Dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya untuk mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama. Di sini, penting sekali untuk membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab yang didukung oleh upaya memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.
Literasi desa secara sederhana dimaksudkan untuk menjaga indeginous knowledge (pengetahuan lokal/asli) yang tersimpan rapi di memori warga desa. Jika pengetahuan lokal asli dimaksud sudah tersimpan rapi, agenda selanjutnya adalah melakukan formulasi ide dan gagasan agar pengetahuan tersebut bisa menjadikan warga desa memiliki ruang strategis dalam mendayagunakan sistem pengetahuannya sebagai life skills (keterampilan hidup).
Dengan demikian, proses peningkatan kapasitas warga desa penting dalam rangka memperkaya dan meng-update sumber daya lokal yang mereka miliki agar produktif. Bahkan, kekuatan pengetahuan lokal tersebut bisa menjadi aset yang sangat berharga untuk menghadapi gempuran nilai dan norma baru termasuk pengetahuan atas teknologi modern.
Literasi desa bisa menjamin aset kognisi warga desa untuk menghadapi tata nilai baru (baca: modern) yang dianggap sebagai hal-hal yang rumit dan tak terjelaskan oleh pengetahuan lokal mereka. Literasi desa bisa memperkaya pengetahuan dan nalar imajinatif warga desa untuk mengurai hubungan-hubungan (simbiosis mutualisme) pengetahuan lokalnya dengan pemahaman baru.
Dengan literasi desa, warga desa yang terliterasikan memiliki sikap dan semangat optimis berdialektika dengan dunianya yang baru yang selanjutnya lebih mampu menyikapi dinamika kehidupan dengan pikiran, sikap, dan tindakan yang lebih konstruktif.
Orang yang terliterasikan bisa berpotensi menjadi aktor kunci mengatasi problemnya sendiri dan membantu mengatasi masalah orang lain di desanya dan menjadi aktor kunci untuk suatu gerakan untuk membuat semakin banyak orang membaca dan menulis. Konteksnya bahwa membaca sebagai budaya akan membantu memperkuat imajinasi kreatif warga desa.
Konteksnya warga desa yang terliterasi bisa mengarsipkan aktivitasnya dengan kemampuan menuliskan apa yang mereka mimpikan, menuliskan fakta-fakta di desanya, menuliskan fenomena serta outputnya apa pun dari setiap aktivitas yang melibatkannya, sehingga ikutannya adalah akan memicu budaya menulis dan berbicara, bisa menyampaikan pesan, mengurai informasi, serta pembelajaran atau mengomunikasikan pesan termasuk norma-norma untuk mengatasi masalahnya.
Substansi kekuatan literasi desa yang merapikan sistem pengetahuan dan life skills warga yang terliterasi selanjutnya akan lebih mudah didorong dalam urusan teknis penyelenggaraan dan pengorganisasian program dalam tata kelola pemerintahan desa.
Di sisi lain, literasi desa bisa menampilkan cerita yang kadang berjalan tanpa disadari oleh mereka yang terliterasi. Cerita panjangnya, dialektikanya bisa terus berjalan memasuki waktu dan peristiwa budaya. Efeknya bisa melahirkan kondisi kesadaran kolektif yang bersemai di berbagai tempat di hati warga desa. Awal narasinya tak kelihatan tapi tersimpan dalam memori bawah sadar menjadi sistem pengetahuan baru yang telah berdialektika dengan era di mana desa akan menjadi objek diskursus berbagai kalangan. Desa teridentifikasi sebagai locus dengan potensi yang luar biasa untuk menggerakkan literasi selanjutnya, termasuk mendorong partisipasi pembangunan.
Akhirnya, kesadaran kolektif untuk memperluas pengetahuan dengan literasi desa bisa melahirkan efek domino dalam membangun kesadaran kolektif di segmentasi lain melalui adanya partisipasi aktif rakyat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi tata kelola pemerintahan desa. Akan terbentuk gerakan lingkungan hidup dan berbagai gairah meliterasikan desa-desa dengan berbagai cara. Literasi desa kemudian bisa naik ke level tertentu menjadi sebuah gerakan intelektual untuk menyemaikan ide yang tak kunjung padam, sebagai bagian gerakan meliterasikan seluruh elemen yang ada di organisasi pemerintahan desanya, lembaga kemasyarakatan desa, kelembagaan rakyat (kelompok tani, nelayan, pengrajin, dll), termasuk kaum milenial untuk mau berpartisipasi aktif membangun desanya dengan berbasiskan aset kognitif dan sumber daya lokalnya.
Menyikapi tantangan tersebut, Bengkel Narasi menghadirkan gerakan Bengkel Narasi Masuk Desa (BNMD) dengan visi pengembangan kapasitas literasi desa.
“Kalau selama ini publik mengenal istilah Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes, maka BNMD hadir sebagai gerakan untuk mengoptimalkan modal indeginous knowledge desa melalui penciptaan produk-produk literasi untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa,” jelas Ruslan Ismail Mage atau biasa dipanggil RIM, Founder Bengkel Narasi.
RIM menambahkan bahwa peningkatan kemampuan literasi sangat penting sebagai upaya membangun masyarakat tangguh dalam menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupan, baik berkaitan dengan dampak pandemi COVID-19 ke semua segi kehidupan maupun sebagai modal untuk menghadapi persoalan kehidupan di era digital.
Sejauh ini, berbagai upaya sudah dilakukan untuk meningkatkan literasi desa seperti memperbanyak perpustakaan atau taman bacaan masyarakat di perdesaan, menyediakan buku-buku soft skills hingga motivasi, atau melakukan pengembangan perpustakaan digital desa. Di samping itu, ada juga gerakan desa membaca buku masuk rumah dan pustaka bergilir buku masuk rumah.
Literasi desa dapat ditingkatkan terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi desanya. Dari sejumlah program dan kegiatan peningkatan literasi desa yang kita kenal, umumnya masih berfokus pada akses masyarakat desa terhadap bahan-bahan bacaan. Di sini, belum ada yang mengarah pada optimalisasi potensi-potensi yang ada di desa dan diformulasikan menjadi produk literasi desa itu sendiri.
“Setelah masyarakat desa mendapat manfaat dari produk-produk literasi yang didatangkan dari luar, sekarang saatnya masyarakat desa menciptakan produk-produk literasi dari desanya untuk menginspirasi masyarakat luas melalui gerakan BNMD,” tegas Iyan Apt, Co-founder Bengkel Narasi. []