Keheningan pagi menyambut hari itu, 17 November 2024. Gerimis kecil menetes pelan, seolah mengiringi langkah saya yang meninggalkan rumah majikan di Hong Kong. Setelah menunaikan salat Subuh, saya bersiap untuk perjalanan yang telah lama saya nantikan: ziarah ke makam salah satu sahabat Nabi Muhammad saw, Saad bin Abi Waqqas, dan kunjungan ke Masjid Huaisheng, masjid tertua di Guangzhou, Tiongkok.
Perjalanan ini bukan sekadar rencana spontan, melainkan panggilan hati. Dalam hati kecil saya berdoa, “Hari ini saya mengunjungi makam sahabat Nabi, insya Allah suatu hari nanti, saya akan berziarah ke makam Nabi Muhammad saw di Madinah.” Melalui kerja sama antara Majlis Dzikir Ilham (MDI) dan Alibaba Tour, kesempatan ini akhirnya terwujud.
Dua bulan sebelum keberangkatan, kami, para jamaah, diminta untuk menyiapkan sejumlah dokumen, seperti paspor, kartu identitas Hong Kong, dan visa kunjungan ke Tiongkok. Beberapa jamaah juga memanfaatkan perjalanan ini untuk memperbarui visa mereka setelah habis kontrak kerja di Hong Kong, tanpa harus pulang ke Indonesia.
Persiapan tidak hanya administratif, tetapi juga emosional. Saya harus meminta izin dari majikan untuk bepergian ke luar negeri. Alhamdulillah, izin itu diberikan dengan syarat saya berhati-hati dan menyediakan kontak darurat yang dapat dihubungi selama di Tiongkok.
Menariknya, perjalanan ini bertepatan dengan hari ketiga masa berkabung saya, setelah kehilangan orang terdekat. Dalam suasana hati yang penuh duka, saya teringat perjalanan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw, yang menjadi hiburan ilahi saat beliau kehilangan istri tercinta, Khadijah, dan pamannya, Abu Thalib. Perjalanan ini pun saya harapkan menjadi obat kesedihan dan menguatkan ikhlas saya menerima takdir Allah Swt.
Hari dimulai dengan perjalanan dari Tuen Mun ke Sheung Shui menggunakan bus pertama, dilanjutkan kereta KRL menuju Lowu, di mana seluruh jamaah berkumpul. Pagi itu, suasana ramai, dengan 11 bus yang dipenuhi peserta dari berbagai destinasi. Ada yang akan mengunjungi Taman Wisata Jembatan Kaca, dan ada pula yang, seperti kami, berziarah ke makam Saad bin Abi Waqqas.
Setelah melewati pemeriksaan imigrasi di Hong Kong dan Tiongkok, kami melanjutkan perjalanan panjang menuju Guangzhou. Dalam bus, waktu diisi dengan doa bersama dan lantunan selawat yang dipimpin oleh ustaz, menciptakan suasana spiritual yang mendalam.
Setibanya di Guangzhou, kami menikmati makan siang di restoran halal, dilanjutkan salat Zuhur berjamaah. Selanjutnya, kami menuju makam Saad bin Abi Waqqas, seorang sahabat Nabi yang dikenal karena perannya dalam menyebarkan Islam di daratan Tiongkok.
Menginjakkan kaki di lokasi bersejarah ini memberikan perasaan yang sulit digambarkan. Di tengah kota modern, makam ini menjadi saksi bisu penyebaran Islam di Tiongkok sejak ribuan tahun lalu. Mengingat kematian dan perjuangan sahabat Nabi, saya merasa iman saya semakin kukuh, menyadari bahwa perjalanan hidup adalah tentang mengabdi dan berbuat baik.
Tidak jauh dari makam, Masjid Huaisheng berdiri megah. Dibangun antara tahun 618–907 M pada masa Dinasti Tang, masjid ini adalah salah satu bukti awal kehadiran Islam di Tiongkok. Arsitektur masjid yang unik dan atmosfernya yang tenang menjadi pengingat betapa Islam telah lama berakar di negeri ini.
Dengan biaya sekitar HKD 350, fasilitas yang disediakan termasuk visa kunjungan, makan siang halal, dan pemandu wisata. Harga ini terasa sangat terjangkau, terutama jika dibandingkan dengan bepergian sendiri.
Bagi saya, perjalanan ini bukan sekadar wisata religi. Ini adalah kesempatan untuk mempererat silaturahmi, memperkaya wawasan, dan meneguhkan iman. Saya berharap, rekan-rekan Buruh Migran Indonesia (BMI) yang ada di Hong Kong dapat memanfaatkan waktu luang mereka untuk melakukan perjalanan seperti ini.
Perjalanan religi seperti ini mengingatkan kita bahwa hidup adalah sebuah perjalanan. Kita tidak hanya menyiapkan bekal untuk dunia, tetapi juga untuk akhirat. Dan di setiap perjalanan, selalu ada hikmah yang bisa kita petik untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Visit the Tomb of Saad bin Abi Waqqas and the Oldest Mosque in Guangzhou
Morning silence greeted the day, November 17 2024. A small drizzle dripped slowly, as if accompanying my steps as I left my employer’s house in Hong Kong. After performing the morning prayer, I prepared for the journey I had long awaited: a pilgrimage to the grave of one of the companions of the Prophet Muhammad, Saad bin Abi Waqqas, and a visit to the Huaisheng Mosque, the oldest mosque in Guangzhou, China.
This trip was not just a spontaneous plan, but rather a calling from the heart. In my heart I prayed, “Today I visited the grave of the Prophet’s friend, God willing, one day, I will make a pilgrimage to the grave of the Prophet Muhammad in Medina.” Through collaboration between Majlis Dzikir Ilham (MDI) and Alibaba Tour, this opportunity was finally realized.
Two months before departure, we, the pilgrims, were asked to prepare a number of documents, such as passports, Hong Kong identity cards and visit visas to China. Some pilgrims also used this trip to renew their visas after their work contracts in Hong Kong expired, without having to return to Indonesia.
Preparation was not only administrative, but also emotional. I had to ask permission from my employer to travel abroad. Alhamdulillah, the permission was granted provided that I am careful and provide an emergency contact that can be contacted while in China.
Interestingly, this trip coincided with the third day of my mourning period, after losing a loved one. In a mournful mood, I remembered the Isra’ and Mi’raj journey Prophet Muhammad saw, who became divine consolation when he lost his beloved wife, Khadijah, and his uncle, Abu Thalib. I also hope that this trip will be a cure for sadness and strengthen my sincerity in accepting the destiny of Allah SWT.
The day began with a trip from Tuen Mun to Sheung Shui using the first bus, followed by a KRL train to Lowu, where all the pilgrims gathered. That morning, the atmosphere was lively, with 11 buses filled with participants from various destinations. Some were going to visit the Glass Bridge Tourism Park, and some, like us, were on a pilgrimage to Tomb of Saad bin Abi Waqqas.
After passing through immigration in Hong Kong and China, we continued the long journey to Guangzhou. On the bus, the time was filled with communal prayers and chanting of salawat led by the ustaz, creating a deep spiritual atmosphere.
Upon arrival in Guangzhou, we enjoyed lunch at a halal restaurant , followed by congregational Dhuhur prayer. Next, we headed to the tomb of Saad bin Abi Waqqas, a companion of the Prophet who is known for his role in spreading Islam in mainland China.
Stepping foot in this historical location gives a feeling that is difficult to describe. In the middle of a modern city, this tomb becomes silent witness to the spread of Islam in China since thousands of years ago. Remembering the death and struggle of the Prophet’s companions, I feel my faith is getting stronger, realizing that the journey of life is about serving and doing good.
Not far from the tomb, the Huaisheng Mosque stands majestically. Built between 618 –907 AD during the Tang Dynasty, this mosque is one of the earliest evidences of Islam in China. The mosque’s unique architecture and serene atmosphere are a reminder of how long Islam has been rooted in this country.
At a cost of around HKD 350, the facilities provided include a visitor visa, halal lunch, and a tour guide. This price feels very affordable, especially when compared to traveling alone.
For me, this trip is not just a religious tour. This is an opportunity to strengthen relationships , enriching insight, and strengthening faith. I hope that fellow Indonesian Migrant Workers (BMI) in Hong Kong can use their free time to take a trip like this.
A religious journey like this reminds us that life is a journey. We don’t only prepare provisions for the world, but also for the afterlife. And in every journey, there is always wisdom that we can learn to become a better person. []