Oleh: Ghinda Aprilia*
Perkenalanku dengan Nurjanah dimulai sejak mencari donasi di Mong Kok. Kami sering bertemu setiap minggu karena dia berjualan makanan di taman kecil Mong Kok. Kami menjadi lebih akrab lagi saat berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda. Sosoknya periang, ramah, murah hati, dan setiap kali bertemu, dia selalu menyisihkan receh ke dalam tas donasi yang kubawa. Dia mengalami obesitas, dan aku pernah berniat melakukan tes darah dengan alat yang biasa kupakai.
“Teh, apa ada keluhan di badanmu?” tanyaku berapi-api.
“Gak, Bun. Badanku sehat,” jawabnya singkat. Aku pun mengurungkan niat untuk membantu cek darahnya.
Sekitar bulan Oktober, aku beberapa kali bertemu dengannya di Sham Shui Po exit C2, kebetulan arah itu menuju rumah majikanku. Aku tidak banyak bertanya, meskipun dalam hati penuh tanda tanya, terutama saat melihatnya pada malam Jumat sekitar pukul 21.00 saat aku pulang libur.
Pada Sabtu, 2 November 2025, saat kerja nyantai, setelah menyiapkan sarapan, aku menunggu sailo bangun tidur sambil membaca Facebook di grup. “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, telah berpulang ke Rahmatullah Nurjanah asal Indramayu.” Rasanya tidak percaya, orang yang kukenal dalam satu bulan telah meninggal dunia. Dalam satu bulan, tiga orang yang kukenal berpulang. Aku memastikan kembali dengan melihat foto jenazah dan profilnya. Tidak salah lagi, itu Nurjanah.
Di saat event Indonesia Week, aku menanyakan kepada Pak Konjen Yul Edison, “Apa Bapak sudah mendengar berita kematian Nurjanah?”
“Ya, kami sudah tahu. Baru tanggal 3 kemarin dia over stay,” jawab Pak Konjen.
“Oh, berarti beberapa kali bertemu di Sham Shui Po sudah terjawab bahwa dia over stay,” gumamku dalam hati.
Aku mendapat kabar dari temanku bahwa biaya pemulangan jenazah almarhumah akan ditanggung salah satu pejabat daerah Indramayu. Namun, betapa kagetnya aku ketika melihat channel YouTube Kak Yatyisam pada akhir Desember, yang menyatakan bahwa dia sedang menggalang dana untuk pemulangan almarhumah. Kabar itu kusampaikan kepada temanku, tetapi jawaban dari seberang sana di luar nalar, “Tidak jadi menanggung biaya almarhumah karena sekarang sudah tidak menjabat lagi.”
Yatyisam adalah nama pena salah satu YouTuber Hong Kong, pekerja migran asal Indramayu yang sudah delapan tahun bekerja di negeri Beton. Menurut Yatyisam, Nurjanah adalah anak sulung yang menjadi tulang punggung keluarga, memiliki dua adik, dan seorang bapak yang sedang dirawat di rumah sakit, membutuhkan biaya pengobatan. Kasus Nurjanah sangat pelik: terlilit utang dengan rentenir, paspornya ditahan, dan akhirnya over stay. Untuk melacak keberadaan paspornya membutuhkan waktu lama. Atas kebaikan rentenir, utangnya dibebaskan. Melihat latar belakang keluarga almarhumah, Yatyisam tergerak hatinya untuk mencari donasi guna biaya pemulangan jenazah.

“Ini sudah jalannya Allah. Saya merasa bertanggung jawab untuk memulangkan almarhumah,” ungkap Yatyisam. Setelah diotopsi (hasil otopsi belum keluar), jenazah disimpan di rumah sakit Kwai Chung. Untuk biaya pemulangan jenazah dibutuhkan $53.500 atau kurang lebih Rp112 juta, termasuk biaya penguburan. Ini tentu bukan biaya yang sedikit.
Open donasi selama tiga minggu berhasil mengumpulkan $26.000, sisanya mau dibantu oleh salah satu lembaga. Setelah tiga minggu, Yatyisam bertanya kepada pihak lembaga tersebut, “Kapan kira-kira almarhumah bisa dipulangkan?”
“Masih ada beberapa mayat lagi yang belum ter-cover,” jawab mereka tidak pasti. Hal ini membuat Yatyisam memutuskan untuk menggalang donasi untuk kedua kalinya.
Aku tergerak hati untuk membagikan info YouTube Yatyisam di media sosial dan grup. Alhamdulillah, hari itu juga kabar dari Yatyisam menyatakan bahwa kekurangan biaya untuk pemulangan jenazah sudah terpenuhi. MasyaAllah, amalan apa yang almarhumah perbuat selama hidup hingga Allah menggerakkan hati Yatyisam untuk menggalang dana sebanyak itu dalam waktu singkat? Yang aku tahu, almarhumah selalu ringan tangan, selalu menyisihkan rezeki setiap kali aku mencari donasi. Wallahu a’lam.
Teriring Doa untukmu, Teh Nurjanah
Semoga husnul khatimah, dan bagi keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan.
Sang Penjamin Menghilang
Atas saran KJRI, Yatyisam disuruh menghubungi Mr. Robert, pemilik rumah duka. Dari rumah sakit, jenazah almarhumah diantar ke rumah duka untuk diberi obat dan dimasukkan ke peti mati. Namun, ada kendala: peti mati tidak ada yang muat untuk tubuh almarhumah, yang memiliki berat badan 110 kilogram. Robert harus membuat peti mati khusus sesuai ukuran tubuh almarhumah, tentu dengan penambahan biaya.
Jenazah rencananya akan dijemput dari rumah sakit Kwai Chung. Kondisi jenazah almarhumah sudah memburuk dan menghitam, wajahnya tidak bisa dikenali. Setelah diberi obat, peti mati tidak boleh dibuka. Namun, Yatyisam mewakili keluarga diperbolehkan untuk melihatnya.
Sebelum hari H, telah disepakati bahwa penjamin almarhumah adalah warga lokal bernama Mr. L, pacar dari salah satu sahabat almarhumah bernama Cindy. Cindy sendiri berstatus paperan dalam proses surrender. Ujian kembali hadir, saat wajib lapor, Cindy langsung masuk penjara, dan Mr. L menghilang. Pada hari penjemputan jenazah, Mr. L tidak bisa dihubungi.
Dibantu Pihak KJRI
Yatyisam menghubungi KJRI, dan gayung pun bersambut. KJRI menyarankan agar Mr. Robert menjadi penjamin. Namun, Robert menolak karena tidak mengenal almarhumah. Akhirnya, Bapak Teguh mewakili KJRI menjadi jaminan pengganti Mr. L.
Pihak rumah sakit menyarankan agar sesuai peraturan pemerintah Hong Kong. Harus ada surat formulir A11, yaitu surat remit kematian sebagai pengganti hasil otopsi yang belum keluar. Setelah formulir A11 didapatkan, surat kuasa diserahkan ke pihak rumah sakit. Namun, prosedur selanjutnya memerlukan memo pergantian penjamin dari Mr. L ke Bapak Teguh, yang harus diperoleh dari kantor polisi Sham Shui Po. Lagi-lagi, kesabaran Yatyisam diuji. Detektif yang menangani kasus kematian almarhumah berkali-kali tidak merespons telepon. Pukul 16.00, telepon baru diangkat, dan setelah memastikan Mr. L tidak dapat dihubungi, surat pengganti kuasa akhirnya didapatkan.
Setelah surat kuasa didapatkan, konfirmasi dilakukan kepada Mr. Robert bahwa jenazah bisa diambil tanggal 17 Januari. Namun, ujian datang lagi. Mr. Robert membatalkan pengambilan jenazah karena tidak cukup waktu untuk memberikan obat pada almarhumah. Penerbangan pada tanggal 18 Januari juga dibatalkan dan diganti ke tanggal 23 Januari 2025.
“La haula wa la quwwata illa billah,” tulisku dalam komentar YouTube Yatyisam, setelah menyimak perjuangan dia dari awal hingga detik ini memperjuangkan kepulangan almarhumah. Sungguh mulia hatimu, Yatyisam. Semoga Allah membalas semua niat baikmu.
Untuk sahabat-sahabat seperjuangan di negeri Beton dan di mana pun kalian berada, seberat apa pun permasalahan kita, jangan ambil jalan pintas dengan over stay. Hidup di luar lebih keras. Apa-apa harus kita tanggung sendiri. Sakit, meninggal (amit-amit), semua harus ditanggung sendiri.
Ambil ibroh dari kepulangan almarhumah Nurjanah yang begitu pelik dan berliku. Bayangkan, keluarganya tidak bertemu selama lima tahun. Mereka tidak bisa melihat wajah terakhirnya selain peti mati yang tidak boleh dibuka lagi. Bagaimana jika ini terjadi pada kalian? Cukup Nurjanah sebagai contoh yang tak perlu dicontoh. Ambil hikmah dari semua yang telah terjadi.
Sepahit apa pun, jangan pinjam bank atau rentenir dengan menjaminkan paspor. Paspor adalah nyawa kedua kita di rantau. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Ingat kembali ketika pertama kali kita ke Hong Kong: belajar mengelola keuangan, usahakan jangan lebih besar pasak daripada tiang.
*Penulis adalah Pecinta dan Pegiat Literasi BMI Hong Kong