Bimbingan dan Konseling pada Siswa Mileneal masa kini sangat krusial, bagaikan makan buah Simalakama, “kalau dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak mati”. Karena itu sikap dan tindakan yang diambil oleh sang guru sebagai pengayom siswa masa kini hingga mereka berdikari di masa depan, menemukan kehidupan yang lebih baik di masa depannya, sang guru dilematis.
Apalagi di Timor Leste yang baru keluar dari post konflik, yang nota benenya harus dididik dalam kekerasaun baru dia sadar dan mau belajar. Sedangkan masa kini peran guru dituntut dan disarankan untuk mendidik, dan membimbing siswanya dengan etika moral dan cinta kasih. Tetapi ironisnya para siswa tidak menerima bimbingan model ini, lebih suka dengan demokrasi liberalnya, sesuai dengan kemauannya sendiri. Tetapi di sekolah demokrasi ini tidak berlaku, jika hal ini yang berlaku di sekolah maka proses belajar tidak akan berjalan sesuai dengan kurikulum yang berlaku, malah membuka pasar politik demokrasi di sekolah.
Menurut Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya mengatakan bahwa: “ing ngarso sung tulodo, in madya mangun karso, dan tut wuri handayani”. Ketiga kalimat ini mempunyai arti bahwa; “pendidikan harus dapat, memberi contoh, memberikan pengaruh, dan mengendalikan peserta didik menurut bakat dan kodratnya”. Handayani berarti, guru mempengaruhi peserta didik dalam arti membimbing atau mengajarnya; dimana seorang guru harus bersikap menentukan ke arah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan di Timor Leste pembentukan manusia seutuhnya yang beretika moral kristen, dan demokrasi yang berlaku di sini, bukan memaksanya menurut kehendak sang pendidik.
Sebagai profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan secara terus menerus. Sasaran penyikapan itu meliputi penyikapan terhadap perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik, tempat kerja, pemimpin dan pekerjaan.
Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan perkembangan masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutakhirkan. Dalam bersikap guru harus selalu mengadakan pembaruan sesuai dengan tututan tugasnya.
Bimbingan Konseling
Istilah konseling (conseling) diartikan sebagai penyuluhan. Tetapi istilah penyuluhan ini kurang tepat, maka diubah menjah bimbingan konseling. Menurut James P.Adam bahwa, “Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang”.
Kegiatan bimbingan dan konseling tersebut berbeda dengan kegiatan belajar mengajar. Perbedaannya antara lain:
- Tujuan yang ingin dicapai pada kegiatan belajar mengajar sudah dirumuskan terlebih dahulu dan target pencapaian sama untuk seluruh siswa. Sedangkan kegiatan bimbingan dan konseling tujuannya lebih bersifat individual atau kelompok.
- Pembicaraan dalam kegiatan belajar mengajar lebih banyak diarahkan para pemberian informasi dan pembuktian suatu masalah, sedangkan dalam konseling lebih ditujukan untuk memecahlam suatu masalah yang dihadapi klien.
- Dalam kegiatan belajar mengajar, para siswa belum tentu mempunyai masalah yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, sedangkan bimbingan konseling pada umumnya klien telah/sedang menghadapi masalah.
- Untuk melaksanakan bimbingan dan konseling, bagi konselor dituntut suatu ketrampilan khusus dan berbeda dengan tuntutan bagi seorang guru/pengajar.
Menurut Koestoer Patowisastro (1982), bahwa: “sekolah merupakan lingkungan hidup kedua sesudah rumah, dimana anak dalam selang waktu (± 6 jam) hidupnya berada di sekolah. Para siswa yang usianya relatif masih muda sangat membutuhkan bimbingan baik dalam memahami keadaan dirinya, mengarahkan dirinya, maupun dalam mengatasi berbagai macam kesulitan”.
Menurut Lundquist dan Chamely yang dikutip oleh Belkin, 1981 bahwa: “mengembangkan dan memperluas pandangan guru tentang masalah afektif yang mempunyai kaitan erat dengan profesinya sebagai guru; mengembangakan wawasan guru, dimana keadaan emosinalnya akan mempengaruhi proses belajar mengajar; mengembangkan sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa lebih efektif; mengatasi masalah-masalah yang ditemui guru dalam melaksanakan tugasnya”.
Tujuan Bimbingan di Sekolah
- Mengatasi kesulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
- Mengatasi terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang dilakukannya pada saat proses belajar-mengajar berlangsung dan dalam hubungan sosial.
- Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kelanjutan studi, perencanaan dan pemilihan pekerjaan setelah tamat, masalah sosial emosional di sekolah terhadap dirinya sendiri, lingkungan sekolah, keluarga dan lingkungan sosial dimana ia tinggal.
Bimbingan Belajar
Bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah, yang meliputi:
- Cara belajar, baik belajar secara kelompok dan individual.
- Cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar.
- Efisiensi delam menggunakan buku-buku pelajaran.
- Cara mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan mata pelajaran tertentu.
- Cara, proses, dan prosedur tentang mengikuti pelajaran.
Perkembangan kemampuan siswa secara optimal untuk berkreasi, mandiri, bertanggung jawab dan memecahkan masalah merupakan tanggung jawab yang besar dari kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, pemahaman potensi pribadi sangat penting untuk perkembangan siswa sebagai manusia yang utuh. Di samping itu, dalam perkembangannya siswa sering kali menghadapi masalah yang tidak mampu dipecahkan sendiri, sehingga mengganggu keberhasilan belajarnya.
Untuk membantu proses perkembangan pribadi dan mengatasi masalah yang dihadapi sering kali siswa memerlukan bantuan profesional. Sekolah harus dapat menyediakan layanan profesional yaitu bimbingan dan konseling, karena sekolah merupakan lingkungan yang terpenting sesudah keluarga. Layanan ini dalam batas tertentu dapat dilakukan guru, tetapi jika masalahnya berat diperlukan petugas khusus konselor untuk menanganinya.
Menurut jenis permasalahannya guru atau konselor dapat memberikan bantuan dalam bentuk: “bimbingan belajar, bimbingan sosial, dan bimbingan dalam mengatasi masalah pribadi“. Semua bimbingan ini didasarkan atas prinsip, asas, orientasi, dan etika profesional.
Program Bimbingan di SLTP
- Bimbingan belajar di SLTP dan SD berbeda, karena beda usia, lingkungan sosial, dan mata pelajarannya.
- Bimbingan tentang hubungan muda-mudi, karena pada usia mereka mulai mengenal hubungan cinta kasih (Gibson dan Mitchell, 1981).
- Pada usia ini, mereka mulai membentuk kelompok sebaya (peer group), maka program bimbingan hendaknya juga menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan sosial.
- Bimbingan yang berorientasi pada tugas-tugas perkembangan anak usia 12-15 tahun.
- Bimbingan karier baik yang menyangkut pemahaman tentang dunia pendidikan atau pekerjaan.

Program Bimbingan di SLTA
Program layanan bimbingan di SLTA hendaknya lebih lengkap dan luas cakupannya dibandingkan dengan program layanan di jenjang pendidikan di bawahnya. Pada jenjang ini para siswa berada dalam masa remaja, dimana usia mereka berada pada masa transisi. Kehidupan kanak-kanaknya sudah ditinggalkan, namun kehidupan sebagai orang dewasa belum mapan. Dengan demikian, mereka berada di daerah marginal yaitu, daerah kabur. Akibatnya mereka kehilangan identitas, dan berusaha mencari identitas kembali dengan berbagai cara dan gayanya. Kadang-kadang pola berpikir, berperasaan, dan perilakunya menyimpang dari pola kehidupan anak-anak ataupun orang dewasa.
Menurut Cole (1959) mengemukakan beberapa tugas-tugas perkembangan pada usia remaja (siswa SLTA) yaitu bertujuan untuk mencapai: “kematangan emosional, kematangan minat terhadap lawan jenis, kematangan sosial, kebebasan diri dari kontrol orang tua, kematangan intelektual, kematangan dalam pemilihan pekerjaan, efisiensi penggunaan waktu luang, kematangan dalam memahami falsafah hidup, dan kematangan dalam kemampuan mengidentifikasi diri”.
Sehingga, program bimbingan dan konseling di SLTA hendaknya dapat mengatasi permasalahan- permasalahan yang dihadapi siswa, sehingga mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangan tersebut. Oleh karena itu, program bimbingan konseling di SLTA ini hendaknya berorientasi pada: “hubungan muda-mudi atau hubungan sosial, pemberian informasi pendidikan dan jabatan, bimbingan cara belajar”.
Program Bimbingan di Perguruan Tinggi
Perkembangan pada usia dewasa menuntut seseorang untuk lebih mandiri, dan berdisiplin diri (self dicipline). Mereka dituntut untuk mampu mengembangkan sikap membina ilmu demi kemajuan bangsanya (Winkel, 1991). Mereka hendaknya mampu mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki dan mampu merencanakan masa depan sesuai dengan keadaan dirinya.
Pola pikirnya sudah lebih matang dan mereka berusaha mencurahkan segala tenaga dan pikirannya untuk memecahkan berbagai masalah ekonomi, pekerjaan tuntutan akademik, masalah perkawinan.
Disamping itu, mahasiswa juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan pola kehidupan kampus dan di luar kampus. Pola kehidupan kampus lebih menekankan kepada aspek akademik, motivasi belajar, memilih program studi dan menjalin hubungan sosial. Masalah-masalah yang timbul di luar kampus adalah, masalah biaya pendidikan, fasilitas belajar, tempat tinggal, makanan yang bergizi, dsb (Winkel, 1991).
Efektivitas dan efisiensi program bimbingan dapat terwujud bila diarahkan kepada masalah-masalah sebagaimana digambarkan di atas. Oleh karena itu, program bimbingan di PT (Perguruan Tinggi) hendaknya berorientasi pada: “bimbingan belajar di PT yang bersifat akademik, hubungan sosial dan hubungan muda-mudi”.
Kesimpulan:
Jadi pada dasarnya membimbing seseorang dari kecil sejak SD hingga Perguruan Tinggi, dimana tugas guru adalah memanusiakan manusia, mengarahkannya agar dapat menemukan jati dirinya di masa depannya, supaya ia dapat berguna bagi keluarganya, gereja, negara dan dunia. Seorang guru harus merendahkan diri dengan tabah mendidik dan membimbing anak didiknya hingga menemui masa depannya yang gemilang, itulah yang menjadi kesuksesan seorang guru. Dimana guru harus profesional menanggani anak mileneal yang hidup di era digitalisasi, konsentrasinya tidak sepenuhnya dengan bimbingan sekolah oleh para guru profesional, maka mereka tidak mendengarkan bimbingan sang guru dan mengikuti kehendak mereka sendiri alias semau gue.
Sumber: “Profesi Keguruan”, Penerbit Rhineka Cipta, 2011
By Prof.EdoSantos’25