“Hidup di penampungan sungguh tidak enak,apa-apa serba prihatin. Mau tidak mau ya harus dijalanin. Karena emang ini jalannya”.
Itulah kata-kata yang sering terlontar dari mulut para calon tenaga kerja wanita yang berada di asrama.
Bagaimana tidak, puluhan atau bahkan ratusan calon tenaga kerja berbaur menjadi satu dalam satu lingkungan yang bernama asrama.
Bagi mereka calon tenaga kerja yang sudah berpengalaman dan sudah bisa bahasa, boleh menunggu visa di kampung mereka.
Kalau ada panggilan dari kantor yang mengabarkan bahwa visa mereka sudah turun, baru si calon tenaga kerja datang ke kantor untuk menyiapkan segala keperluan terkait keberangkatannya ke negara tujuan.
Agak mendingan memang kalau banyak calon tenaga kerja yang menunggu visa di kampung, asrama jadi tidak begitu penuh sesak dan ramai.Urusan permandian dan lainnya pun tidak begitu panjang ngantrinya.
Di asrama, kalau sedang banyak calon tenaga kerja, mandi dan mencuci pakaian bisa ngantri panjang, kalau aku biasanya urusan mencuci kulakukan sehabis diwaktu sore hari atau sehabis pulang sekolah bahasa, waktu lebih longgar dan tidak begitu antri.
Untuk urusan makan dan minum di asrama, peralatan makannya menggunakan piring dan gelas plastik, hiii hiiii geli juga sih, kesannya seperti anak kecil, tetapi lama kelamaan seiring berjalannya waktu jadi terbiasa.
Pengalamanku, hari pertama di asrama aku tidak bisa tidur nyenyak dan tidak ada nafsu makan sama sekali, meskipun sebenarnya perut terasa perih dan melilit. Sesekali aku membeli sepotong roti di kantin asrama untuk mengganjal perut. Karena makan nasi terasa tidak enak rasanya.
Nelangsa dan kepingin balik kampung saja. Tetapi ini adalah awal, hari -hari berikutnya aku sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan asrama. Tidak menyenangkan memang tapi ya karena sudah diniatin jadi lama-kelamaan terasa enjoy juga.
Keadaan malam hari di asrama itu banyak nyamuk. Suara-suara berisik anak-anak asrama yang sedang menghafal bahasa sudah terbiasa terdengar, melihat mereka, membuat mulutku ikut komat-kamit baca mantra mengikuti kata-kata yang mereka hafalkan.
Ada yang nyanyi-nyanyi untuk menghilangkan kejenuhan, ada yang joget-joget mengikuti musik di handphone, ada yang sedang asyik ngobrol di pojok kamar sambil ditemani beberapa makanan dan minuman ringan, dan ada juga yang telponan sama keluarga ataupun pacar.
Kedua bola mataku terasa berat, sesekali kumenguap lebar, rasa kantuk ini perlahan-lahan hadir dengan lembut sehingga memaksaku untuk segera memejamkan mata.
Malam kian larut, kupejamkan mata, tetapi entah kenapa kupejamkan berkali-kali tetap saja mata ini tidak bisa terpejam secara sempurna. Meskipun mata bisa terpejam tetapi hati dan pikiranku melayang-layang entah ke mana.
Kubolak-balikan badan untuk mencari posisi tidur yang pas, kumiringkan badan ke arah sebelah kanan tetap tidak enak, kumiringkan ke arah sebelah kiri pun tetap tidak nyaman, tidur terlentang malah membuatku teringat masa sekolah, waktu istirahat makan di kantin rame-rame bareng geng garing, geng teman sekelas dengan uang saku minimalis, hikssss.
Seperti itulah keadaanku di asrama, kadang nyaman tetapi kadang banyak juga tidak nyamannya. Tergantung pikiran sebenarnya.
Asrama adalah tempat tinggal sementara bagi calon tenaga kerja, dimana setiap harinya calon tenaga kerja harus belajar banyak hal di balai latihan kerja atau BLK yang sudah disediakan oleh pihak penyalur.
Belajar dari hari Senin sampai hari Sabtu dari jam delapan pagi sampai jam 12 siang. Hari minggu adalah hari libur, biasanya banyak calon tenaga kerja yang dijenguk oleh keluarganya.
Ada yang membawakan pakaian, makanan, dan ada juga yang membawa surat-surat untuk melengkapi persyaratan yang masih kurang untuk menjadi seorang tenaga kerja.
Sekolah seperti anak sekolahan memang, membawa buku, bolpoin dan buku tebal berisi bahasa kantonis. Hanya saja ini tidak memakai seragam sekolah, cuma terpampang kartu identitas yang tertulis nama dan nomor pin calon tenaga kerja yang ditempel di bagian dada.
Tinggal di asrama hukumnya adalah wajib, apalagi bagi calon tenaga kerja yang belum memiliki pengalaman kerja sama sekali, termasuk aku.
Aku yang tamat SMA tanpa pikir panjang langsung memutuskan untuk pergi mengadu nasib ke salah satu penyalur tenaga kerja yang ada di Jakarta.
Niat awal aku memutuskan untuk menjadi seorang tenaga kerja wanita adalah ingin mencari biaya untuk bisa kuliah di salah satu universitas yang letaknya tidak jauh dari tempat dimana aku menamatkan SMA-ku dulu.
Di balai latihan kerja ini, calon tenaga kerja akan diajari, dibekali, dan dikenalkan oleh para pengajar tentang adat istiadat dan bahasa yang digunakan di negara yang akan dituju.
Bahasa kantonis adalah bahasa yang digunakan oleh sebagian besar warga negara Hong Kong, meskipun ada juga yang menggunakan bahasa mandarin dan lainnya.
Guru pengajar bahasa kantonis dan mandarin kebanyakan adalah mantan para tenaga kerja wanita di Hongkong dan Taiwan. Dimana mereka sudah paham bahasa dan juga lebih berpengalaman tentang negara tersebut. Tetapi ada juga guru yang bukan dari mantan tenaga kerja.
Disini, di penyalur ini, tidak hanya melayani satu negara tujuan kerja saja, tetapi ada beberapa negara tujuan kerja lainnya di antaranya adalah Hongkong, Taiwan, Singapura, dan Malaysia.
Berbeda dari Hong Kong dan Taiwan. Calon tenaga kerja wanita yang akan menuju ke Singapura dan Malaysia tidak begitu kesulitan dalam belajar bahasa. Setidaknya bahasa Inggris dan melayu sudah akrab didengar oleh telinga kita sehari-hari.
Hongkong dan Taiwan adalah negara tujuan yang paling sulit dipelajari dari segi bahasa. Karena tidak pernah mendengar bahkan mengucapkan bahasa tersebut sebelumnya, lidah pun seakan terasa kaku dan sulit untuk mengucapkan kata demi kata. Bahasa asing yang sebelumnya tidak pernah didengarnya. Dan sekarang mau tidak mau harus bisa dan lancar berbicara dengan bahasa tersebut.
Bahasa adalah modal utama dalam bekerja di luar negeri. Apa jadinya apabila antara majikan dan si pekerja kesulitan dalam berkomunikasi. Pasti banyak terjadi kesalahpahaman.
Tidak masalah kalau sang majikan memahami, tetapi yang paling menyebalkan adalah ketika sang majikan marah dan tidak sabar mengajari si pekerjanya, yang ujung-ujungnya memulangkan si pekerjanya ke tanah air.
Sangat merugikan si pekerja dan keuntungan berlipat ganda bagi perusahaan penyalur tenaga kerja. Ya iya lah dapat duit berlipat-lipat.
Aku yang akan bekerja di negaranya Andy Lau pun, berusaha untuk belajar ekstra keras menghafal kata demi kata bahasa kantonis. Sepulang sekolah, setelah salat dan makan, biasanya aku dan teman-teman di asrama mengulang kembali pelajaran yang diberikan oleh guru. Agar mudah menghafal, aku dan teman-teman mempraktikkan kegiatan sehari-hari dengan menggunakan bahasa kantonis.
Setiap hari ada PR atau pekerjaan rumah, menghafal yang diperintahkan oleh guru, hari berikutnya di tes maju satu per satu di depan kelas. Kalau tidak hafal, siap-siap berdiri sambil menghafal di depan kelas. Dilihatin oleh teman sekelas, maluuuu……
Gurunya galak, tidak segan-segan banting buku yang ada di atas meja. Karena saking kagetnya, pernah suatu waktu aku yang merasa ngantuk berat jadi hilang seketika rasa ngantuknya. Jantung dag dig dug tidak karuan.
Posisi dudukku yang tadinya lemas, kini ku ubah menjadi duduk tegak dan mata kubuat lebih bening dari sebelumnya.
“Ini guru galak amat yak, apa emang bawaan bayi?” Batinku dalam hati, karena emang gurunya lagi hamil.
Obat sakit kepala laris manis di kantin asrama, apalagi bagi mereka calon tenaga kerja yang sudah berumur. Banyak dari mereka yang berumur 30-45 tahunan. Yang kalau disuruh menghafal tidak secepat anak remaja yang baru lulus sekolah.
Pemandangan nelangsa ini tiap hari kulihat dengan sangat jelas dan terpampang nyata.
Bangun pagi antri mandi sambil bawa buku ngehafal kosakata. Ada juga yang antri makan sambil tangannya nunjuk-nunjuk nasi dan lauk.
“Nasi bahasa kantonisnya adalah fan. makan bahasa kantonisnya adalah sik. Jadi, makan nasi dalam bahasa kantonis berarti “sik fan“.
Haaa haaa…aku dibuat nyengir jadinya. Ada juga yang sedang bermuram durja, dari sepulang sekolah sampai malam kosakata yang dihafal belum juga nyantol di kepala.
Sudah berbagai posisi dilakukan agar konsentrasi belajar tercapai, dari belajar sambil ngemil yang sampai cemilannya habis tapi hanya satu kosakata yang nyantol, yaitu aku cinta kamu atau dalam bahasa kantonisnya adalah “ngo oi lei“,ya iya lah sering kirim ke pacar,haa haaa.
Ada juga yang makan sambil membawa buku, bukunya di taruh di depan mukanya. Sesekali dibuka dan ditutup, begitu terus sampai acara makan selesai.
Ada juga yang duduk di tangga, tidak makan nasi dan hanya makan roti ditemani segelas kopi hitam panas. Sesekali tangannya memijat kepala, kalau ditanya,”Kamu kenapa?” Jawabannya selalu sama”Kepalaku pusing karena semalem tidak bisa tidur, ngafalin tugas sampai larut malam, takut tidak hafal nanti dimarahin guru?”
“Hey kamu,kamu sudah hafal apa belum tugas menghafal yang kemarin saya berikan?”tanya guru pengajar bahasa.
“Belum, Bu!” jawab si murid.
“Kamu gimana sih, masa dari kemarin tidak hafal-hafal, mau niat belajar ndak!” bentak sang guru lagi.
“Niat, Bu!”jawab si murid singkat.
“Kamu, maju ke depan, hafalin di depan kelas sampai hafal, yang lain juga, nanti giliran maju ke depan satu-satu!”
“Iyaaa, Bu!”jawab murid serempak.
Itulah salah satu makanan sehari-hari di kelas. Setiap hari ada aja yang sepulang sekolah bahasa selalu nangis.
Mereka yang masih muda, pikiran dan daya ingat untuk menghafal mungkin masih cemerlang.
Akan tetapi, lain ceritanya bagi mereka yang berumur antara tiga puluh tahun ke atas yang baru belajar dan belum berpengalaman. [bersambung]
Udah pernah ketemu andy lau apa belum mba? hehe