Aku seorang warga negara Timor-Leste yang lahir di era-Indonesia. Orang bingung mengapa aku bisa segitu lancarnya berbahasa Indonesia. Bahkan ada yang bertanya apakah aku menyelesaikan kuliahku di Indonesia? Jawabannya hanya satu bahwa aku mencintai dan jatuh cinta sama bahasa Indonesia meskipun aku lahir dan tumbuh hingga berkembang di negara tercintaku Timor-Leste.
Motivasi menuliskan Novel untuk ayahku telah mampu membuat aku akhirnya sekolah pada tahun 1991. Tidak langsung tahu, tapi melaui belajar menulis, membaca serta fokus mendengar penjelasan guru-guruku juga cerita dari sejarah Indonesia mampu membuat aku melangkah dari fase nol pada akhirnya satu, dua dan seterusnya. Aku tidak langsung mengetahui arti kata tapi belajar ABJAD pada akhirnya membaca buku INI BUDI.
Mengapa demikian ! Ya karena dulu kecil aku sering di puji sama om Tentara bernama Sukardi anggota batalion 529 yang bertugas di kecamatanku Iliomar. Saat hendak ke mata air untuk mandi alu selalu di kejar olehnya atau di tunggu oleh beliau kala aku pulang dari mata air usai mandi. Ia pasti memilihku dan berkata ini anak cantik. Kata-kata cantik itu buat aku merasa levelku jauh berbeda dengan teman-temanku. Karena setiap ketemu aku takut dan berlari tapi ia terus mengejar bahkan mengajak teman-temanku mendahului aku sampai dia harus memegang tanganku atau pipiku dan berkata cantik sudah mandi? Ya jawab aku.

Pulang rumah aku bertanya ke ayah, ayah ada satu om Tentara suka bilang aku cantik. Ayah bukan menjelaskan arti cantik itu tapi ayah justru berkata, ya habis putriku emang cantik. Aku jadi cemberut. Ah ayah aku tanya arti kata cantik. Ayah membawa aku di hadapan cermin kecil dan mengajak aku menatap bayanganku sendiri lalu menyuruhku mengatakan aku putri ayah yang cantik. Kata yang amat panjang jadi aku diam. Ayah berkata lagi kamu cantik kan? Aku bingung di hadapan cermin. Apa itu cantik? Ah aku harus sekolah biar belajar arti kata cantik itu karena ketika om tentara berkata aku cantik aku bangga tapi artinya saja aku tidak tahu.
Pada akhirnya waktu terus berjalan. Aku mulai tumbuh jadi anak yang suka berdadan. Ayah mengizinkan aku menontong TV di kecamatan. Aku bagai orang buta dan tuli kala itu karena mataku menatap gambar di TV tapi tidak tahu artinya. Dulu hanya TVRI di kampung halamanku atau kami nonton Cinema saja. Tidak tahu arti apa-apa.
Suatu ketika aku sudah menginjak usia 5 Tahun. Aku duduk berimajinasi atau mulai lahir impian. Tak tahu menulis bahkan membaca tapi pengen sekali kelak dewasa menjadi seorang wartawan / Penulis. Berhubung karena tinggal di kampung halaman, tidak tahu Indonesia ada dimana tapi dengar-dengar dari percakapan orang, jika Timor-Timur merupakan bagian negara Indonesia berarti aku pikir kecamatan Iliomar aku juga bagian negara Indonesia. Dulu aku tidak tahu apabila penulis juga sebuah profesi. Maka aku hanya berpikir biar jadi wartawan agar kelak aku bisa menulis kisah kehidupan ayahku dengan jemariku sendiri.
Angan-angan atau obesesiku yang terlintas hanyalah ketika selesai kuliah di UGM aku ingin pulang dengan dua hadiah yakni hadiah pertama ijasah S1 dan hadiah kedua adalah satu kado berupa sebuah novel yang aku tulis dengan jemariku tentang kisah ayahku juga ibuku juga segala pejuangan ayah ibuku mampu menyekolahkan aku agar saat tiba di kampung halamanku bisa memeluk ayah dan memberikan kedua kado itu bagi ayah dan ibu yakni Ijasah S1 bagi ibu dan Novel itu ku berikan buat ayah sambil memeluk erat ayah dengan air mata, agar ayah bangga padaku sebagai putri kesayangannya dan ingin berbisik ke telinga ayah untuk mengatakan bahwa aku tidak malu menjadi seorang putri seorang ayah yang orang sebut anak haram, yang aku dengar dari mulut banyak orang karena aku yakin bahkan hati kecilku yakin jika ayah pasti bukan anak orang biasa.
Aku berpikir kelak tumbuh remaja dan sekolah pengen sekali tamat SMA lanjut kuliah di UGM alias Universitas Gajah Mada yang letaknya di Kotamadya Yokyakarta. Dengar saja cerita jika UGM letaknya di kota Yokyakarta aku terus terobsesi akan nama UGM dan kota Yokyakarta. Kapan ya ke sana. Sampai berangang-angan mau ke kota tersebut kala mendengar bahwa UGM adalah universitas ternama di Indonesia yang mampu memberikan peluang bagi semua warga negara Indonesia yang pintar bisa mendapatkan kesempatan untuk beasiswa aku targetkan harus ke sana jika kelak aku sudah sekolah.
Sambil belajar dari dasar tidak langsung benar tapi melalui banyak proses. Jujur ketika itu aku mulai paham arti makan, minum, tidur, mandi, bermain, masak, ayah, ibu, kakak, adik serta menyapu kala aku belajar membaca buku INI BUDI. Dalam buku itu membahas tentang Budi, ayah, ibu dan kakaknya Wati serta kebiasaan mereka.

Aku membaca meskipun belum tahu artinya namun waktu yang terus berjalan akhirnya aku bisa. Bukan langsung benar namun belajar dari kesalahan. Dulu ketika pindah ke Lospalos mengikuti karier ayahku belajar dari kesalahan itulah awal seorang putri desa tak boleh kalah dengan orang kota.
Aku suka bilang berutku sakit terus aku di tegur sama teman bukan berut tapi perut atau kadang aku nulis sesuatu yang benar di anggap salah oleh teman aku seperti aku menulis Akronim Bukan Manusia Biasa di tunjukkan sama salah seorang teman kecilku di salah artikan oleh salah seorang teman karena aku menulis di sampul buku PMP kala itu. Dari kesalahan-kesalahan itulah aku berlajar memperbaiki diri bukan marah saat aku di tegur tapi bersyukur karena aku bisa di tegur agak aku jadi murid yang jauh lebih baik.
Sejak hari itu aku sadar, bahwa antara orang desa dan kota ada perbedaan tapi bisa lahir persamaan apabila kita sungguh-sungguh berjuang dan berusahan untuk tahu. Aku mulai giat belajar dan terus memperoleh peringkat dan pada akhirnya membiasakan diri berbicara dengan rekan-rekan di sekolah khusnya mereka yang berasal dari Indonesia.
Waktu itu ayah selalu berkata, aku percaya terhadap putriku yang satu ini, dia pasti bisa mewujudkan impiannya sambil mengusap rambutku. Hanya kata-kata tapi valuenya amat tajam buatku jika setiap pagi kakak minta uang, adik-adik minta uang untuk jajang. Aku pikir gaji ayah terbatas jika tiap hari kita seperti ini ayah bisa sakit karena tidak ada jam istrahat demi kerja agar menfasilitasi kita. Ayah kenal aku, aku tidak meminta uang yang penting sarapan dengan bubur aku jalan asalkan tamat SMA bisa kuliah di UGM yang letaknya di kota Yokyakarta.
Hingga SMP ayah bertanya apakah aku tinggal di asrama susteran atu sekolah di Dili. Aku mau sekolah di Dili karena aku pikir sudah di Dili pasti dekat dengan UGM. Akhirnya sekolah di SMPN 3 Becora Dili aku makin bergaul sama teman-teman yang ayahnya sama-sama tentara dari Bali, Jawa dan Kupang. Akhirnya aku makin fokus belajar lagi bahasa Indonesia dari guru-guru juga sesuai dengan mata pelajaran. Ada salah seorang teman yang mau memukul aku gara-gara aku sering berbicara bahasa Indonesia tapi aku tidak takut akhirnya aku berkata jika Timor-Timur sudah merdeka maka aku pasti akan berbicara bahasa tetum jadi jangan paksa aku karena aku hari juga masih sadar aku anak negara ini, tapi aku mencintai bahasa Indonesia karena bahasa yang mengajari aku mengenal huruf ABC bahkan mendidikku tahu etika moral juga menghargai orang lain dan bahasa yang mendidikku bisa belajar lagi bahasa lain agar kelak jadi wartawan aku menulis atau meriport berita dengan baik, pikirku dalam hati.
Aku terus di ancam untuk berbahasa tetum tapi aku memiliki komitmen yang bebeda waktu itu bahwa aku juga anak daratan Timor-Timur aku bahkan sadar tapi aku sungguh mencintai bahasa Indonesia karena bahasa bukan musuhku di mana justru bahasa Indonesia adalah awal alu mengenal dunia luar bahwa selain negaraku Timor-Leste ternyata aku bisa mengetahui di seberang samudra masih ada daratan lain yakni bangsa Indonsia yang berbahasa Indonesia.
Tahu mengapa aku segitu lancar sampai jatuh cinta pada bahasa Indonesia? Karena Bahasa menunjukkan bangsa jadi generasi penerus yang baik adalah, ia mampu berlajar banyak bahasa selain bahasa Indonesia dan alasan aku lancar berbahasa Indonesia meskipun sama sekali tidak pernah menginjakan kaki ke batas darat antara dua negara yakni Timor-Leste dengan Indonesia, karena aku belajar dengan sungguh-sungguh dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti dan memperbaiki yang salah menjadi benar adalah, usaha bagaimana aku mampu menghargai hasil keringat ayahku kala itu Ia menjadi seroang anggota ABRI di zaman Indonesia yakni ayahku Seixas.
Mencintai bahasa sama halnya aku mencintai dunia karena dengan bahasa yang memadai aku bisa belajar tradisi kehidupan negara lain dengan karena berliterasi dengan baik seperti di Timor-Leste aku harus belajar Makalero, Fataluku, Makasae, bahasa Baiqueno dan Tetum terik sampai benar-benar lancar selain tetum dan semua itu berdasarkan usaha/hasil perjuangan begitu juga aku mencintai bahasa Indonesia dan pentingnya bahasa Indonesia bagiku karena aku bejuang dengan komitmen.
by Bu Dev’25