Kepadamu aku menoleh,
seperti bunga matahari yang jatuh cinta pada terang.
Meski langit tak selalu cerah,
aku tetap menunggumu dalam hangat yang kurindu diam-diam.
Aku berdiri dalam ladang kesetiaan,
membuka kelopak meski hujan menimpa dada.
Karena cintaku padamu bukan tentang waktu,
tapi tentang arah yang tak pernah berubah.
Kau adalah mentariku,
yang pernah menyinari lembah-lembah hatiku.
Meski kini kau menghilang di balik cakrawala,
aku tetap menengadah—percaya, kau tak benar-benar jauh.

Setiap pagi aku tumbuh dalam rindumu,
setiap senja aku mengecup bayangmu.
Aku tak pernah lelah menoleh,
karena hanya padamulah hatiku pulang dan menetap.
Bila kau tahu betapa aku menunggumu,
di antara kelopak yang perlahan mekar karena kenangan,
kau akan mengerti:
tak semua cinta butuh suara,
karena aku telah mencintaimu dalam diam yang paling setia.
Jangan khawatir bila langkahmu tersesat,
aku masih di sini,
menoleh padamu seperti dulu—dengan seluruh jiwaku yang setia.
Karena hatiku,
adalah bunga matahari,
yang tak pernah lelah mencintai cahayanya.