Buku : Mengenal Budaya Sirawu Sulo Tradisi Perang Api di Pongka Kabupaten Bone
Penulis : Marhaya
Penerbit : La Galigo Multi Media
Tempat : Sungguminasa, Gowa
Tahun : 2010
Jumlah Halaman : vi + 62
Ukuran : 14,7cm x 19,7cm
ISBN : 978-602-98273-1-6
Tradisi perang api tidak hanya ditemukan di pulau Lombok yang biasanya dilakukan oleh umat Hindu, tapi juga oleh suku Bugis yang ada di Bone, khususnya warga desa Pongka di Kecamatan Tellu Siattingnge. Tradisi perang api yang biasa dilaksanakan di desa Pongka tersebut sudah berlangsung puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun. Atraksi perang api ini oleh masyarakat setempat disebut “Sirawu Sulo”.
Buku ini menguraikan tentang perang api atau tradisi Sirawu Sulo tersebut dengan berbagai aspek pembahasannya. Terdiri dari 5 bab, diawali dengan ‘Kata Pengantar’ dari penulis, kemudian bab pertama sebagaimana biasanya adalah Pendahuluan dimana diuraikan tentang apa sebenarnya Sirawu Sulo tersebut. Asal muasal tradisi Sirawu Sulo dan kehidupan masyarakat Pongka diuraikan dalam bab kedua. Sedangkan bab ketiga dijelaskan tentang Sirawu Sulo sebagai bagian dari tradisi masyarakat Pongka. Selanjutnya proses pelaksanaan atraksi Sirawu Sulo dinarasikan pada bagian keempat. Bagian terakhir Bab kelima membahas tentang makna tradisi perang api Sirawu Sulo bagi masyarakat Pongka.
Meskipun namanya perang api, tapi pada tradisi ini, sama sekali tidak rasa benci, balas dendam atau keinginan untuk melukai dan membakar antara kedua pihak peserta. Yang ada hanya rasa gembira, saling mengejar, saling lempar obor yang menyala. Bukan hanya pemain atau peserta Sirawu Sulo yang gembira, tapi juga masyarakat yang menonton atraksi tersebut. Disebutkan bahwa, meskipun namanya perang api, namun belum pernah ada yang jadi korban atau terbakar tubuhnya. Sebelum atraksi perang api (Sirawu Sulo) dilaksanakan, para peserta telah mengolesi badan mereka dengan minyak tertentu, yang telah dibacakan mantra oleh Sanro atau dukun.
Pelaksanaan tradisi ini hanya sekali dalam 3 tahun. Dilaksanakan dimalam hari selama 3 malam berturut turut, namun rangkaian acaranya sendiri bisa sampai satu atau dua pekan. Pada masa lalu, sebagai rangkaian pelaksanaan kegiatan Sirawu Sulo, dilaksanakan pula tradisi Mattojang atau Mappere (semacam ayunan untuk orang dewasa yang tinggi menjulang), Mappassempe, dan Mappadendang. Namun seiring pekembangan zaman, rangkaian acara tersebut sudah dihilangkan dan diganti dengan pertandingan Sepak Bola, pertunjukan musik Elekton, lomba nyanyi Karaoke dan lain lain yang lebih modern.
Meskipun tradisi ini sekilas nampak berbahaya dan berisiko, namun masyarakat desa Pongka merasa tetap perlu melestarikannya, karena merupakan warisan tradisi leluhur. Selain itu, atraksi Sirawu Sulo ini juga dapat mempererat hubungan silaturahmi dan tali kekeluargaan antar warga Desa Pongka. Tradisi ini juga dapat membangkitkan semangat para pemuda desa untuk tetap membangun desa mereka sampai menjadi desa yang maju. Makna lainnya adalah sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat dan juga sebagai sarana hiburan bagi masyarakat desa Pongka.
Saat ini, sebagian alim ulama dan kaum terpelajar di Desa Pongka menganggap tradisi ini mengandung unsur unsur kemusyrikan yang bertentangan dengan agama Islam. Anggapan ini menyebabkan beberapa pihak yang biasa terlibat, merasa tidak perlu lagi dilaksanakan.
Buku ini koleksi layanan Perpustakaan Abdurrasyid Dg. Lurang, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulawesi Selatan.
Penulis : Suharman Musa dapat dihubungi pada e-mail : shrmnms@gmail.com atau no. WA : 05241699630 (chat saja)
