naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian (SSKK), dikenal dengan istilah Pangimbuhing Twah. Karakter yang menjadi pegangan Sang Raja, yang membawa Kerajaan Pajajaran ke puncak kejayaan. Hal ini terungkap dari naskah SSKK tersebut, bahwa di dalam SSKK, secara tersirat menjelaskan, bahwa ketika memimpin, Prabu Siliwangi dikenal dengan memiliki karakter Pangimbuhing Twah dengan 12 karakter.
Dengan Pangimbuhing Twah, membuat Sang Prabu, dikenal sangat baik dan bijaksana oleh rakyatnya. Rakyat dan para bawahannya, sangat hormat kepada Sang Prabu, rasa hormat yang terbentuk karena kharismatik yang terbentuk pada diri Sang Raja.
Kualitas pribadi seorang pemimpin, akan tampak dalam perilaku kesehariannya, dan itu semua akan sangat bergantung pada karakter, tabiat atau kepribadian yang melekat pada diri seorang pemimpin. Faktor yang dapat menumbuhkan kharisma itu dalam SSKK disebut dengan istilah Pengimbuhning Twah.
Kharisma seorang pemimpin, baru bisa terwujud bila pada pribadinya melekat karakter kepemimpinan yang disebut Pangimbuhning Twah atau pelengkap untuk mempunyai twah, mempunyai kharisma, atau pamor. Konsep ini lebih cenderung sebagai unsur agar pemimpin memiliki karakter sebagai seorang panutan.
Ada dua belas Pangimbuhning Twah yang harus menjadi penanda karakter pemimpin, yaitu:
1) Emet = tidak konsumtif. Dalam idiom Sunda dikenal dengan “saeutik kudu mahi, loba kudu nyesa; bisa ngeureut neundeun.” Seseorang yang terbiasa untuk tidak konsumtif akan mampu mengendaikan keserakahannya. Terhindarlah dia dari prilaku korup.
2) Imeut = teliti, cerdas, disebut sebagai “kudu nastiti taliti tur ati-ati;
ulah bobo sapanon, carang sapakan, tusuk langkung kepang halang “. Betapa banyaknya waktu terbuang jika seseorang memperbaiki kesalahan-kesalahan karena ketidak-cermatan yang telah diperbuatnnya.
3) Rajeun = Searti dengan rajin. Bahagialah orang yang mampu memanfaatkan umurnya dengan rajin berkarya, inovatif dan produktif.
4) Leukeun = tekun. Tekunnya dalam menggapai apa yang dicita-citakannya. Hidup adalah proses, tidak pernah ada yang instan, sekali seduh bisa dimakan.
5) Paka pradana = berani tampil “berbusana apa pun, beretika atau beritiket”. Setinggi apa pun kualitas jati diri seseorang, tetapi jika tidak berani tampil mengekspresikan jati dirinya, maka hanya tinggal angan-angan saja.
6) Morogol-rogol = besemangat, beretos kerja. Semangat hidup untuk berkarya dengan kualitas unggul, akan menjadi dorongan rohaniah yang memompa talenta positif kita untuk bisa diaktualisasikan dalam hidup yang nyata.
7) Murusa ningsa = berjiwa pahlawan, jujur, berani. Kreasi dan inovasi, pembaharuann yang kualitas prima hanya terlahir dari manusia-manusia yang berjiwa pahlawan.
8) Widagda = bijaksana, rasio dan rasa seimbang. Kebiasaan bijaksana dalam menentukan suatu tindakan, mencerminkan kehati-hatian di dalam tindakan.
9) Kapitan = berani berkorban untuk keyakinan dirinya. Tidak ada keberhasilan tanpa perjuangan; tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan, tidak ada pengorbanan tanpa keyakinan. Keyakinan itu adalah satu-satunya cara untuk mencapai ambisi hidup seseorang.
10) Karawelaya = dermawan. Hidup adalah kebersamaan dengan orang lain Kesalehan sosial sangat diperlukan. Orang Sunda bilang “someah hade ka semah, tapi ulah rek balangah”. Rejeki pabagi-bagi, kabungah silih agehan. Ramah kepada tamu, dan saling berbagi, saling mewujudkan kegembiraan.
11) Cangcingan = cingceung, tangginas, terampil, cekatan. Kesempatan itu adalah momentum yang silih berganti, tetapi sulit dapat diprediksi kapan terulang kembali. Maka hanya orang yang tangginas atau cekatan saja yang akan mampu memanfaatkan momentum keberhasilan itu.
12) Langsitan = rapekan, segala bisa, pro aktif. Manusia-manusia yang serba bisa dan pro aktif yang paling berkesempatan untuk meraih kesuksesan.
SSKK, telah ditinggal oleh Pribadi Sang Prabu, kurang lebih 323 tahun yang lalu, kira-kira pada abad ke 17. Setelah Sang Prabu, mengundurkan diri dari benteng terakhir kerajaan Padjajaran, yaitu di Kota Bogor. Berhubung di Banten sudah berdiri Kesultanan Banten, yang beragama Islam, dan Sang Prabu meninggalkan Keraton, demi menghindari perang saudara dengan pendiri dan pendukung Kedultanan Banten, yang Islam dan masih saudaranya.
Maka rakyatnya tidak mempertahankan diri untuk berperang, mereka menyebar ada yang ke arah Barat, yaitu ke wikayah Kanekes. Ke daerah agak ke selatan, yang konon mereka mendirikan Kampung Urug Bogor. Ada yang ke daerah Sukabumi, terbentuklah Kampung Ciptagelar. Ada yang masih mempertahankan, keyakinannya yaitu Sunda Wiwita, ada yang membaurkan Sunda Wiwitan dengan agama Islam, ada yang berubah keyakinannya dan selanjutnya beragama Islam.
Yang mengejutkan, meskipun Pangimbuhing Twah ini, sudah ditinggal kurang lebih 3 abad yang lalu. Tetapi ajarannya masih tersisa pada para pemimpin saat ini. Mungkin saja beliau-beliau mendapatkan karakter kharismatik tersebut, diperoleh lewat pendidikan formal maupun non formal, pada pendidikan modern. Namun yang jelas, 12 karakter Pangimbuhing Twah ini, masih relevan dengan kepemimpinan modern, dan terutama masih terlihat dilaksanakan oleh para Pimpinan di Universitas Al Ghifari (Unfari).
Para pimpinan Unfari, yang bila ditelisik melaksanakan 12 Karakter Pangimbuhing Twah tersebut, adalah:
Rektor Unfari, Prof. Dr. H. Dindin Muhafidin, S.I.P., M.Si.
Wakil Rektor Bidang Akademik, Heri, S.I.P., M.A.P.,
Wakil Rektor Bidang Administrasi dan Keuangan, Hj. Eny Nuryani Resmiawati, S.E., M.M.,
Dan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Dr. Ahadijat Sulaeman, S.I.P., M.Si.
Beliau-beliau memang tidak secara langsung menunjukkan, bahwa melaksanakan Karakter Pangimbuhing Twah. Akan tetapi dari gerak langkahnya, menungjukkan bahwa Pangimbuhing Twah ada pada karakter kepemimpinan di Unfari, semoga sivitas akademika yang lainnya mengikuti apa yang dilakukan para pimpinan, dan semoga karakter yang baik ini, dapat dipertahakan. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin.
*Dosen Tetap Fasa Unfari.