Memimpin sebuah kementerian atau lembaga merupakan amanah sekaligus sumber bencana kudu dilakoni meski tantangan dan rintangan berdatangan silih berganti.

Selain harus membuat keputusan yang adil dan bijaksana, pemimpin juga harus siap menghadapi berbagai reaksi dari berbagai pihak, baik yang pro maupun kontra terhadap kebijakan yang telah diputuskan.

Meski demikian, janganlah sibuk menjadi budak sebuah “oligarki” pemuja “tirani”. Hal ini yang membikin seorang pemimpin lupa daratan, merasa memiliki kekuasaan absolut dan tidak terbatas, memerintah dengan otoriter dan represif.

Pemerintahan seperti ini dapat mengekang hak-hak asasi manusia, menjerat kebebasan menyampaikan aspirasi dan menciderai demokrasi.

Pesan bijak menegaskan, “Jangan menjadi pemimpin onani” berarti jangan menjadi orang yang hanya memimpin diri sendiri dan tidak peduli dengan orang lain atau kepentingan bersama. Onani atau masturbasi adalah perbuatan yang dapat berdampak negatif pada kesehatan dan kehidupan sehari-hari. 

Pemimpin “onani” yang menyenangkan dirinya sendiri, tidak hanya merugikan diri sendiri, tapi juga merugikan organisasinya, dapat dipastikan bakal melakukan korupsi dan menyalahgunaan kekuasaan, dapat menciptakan kesenjangan sosial dan ekonomi juga dapat melakukan ketidakadilan dan diskriminasi.

Sebagai pemimpin, penting untuk mempertimbangkan kebutuhan dan kepentingan orang lain, serta bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Memang tidak mudah, untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut diperlukan kemampuan kepemimpinan yang kuat, termasuk kemampuan untuk menganalisis situasi dan membuat keputusan yang tepat, berkomunikasi yang efektif dengan berbagai pihak, mengelola konflik dan menemukan solusi yang adil serta memiliki integritas dan konsistensi dalam membuat keputusan.

Sifat pemimpin yang baik itu bersifat adil dan tidak membedakan antara satu orang dengan yang lain. Seorang pemimpin juga harus bijaksana dan memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat.
Selain itu seorang pemimpin harus transparan dan terbuka dalam mengambil keputusan.
Peduli dengan kepentingan dan kebutuhan rakyatnya.

Pernyataan tersebut sangat tepat dan sesuai dengan ajaran Islam. Seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang baik dan tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.

Rasulullah SAW merupakan contoh pemimpin yang baik dalam Islam.

Kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abu Bakar merupan pemimpin yang adil, bijaksana, dan peduli dengan kepentingan dan kebutuhan umatnya.

Dilanjutkan kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab (634-644 M) merupakan salah satu contoh kepemimpinan yang efektif dan sukses dalam sejarah Islam.

Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang adil dan tidak memihak. Ummar bin Khattab memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan semua orang dihormati.

Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan.

Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang sederhana dan tidak memiliki kebiasaan hidup mewah dan lebih memilih untuk hidup sederhana. Terbuka terhadap kritik dan saran dari rakyatnya dan memastikan bahwa semua orang memiliki kesempatan untuk berbicara dan didengar.

Selanjutnya Khalifah Usman bin Affan (579-656 M) adalah khalifah ketiga Islam setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.

Karakteristik Kepemimpinan
Usman bin Affan dikenal sebagai pemimpin yang sabar dan bijaksana, tidak memihak kepada siapa pun dan selalu memastikan bahwa keadilan ditegakkan, peduli dengan rakyatnya dan selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.

Khalifah Usman bin Affan menghormati ulama dan selalu meminta saran rakyatnya dalam mengambil keputusan.

Masa kepemimpinan khalifah Usman bin Affan menghapuskan sistem feodal dan memperkenalkan sistem pemerintahan yang lebih demokratis.

Usai Usman bin Affan diteruskan oleh khalifah Ali bin Abu Tholib (599-661 M). Khalifah keempat Islam setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan.

Tidak berbeda dengan pendahulunya, kepemimpinan Ali bin Abu Thalib dikenal sebagai pemimpin yang tidak memihak kepada siapa pun dan selalu memastikan bahwa keadilan ditegakkan. Dengan demikian, pemimpin dapat memimpin dengan efektif dan membangun kepercayaan dari berbagai pihak.

Terakhir, sebaik-baiknya manusia diciptakan adalah yang bermanfaat buat orang lain.

Pernyataan tersebut sangat tepat dan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia memang diciptakan untuk saling membantu dan memberikan manfaat kepada orang lain.

Dengan melakukan kebaikan sekecil apapun, kita dapat menciptakan lingkungan yang harmonis, damai, dan penuh kasih sayang.

Dalam banyak agama dan kepercayaan, nilai-nilai kebaikan dan kepedulian terhadap orang lain juga sangat ditekankan.

Misalnya, agama Islam, menjelaskan konsep “berlomba-lomba dalam kebaikan”. Al Qur’an Surah Al-Baqarah, ayat 148 menjelaskan “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang mereka menghadap ke arahnya. Maka berlomba-lombalah (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari akhir). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Ayat ini mengajarkan, bahwa setiap umat memiliki arah kiblatnya masing-masing, tetapi semua umat harus berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Ayat ini juga menekankan bahwa Allah akan mengumpulkan semua manusia pada hari akhir, tidak peduli di mana mereka berada. Wallahu ‘alam bis-shawab

(Visited 14 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.