Oleh: Ruslan Ismail Mage*
Tulisan ini dimulai dengan dua pertanyaan mendasar. Pertama, mengapa negara-negara di Eropa Barat lebih maju dan berkembang? Salah satu alasannya adalah kemampuan mereka mengelola politik multikulturalisme untuk membangun bangsa. Kedua, apa itu politik multikulturalisme? Ini adalah sebuah gerakan penyatuan berbagai budaya tanpa mengurangi hak-hak kaum minoritas dalam rangka membangun bangsa.
Kesadaran untuk menyatukan beragam kultur yang berasal dari berbagai bangsa inilah yang memungkinkan negara-negara Eropa Barat meraih kemajuan ekonomi dan teknologi seperti yang kita saksikan hari ini. Multikulturalisme menjadi ciri khas liberalisme yang mengedepankan kesetaraan di hadapan hukum serta penghormatan terhadap hak-hak individu.
Belajar dari Kompleksitas Indonesia
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Clifford Geertz, seorang antropolog terkemuka, dalam pengamatannya mengenai politik identitas di akhir abad ke-20 menulis bahwa Indonesia adalah negara dengan kompleksitas yang sulit dilukiskan. “Indonesia ini bukan hanya multietnis (Jawa, Batak, Bugis, Aceh, Flores, Bali, dan lainnya), tetapi juga menjadi arena pengaruh multimental (India, Cina, Belanda, Portugis, Hinduisme, Buddhisme, Konfusianisme, Islam, Kristen, Kapitalisme, dan lainnya).”
Geertz menggambarkan Indonesia sebagai “sejumlah bangsa dengan ukuran, makna, dan karakter berbeda yang melalui sebuah narasi agung bersifat historis, ideologis, religius, disambung-sambung menjadi sebuah struktur ekonomis dan politis bersama.”
Kompleksitas ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak cukup dikelola hanya dengan pendekatan politik multikulturalisme ala Eropa Barat yang berfokus pada penyatuan budaya tanpa mengurangi hak-hak minoritas. Indonesia membutuhkan sesuatu yang lebih luas, yaitu politik kebhinekaan.
Politik Kebhinekaan: Konsep dan Pentingnya
Terinspirasi oleh multikulturalisme, saya sebagai akademisi memperkenalkan konsep politik kebhinekaan untuk membangun bangsa. Apa bedanya dengan politik multikulturalisme? Jika politik multikulturalisme berfokus pada penyatuan budaya, politik kebhinekaan mencakup elemen yang lebih luas—suku, bahasa, bangsa, agama, dan aliran kepercayaan.
Lebih spesifik, politik kebhinekaan adalah gerakan yang mengajarkan seluruh warga bangsa sejak dini untuk selalu bersatu dalam perbedaan dan bersama dalam keragaman. Artinya, pendapat boleh berbeda, bahasa, cita-cita, bahkan agama sekalipun boleh berbeda, tetapi kita tetap satu. Sebagai anak bangsa, kita harus selalu bergandengan tangan untuk menciptakan perasaan kolektivitas sosial—perasaan yang sama tentang nasib, tanggung jawab, dan cita-cita bersama dalam membangun Indonesia.
Tanpa pemahaman dan penghayatan atas politik kebhinekaan, mustahil Indonesia dapat berdiri kokoh menghadapi arus globalisasi yang semakin ganas merobohkan sekat-sekat negara. Dalam konteks ini, peran kepemimpinan dan elite bangsa menjadi kunci. Mereka harus menjadi teladan bagi rakyatnya.
Resolusi Konflik dan Urgensi Kepemimpinan Tegas
Politik kebhinekaan adalah salah satu resolusi konflik yang dapat menangkal berbagai ancaman di tengah keragaman Indonesia. Clifford Geertz sudah mengingatkan bahwa kompleksitas Indonesia membutuhkan narasi pemersatu.
Kegagalan Uni Soviet dan Yugoslavia menyatukan elemen bangsanya sendiri di tengah gelombang liberalisme menjadi pelajaran penting. Indonesia tidak boleh jatuh pada jebakan yang sama. Polarisasi yang semakin menguat dalam satu dekade terakhir membutuhkan solusi nyata, bukan sekadar retorika kosong.
Indonesia membutuhkan pemimpin tegas yang mampu menerapkan politik kebhinekaan untuk merekatkan perbedaan. Kita memerlukan gerakan jiwa, bukan sekadar wacana omong kosong, untuk menyatukan bangsa ini.
Waktunya hampir habis. Jika kita tidak segera bertindak, kebhinekaan Indonesia bisa berubah dari kekayaan menjadi ancaman. Maka, politik kebhinekaan adalah jawaban.
*Akademisi ilmu politik, penulis buku “Radikalisme, Demokrasi, Kemiskinan”
Izin menyampaikan pendapat pak🙏,, menurut saya, teks diatas merupakan perbandingan dan perbedaan pengelolaan keberagaman di eropa barat dan Indonesia . Pentingnya konteks dalam memilih strategi integrasi nasional dan pendekatan yang berhasil disuatu tempat mungkin tidak dapat diterapkan secara langsung ditempat lain. Indonesia dengan kompleksitas nya yang unik membutuhkan pendekatan yang komprehensif daripada sekedar multikulturalisme. Pendekatan kebhinekaan mungkin bisa sesuai,,tapi apakah Indonesia ini bisa menerapkan pendekatan tersebut..?? Gagasan politik kebhinekaan ini menawarkan kerangka yang lebih komprehensif untuk membangun bangsa Indonesia yang kuat dan bersatu di tengah keragamannya. Namun, implementasinya tentu membutuhkan strategi yang terencana dan komprehensif, termasuk pendidikan, kebijakan publik, dan kepemimpinan yang visioner dan tegas. Penting juga untuk mempertimbangkan bagaimana konsep ini dapat diimplementasikan secara praktis dan menghindari potensi konflik atau eksklusi kelompok tertentu,,, sekian dari saya bapak mohon maaf 🙏 jika salah. Terimakasih 🙏