Sebagai seorang yang berprofesi sebagai Pustakawan, begitu sering saya jumpai buku buku koleksi perpustakaan yang dikembalikan oleh pemustaka, dalam keadaan penuh lipatan lipatan. Kadang halaman buku dilipat dua langsung, tapi lebih sering lagi dilipat sudut halaman buku membentuk segitiga. Tindakan ini tentu tidak boleh dilakukan, karena akan mempercepat sobeknya halaman buku yang dilipat itu. Lipatan kertas halaman buku, lama kelamaan akan menjadi rapuh dan akhirnya sobek. Sering pula saya jumpai buku koleksi perpustakaan yang telah dicoret coreti oleh pemustaka. Yang lebih ekstrim lagi pernah ada buku koleksi perpustakaan yang gambar gambarnya sudah digunting. Kesadaran Pemustaka dan para pembaca buku sangat diperlukan dalam rangka pelestarian bahan bahan perpustakaan. Pemustaka seharusnya selalu menyediakan pambatas buku alias bookmark.

Bookmark atau lebih tepat disebut pembatas halaman buku adalah benda yang dijadikan pembatas halaman buku yang dibaca. Ada juga yang menyebutnya markabuku. Pada umumnya terbuat dari kertas yang agak kaku, namun perkembangannya sekarang ini sudah dalam berbagai media, misalnya kayu, aluminium, kulit binatang, bambu, pita, gading dan lain lain.
Menandai halaman buku yang sedang dibaca memang penting, terutama jika buku tersebut tebal dan kita tidak dapat menyelesaikan membacanya sampai tamat sekali waktu. Apalagi kalau buku yang dibaca juga dibaca anggota keluarga lain atau teman lain. Kebiasaan lama yaitu melipat sudut halaman buku (istilah bahasa Inggrisnya dog-eared) sangat tidak dianjurkan, karena selain kurang bagus dipandang, juga lambat laun lipatan tersebut akan rapuh dan akhirnya sobek. Ada juga yang menandainya dengan tulisan pena, dan ini juga tidak baik, karena tinta dapat merusak kertas kalau sudah lama. Disinilah pentingnya pembatas buku.
Barang Koleksi
Pembatas buku atau Boookmark mungkin kurang populer dijadikan barang koleksi di Indonesia. Orang lebih memilih mengoleksi prangko, CD dan DVD, kaset, kartupos (postcard), uang kertas, koin, boneka, tokoh/ karakter kartun, mainan, dan lain lain. Mungkin karena jarang bisa ditemukan dijual di toko toko, termasuk toko buku sekalipun. Minatbaca masyarakat Indonesia yang rendah juga termasuk penyebab utama kurang dikenalnya benda yang namanya bookmark ini. Dinegara maju yang minatbacanya sangat tinggi, hampir disetiap buku yang terbit terdapat bookmark. Rasa cinta pada buku sangat besar sehingga kesadaran mereka akan keutuhan sebuah buku yang dibaca juga besar. Dimana mana disediakan bookmark gratis, terutama ditoko buku dan perpustakaan. Bookmark tidak lagi sekedar untuk menjadi pembatas halaman buku, tapi dibikin dengan serius dan penuh estetika dengan desain grafis yang indah, sehingga menjadi layak dijadikan barang koleksi (collectable)

Saya termasuk seorang yang terbiasa menggunakan bookmark atau pembatas buku. Tugasku sebagai pustakawan juga selalu menganjurkan kepada pemustaka untuk selalu menggunakan bookmark sebagai penanda halaman buku. Awal mula perkenalan saya dengan bookmark adalah sekitar tahun 1997 ketika saya yang waktu itu rajin membeli majalah Intisari. Disetiap edisi bulanan selalu terselip satu pembatas buku, yang biasanya merupakan bahan promosi atau iklan, tapi disertai dengan tali tassel kecil diujungnya. Waktu itu saya tidak mengoleksinya, tapi saya pikir sayang juga kalau dibuang. Akhirnya benar benar kumanfaatkan jadi pembatas halaman buku yang saya pinjam di perpustakaan.

Ada satu hal yang menggembirakan akhir akhir ini dalam dunia penerbitan buku di Indonesia. Hampir semua buku yang diterbitkan disertai dengan bookmark. Biasanya bookmark-nya diberi illustrasi atau gambar yang sama dengan sampul bukunya. Tentu maksud pembatas buku tersebut, agar para pembaca tidak melipat lagi sudut atas buku. Namun yang saya lihat, pembatas buku yang diselipkan masih sangat sederhana, dan biasanya selalu sama dengan cover bukunya. Belum pernah saya menemukan pembatas buku selipan itu yang menggunakan tali tasel diujungnya.
Sejarah Bookmark
Bookmark sudah ada hampir seumur dengan buku itu sendiri. Bahkan diera ribuan tahun lampau saat papyrus menjadi media tulis menulis, sudah ada penanda batas bacaan. Gulungan papyrus bisa sampai 40 meter panjangnya dan untuk menandainya, orang menggunakan semacam kulit sapi (vellum) yang dijepitkan digulungan papyrus. Pada abad ke17-19 di Inggris, pembatas buku yang paling polpuler adalah yang terbuat dari sutra yang disulam.

Jenis bookmark tertua yang ditemukan di monasteri abad pertengahan adalah yang berbentuk jepitan terbuat dari kulit binatang. Diperkirakan bahwa jenis ini pula yang banyak dipakai untuk gulungan papyrus diera Mesir kuno.
Diakhir abad pertengahan antara abad ke-13 dan ke-15 bentuk bookmark banyak ditemukan di banyak buku dan disebut dengan Incunabula. Kebanyakan terbuat dari kulit binatang yang merupakan sisa yang dijadikan cover buku. Pada masa itu bentuk bookmark sudah bervariasi, ada yang berbentuk segiempat sederhana, jepitan segitiga dan yang berbentuk piringan berputar untuk menandai kolom pada halaman.

Museum kerajaan di Brunei menyimpan bookmark yang terbuat dari gading gajah yang dibuat di India dengan hiasan ukiran tembus dipinggirnya berasal dari abad ke-16 yang biasa digunakan untuk menandai batas bacaan pada halaman Al-Quran.
Bahan Promosi.
Bookmark sudah sangat lazim dijadikan bahan promosi pariwisata dinegara maju, sehingga biasanya setiap tempat wisata mencetak atau menerbitkan bookmark dengan ciri yang khas. Australia banyak menghasilkan bookmark bergambar atau berbentuk Boomerang, selain yang berupa cetakan foto foto Opera House dan Sydney Harbour Bridge, dan gambar gambar ikon Australia lainnya, seperti Kangguru, Koala, Platipus, Uluru dan lain lain. Dari Jepang, ada bookmark berupa boneka kertas (yang tipis) gadis Jepang yang berpakaian Kimono, yang bisa diletakkan di tengah tengah buku, atau bookmark dengan keindahan istana kaisar, atau bergambar Gunung Fujiyama. Selain untuk promosi pariwisata, lembaga yang terkait langsung dengan perbukuan biasanya menjadikan bookmark sebagai bahan promosi, misalnya Perpustakaan, Penerbit, Sekolah dan Universitas, Pusat Informasi dan Toko Buku.

Di Indonesia, penggunaan bookmark belum memasyarakat, sebagaimana halnya di luarnegeri. Bahkan kita masih kesulitan setiap kali akan membeli bookmark. Pertama kali saya membeli bookmark sewaktu di Yogyakarta, bookmark yang saya beli waktu terbitan Dagadu yang dihiasi tasel. Di Bali dapat dengan mudah dijumpai banyak bookmark dijual selain karena daerah tujuan wisata, juga kreatifitas masyarakat Bali yang tinggi. Saya sempat melihat berbagai bentuk bookmark dari bahan bambu dijual di toko toko suvenir.
Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia pada umumnya adalah penyebab utama kurang diminatinya penggunaan bookmark. Bahkan bagi yang suka membaca bukupun masih jarang yang menggunakan bookmark. Melipat sudut atas halaman buku menjadi kebiasaan banyak ‘kutu buku’ untuk menandai batas halaman yang dibacanya. Cara terbaik untuk menandai batas bacaan, yaitu meletakkan bookmark diantara halaman buku yang dibaca, sampai batas bacaan. Besarnya bookmark disesuaikan dangang besarnya buku. Tidak semua buku yang dibaca perlu bookmark. Buku dengan jumlah halaman tak lebih 20, atau yang bisa langsung selesai dibaca, tidak memerlukan bookmark. Hanya buku buku yang menarik dibaca, semacam novel, buku non-fiksi yang tebal, buku teks ataupun kamus.

Ada beberapa cara untuk mendapatkan bookmark yaitu: pertama: membeli di toko buku, toko cenderamata / Souvenir, atau lewat internet (kalau anda yakin aman transaksi lewat internet!!!!). Kedua yaitu dengan cara barter (tukaran ) sesama kolektor bookmark. Di media sosial, cukup banyak penggemar bookmark yang mau saling tukar menukar bookmark. Ketiga bikin sendiri. Bisa dengan menggunting dari majalah sesuai bentuk bookmark yang persegi panjang, terutama yang bergambar bunga bunga, pemandangan, lukisan, binatang, atau foto selebrity yang kita sukai. Yang terutama adalah jenis kertasnya agak kaku sehingga mudah disisipkan ke dalam buku. Keempat beli buku yang ada bookmark-nya. Kelima print/ cetak langsung dari web yang khusus membahas tentang bookmark. Cari saja di Google dengan kata kunci “printable bookmark”, pasti akan muncul banyak sekali, baik dalam format word, maupun gambar (jpeg) dan format lainnya. Kalau sudah dicetak, sebaiknya di laminating, supaya tahan lama dan tidak rusak jika terkena air.
Ada pengalaman lucu saya alami ketika saya menemukan banyak bookmark berbentuk botol obat seukuran botol aslinya. Banyak yang tidak tahu bahwa itu bookmark, bukan sekedar bahan promosi. Pernah pula saya menerima bookmark sebagai souvenir pengantin, dan undangan lainnya tidak mengerti benda apa itu, dan memberikannya kepada saya, sambil sedikit kesal berkata, “apaan ini…. Ambil saja deh..” J J
