Oleh: Ruslan Ismail Mage*

“Sebelum engkau terbang mengangkasa mengejar cita-citamu, titiplah hatimu di bumi, agar seluruh makhluk bumi merindunya.”

Kalimat inspiratif di atas bukan sekadar rangkaian kata, melainkan filosofi hidup yang melekat pada sosok yang kini tengah menjadi fenomena di dunia maya. Kalimat itu tertulis dalam buku Ensiklopedia Sang Penggerak karya Ibu Rosmawati, yang mengulas ratusan kutipan penuh makna dari para penggerak perubahan, termasuk pendiri Bengkel Narasi Indonesia. Namun, ada satu kutipan lain yang lebih merepresentasikan perjalanan sosok yang kini viral dan menembus lebih dari lima juta pengikut di TikTok: “Rendahkan serendah-rendahnya hatimu, maka Tuhan akan mengangkat derajatmu setinggi-tingginya.”

Dua kutipan itu seakan menjadi refleksi hidup bagi Mas Iyun, seorang tukang ngarit yang namanya kini melambung bak meteor di jagat sosial media. Ia bukan selebritas, tetapi popularitasnya mengalahkan banyak artis papan atas. Ia bukan aktor, tetapi pesonanya melampaui pemenang Piala Citra. Ia bukan pengusaha besar, tetapi ratusan orang dari berbagai penjuru negeri, bahkan lintas negara, rela melakukan perjalanan panjang hanya untuk bertemu dengannya. Ia bukan pejabat atau pemimpin, tetapi kehadirannya dikawal dengan antusiasme yang luar biasa.

Mas Iyun telah menjadi fenomena. Setiap langkahnya dikagumi, setiap perkataannya ditunggu, dan setiap gerak-geriknya diamati dengan penuh rasa penasaran. Dari desa kecil tempatnya merumput, namanya bergema hingga kota-kota besar. Sosoknya bahkan menarik perhatian para pengikut setia yang rela menempuh perjalanan darat, laut, dan udara demi sekadar bersalaman atau berfoto dengannya.

Viralnya seseorang di dunia maya tak pernah terjadi tanpa sebab. Ada yang terkenal karena sensasi, ada yang mendadak terkenal karena tragedi, dan ada pula yang viral karena keunikan yang tak biasa. Lalu, apa yang membuat Mas Iyun begitu menarik perhatian?

Apakah karena kisah cintanya yang kandas setelah diremehkan oleh sang kekasih? Bisa jadi. Apakah karena pekerjaannya sebagai pencari rumput yang memicu rasa iba? Mungkin saja. Namun, jika ditelisik lebih dalam, magnet sesungguhnya dari Mas Iyun bukan hanya kisah hidupnya, tetapi juga cara pandangnya terhadap kehidupan itu sendiri.

Dalam sebuah wawancara yang beredar luas, Mas Iyun sempat ditanya soal kepemilikan sapi yang setiap hari ia rawat.

“Sebagai tukang ngarit, apakah kamu punya sapi?” tanya pewawancara.
“Tidak punya,” jawabnya singkat.
“Apakah berarti sapi-sapi yang kamu rawat itu titipan orang?”
“Bukan,” katanya lagi.
“Lalu sapi-sapi itu milik siapa?”

Mas Iyun menghela napas sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan ketulusan yang mengejutkan, “Seluruh sapi itu milik Tuhan, saya hanya menjaganya.”

Jawaban itu bukan sekadar ungkapan spontan. Di balik kalimatnya, tersimpan kebijaksanaan yang jarang dimiliki banyak orang. Jika dijabarkan lebih jauh, filosofi Mas Iyun mengajarkan bahwa apa pun yang kita miliki di dunia ini—kekayaan, jabatan, popularitas, bahkan kehidupan itu sendiri—hanyalah titipan. Tidak ada yang benar-benar kita miliki, karena semua akan kembali kepada Sang Pemilik.

Keyakinan inilah yang membuat Mas Iyun begitu membumi. Kekayaannya yang kini melimpah tidak membuatnya jumawa. Popularitas yang diraih tanpa rekayasa tidak mengubah pribadinya menjadi angkuh. Ia tetap seorang tukang ngarit yang bersahaja, rendah hati, dan selalu merendahkan dirinya di hadapan sesama, karena ia memahami bahwa hanya Tuhan yang pantas ditinggikan.

Sikap rendah hatinya yang tanpa kepura-puraan itulah yang menjadikannya dicintai banyak orang. Tanpa perlu pencitraan, tanpa strategi marketing yang dirancang, Mas Iyun telah membuktikan bahwa ketulusan memiliki kekuatan yang lebih besar daripada sekadar ambisi. Ia membuktikan bahwa kesederhanaan yang dijalani dengan ketulusan dapat membawa seseorang terangkat derajatnya, bukan hanya di mata manusia, tetapi juga di mata semesta.

Di tengah era yang serba materialistis, di mana ukuran keberhasilan sering kali ditentukan oleh kekayaan, jabatan, atau status sosial, kehadiran Mas Iyun seolah menjadi oase bagi mereka yang merindukan ketulusan. Sosoknya adalah pengingat bahwa kebahagiaan sejati bukan terletak pada seberapa banyak yang kita miliki, tetapi pada seberapa ikhlas kita menjalani hidup.

Kerendahan hatinya telah menjadikannya lebih dari sekadar viral. Ia bukan sekadar fenomena sosial media, tetapi sebuah simbol bahwa masih ada kebijaksanaan yang lahir dari kesederhanaan. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang semakin bising oleh ambisi dan kepentingan, Mas Iyun hadir sebagai pengingat bahwa semakin rendah hati seseorang, semakin tinggi derajatnya di mata Tuhan dan manusia.

*Akademisi, penulis buku-buku motivasi dan kepemimpinan.

(Visited 34 times, 4 visits today)
One thought on “Pendekatan Langit Mas Iyun”
  1. Untuk mendapatkan kedamaian, , ketentraman dan kebahagian dlm hidup .
    bukan dari seberapa banyak kta memiliki , tapi seberapa banyak kita mensyukuri nikmat Allah.
    Bila kita memiliki kesederhanaan , ketulusan , keikhlasan dan kasih sayang , niscaya harta , pangkat , keegoisan dan ambisi tak dapat menggoyahkannya.
    Karna hati memiliki kesederhanaan , ketulusan , keikhlasan dan kasih sayang seluas samudra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.