Oleh: Ruslan Ismail Mage*

Selasa (3/9) cuaca pagi begitu cerah saat menemani istri konsultasi dokter di salah satu rumah sakit di Kota Depok. Suasana begitu ramai, terlebih dokter yang ditunggu sedang ada tindakan operasi yang mengakibatkan pasien harus antre lama menunggu.

Menunggu adalah keputusan yang paling melelahkan dan membosankan. Namun sebagai penulis, menunggu itu adalah saat terbaik untuk menulis. Kebetulan ada objek langka dan sangat menarik di samping saya untuk ditulis. Langka karena satu dasawarsa terakhir sudah sangat sulit menemukan objek ini. Menarik karena bisa menginspirasi setiap orang yang tertarik mengamati perilaku anak-anak di tengah serbuan dunia digital.

Berapa tidak, kurang lebih satu dasawarsa terakhir penduduk bumi diserang virus smartphone dengan segala turunannya. Setiap kerumunan orang tua bersama anak-anaknya selalu dibekali anak-anaknya dengan smartphone. Pada era digital ini, sangat susah lagi menemukan anak-anak yang tidak memegang smartphone dalam kesehariannya.

Bahkan, pola pengasukan balita sekarang sudah sangat bergeser meninggalkan nilai-nilai kasih sayang seorang ibu. Tengoklah pola pengasuhan ibu-ibu milenial sekarang diserahkan ke smartphone. Tidak jarang menemukan anak balita yang menangis tidak langsung digendong oleh ibunya sebagai ekspresi kasih sayang untuk menentramkan hati balitanya, tetapi langsung diberi smartphone untuk menghiburnya. Cara seperti itu menghentikan tangis balita dengan smartphone terus berlangsung dalam usia pertumbuhannya, hingga anak-anak mengalami tingkat ketergantungan smartphone yang tidak terbendung lagi.

Tidak salah kalau dikatakan menemukan anak-anak memegang dan membaca buku di tempat umum sekarang laksana menemukan jarum dalam tumpukan jerami. Saya langsung mengucap rasa syukur melihat anak-anak lelaki di samping saya begitu serius membaca buku. Masya Allah, begitu indah pemandangan tersebut. Tentu pola pengasuhan ayah bundanya begitu indah juga, sehingga anaknya tidak menjadi budak smartphone.

Kondisi seperti ini sudah saya ulas dalam tulisan saya satu dasawarsa lalu yang berjudul, “Anak-anak Tidur dengan Pencuri Masa Depannya”. Pada akhir tulisan waktu itu saya tutup dengan kalimat penekanan, “Lebih baik dikatakan orang tua kampungan yang tidak memberi smartphone kepada anaknya, daripada ingin dikatakan orangtua modern tapi menghancurkan masa depan anak dengan smartphone yang tidak terkendali”. []

*Akademisi, inspirator dan penggerak, penulis buku-buku motivasi

(Visited 20 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.