Oleh: Ghinda Aprilia*
Mbak Yan, begitu sapaan akrabku untukmu, perempuan bernama Mulyani binti Mulyono, lahir di Kediri pada tahun 1973. Yani adalah anak keempat dari enam bersaudara, seorang single parent, dan ibu dari tiga putra.
Sosok ibu yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, dia merantau ke Hong Kong pada tahun 2002 untuk mengadu nasib. Pekerja keras, rendah hati, murah senyum, dan baik hati. Di sela-sela hari liburnya, dia aktif di berbagai organisasi, yaitu Friendster, Lipmi, Imwu, dan ZTK.
Pertemuanku dengan dia terjadi pada Pemilu tahun 2019, saat dia menjabat sebagai Ketua Pemilu Partai Gerindra. Tidak banyak interaksi di antara kami, hanya sesekali bertemu saat hari libur atau bertegur sapa di media sosial. Pernah beberapa kali kami berbagi cerita setelah bergabung di Pemilu tahun 2024, di mana dia menjadi relawan AMIN dan PKS. Aku tertarik dengan pengalamannya di organisasi dan politik, dan aku menganggap dia sebagai seniorku.
Saat berbagi cerita, nyaris tidak ada kontra antara kami. Dia orang yang ramah saat berbicara, pendengar yang baik, dan memiliki ide-ide brilian. Di sela-sela obrolan, aku sering bergumam, “Mbak Yan, kenapa ya pendapat kita selalu sehati?” Dalam obrolan itu, dia sempat menyampaikan keinginannya untuk mengabdikan waktu liburnya di Sahabat Migran Indonesia (SMI) sebagai guru salon.

Di mata keluarganya, Mbak Yan adalah ibu, mertua, dan nenek terbaik bagi anak, menantu, dan terutama cucunya. Dia selalu menjadi garda terdepan untuk keluarga, menjadi panutan, dan siap siaga saat mereka membutuhkan. Ketika anak atau menantu menghadapi masalah, entah masalah rumah tangga atau lainnya, dia selalu memberikan solusi tanpa menyalahkan siapa pun. Yani selalu adil kepada ketiga anaknya dan berpesan agar mereka tetap rukun.
Pada 10 Oktober 2024 ba’da isya, aku dikejutkan oleh pesan dari sahabat karibku, Mbak Lutfi, berupa tangkapan layar dari grup yang menyatakan bahwa Mbak Yan telah berpulang. “Assalamualaikum, Teh, benar gak sih?” tanyanya. Aku bingung, merasa tidak percaya.
“Coba Teteh telepon!”
Langsung aku telepon Mbak Yan, tapi nomornya aktif tanpa jawaban. “Coba minta nomor telepon Kak Argy!” balasku dengan hati tidak karuan. Setelah mendapatkan nomornya, aku langsung menelepon Kak Argy. Beritanya ternyata akurat. Sahabat terbaikku telah pergi untuk selamanya.
Berita di grup kami tidak kalah heboh. Teman-teman merasa was-was, berharap berita itu hanya hoaks. Karena pada pukul 23.00, Mbak Yan masih sempat memperbarui laporan keuangan komunitas kami.
Tiga hari berikutnya, berita kepergianmu menggema di jagat maya seluruh Hong Kong. Ucapan belasungkawa dan doa terbaik mengalir dari sahabat-sahabatmu. Alhamdulillah, acara doa bersama pun dimudahkan. Diadakan di tiga tempat, yaitu Causeway Bay, Kwai Fong, dan Tsim Sha Tsui. Masya Allah, semuanya dimudahkan. Orang baik memang selalu dikenang dan didoakan.
Pesan terakhirmu, “Teh, harus berani speak up,” terus terngiang di benakku. Hari itu juga aku tunaikan pesanmu, meskipun cara pandang orang berbeda-beda.

24 hari berlalu, hari yang dinanti tiba. Proses memandikan dan menyalatkan jenazahmu sempat memakan waktu lama karena meninggalmu yang mendadak. Jauh-jauh hari, aku sudah meminta izin majikan untuk datang ke Happy Valley. Sayangnya, ada jeda empat jam antara waktu memandikan dan menyalatkan jenazah, sehingga aku memilih ikut menyalatkan.
Petugas yang menangani jenazahmu sangat baik. Kami, sahabat-sahabat yang hadir, diperlihatkan foto jenazahmu. Wajahmu tersenyum, meskipun ada sedikit lebam, mungkin efek operasi. Hal yang luar biasa, biasanya yang menyalatkan hanya beberapa orang, tetapi kali ini ada perwakilan dari JBMI, GAMMI, PKB, Gerindra, PKS, dan Friendster.
Ada sedikit info yang aneh. Kami mendengar ada biaya-biaya lain yang dibebankan kepada majikan untuk di Indonesia. Alhamdulillah, semua dapat diatasi berkat kerja sama berbagai pihak. Semua hak almarhumah terpenuhi.
Dengan bantuan organisasi Friendster, tim media, Mas Amiwan Asa, UB, Aleg/PKS HK dan Kediri, Disnaker Jatim, serta KJRI Hong Kong, seluruh prosedur dan surat-surat diperlancar. Bahkan, permohonan ambulans gratis ke Disnaker Provinsi Jawa Timur berhasil disetujui. Pemilik PT almarhumah pun membantu dengan surat pernyataan bahwa mereka tidak menarik biaya apa pun.
Jenazahmu tiba di rumah duka di Purwosari, Kediri, pada pukul 22.09 WIB. Jenazah diantar oleh P3MI Jawa Timur, Aleg PKS Kediri, dan perangkat desa. Setelah sampai, jenazahmu langsung disalatkan dan dimakamkan di pemakaman umum setempat.
17 November 2024, 40 hari kepergianmu. Aku dan teman-teman mengadakan doa bersama. Hari ini lega rasanya, bisa mengikuti rangkaian proses kepulanganmu dengan lancar.
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Mengenang 100 hari kepergianmu, kuabadikan kebersamaan indah kita. Kami keluargamu, anak-anakmu, cucumu, dan sahabat-sahabatmu akan selalu mengenang semua kebaikanmu.
Selamat jalan, Mbak Yan. Al-Fatihah.
*Penulis adalah Pecinta dan Pegiat Literasi BMI Hong Kong