Dulu waktu aku masih kecil, senang sekali rasanya kalau ada pesawat yang melintas di atas rumah kami.
Aku jingkrak-jingkrak kegirangan.
“Pesawaaaaattt…..!!! Turunin duuiiiittt dongggg!” teriakku sambil melambaikan tangan ke atas. Berharap si pesawat mendengar teriakanku.
“Naik pesawat itu asyik, bisa terbang di udara seperti burung!” jawab emak.
“Kapan-kapan kalau ada duit kita naik pesawat ya, Mak!” kataku polos.
Emak yang mendengar celotehku pun hanya mengangguk sambil tersenyum.
*
Pramugarinya cantik-cantik, rambut diikat rapi, seragam yang pas di badan membuat penampilannya semakin anggun saja. Mereka melayani kami para penumpang dengan ramah.
“Mbak, mau makan apa, ini ada nasi rendang dan ada nasi dendeng sapi. Mbak mau pilih yang mana?” pramugari cantik itu me…
[14:08, 21/03/2022] BN Sarmini: Dulu waktu aku masih kecil,senang sekali rasanya kalau ada pesawat yang melintas di atas rumah kami.
Aku jngkrak-jingkrak kegirangan.
“Pesawaaaaattt…..!!!turunin duuiiiittt dongggg!”teriakku sambil melambaikan tangan ke atas.
Berharap si pesawat mendengar teriakanku.
“Naik pesawat itu asyik,bisa terbang di udara seperti burung!”jawab emak
“Kapan-kapan kalau ada duit kita naik pesawat ya,Mak!”kataku polos
Emak yang mendengar celotehku pun hanya mengangguk sambil tersenyum.
*
Pramugarinya cantik-cantik,rambut diikat rapi,seragam yang pas dibadan membuat penampilannya semakin anggun saja. Mereka melayani kami para penumpang dengan ramah.
“Mbak, mau makan apa? Ini ada nasi rendang dan ada nasi dendeng sapi. Mbak mau pilih yang mana?” pramugari cantik itu menawariku makanan.
“Nasi rendang saja, terima kasih!” jawabku.
“Minumnya apa? Ini ada jus apel, jus jeruk, jus jambu, air mineral, kopi, dan teh hangat manis,” katanya lagi.
“Teh hangat manis saja,” jawabku lagi.
Hiiiii hiii… aku yang anak kampung, tidak pernah merasakan rasanya naik pesawat sebelumnya, kesan pertama kali aku naik pesawat adalah aku begitu kelihatan sekali ndesonya. Kalaulah aku tidak bekerja di luar negeri, aku tidak akan pernah bisa merasakan rasanya naik pesawat atau mungkin bisa, tapi entah kapan.
Apalagi kalau aku mengingat betapa konyolnya sewaktu aku mencet tombol untuk menyalakan layar televisi kecil yang ada di depanku,di belakang kursi penumpang. Aku yang waktu itu baru pertama kalinya, terlihat bingung, tapi aku yang sok pintar dan sok bisa merasa gengsi dan malu dilihatin penumpang sebelahku. Aku pencet-pencet aja itu tombol.
“Ini gimana sih, ada gambar tapi tidak ada suaranya,” kataku lirih.
Aku kesel, ku matiin itu layar. Aku sandarkan badan ke kursi. Kupejamkan mata, tidak tidur tapi cuma pura-pura tidur. Haaa haaa…. sungguh aku malu pada diriku sendiri, kok ya noraknya itu lho, kebangeteeennnn.
Begini, kalau di kampung kerajaannya di rumah, sekolah, dan tidak pernah pergi kemana-mana. Tidak pernah tah ada apa dan bagaimana keramaian di luar sana. Memang, jadi orang itu kalau bisa jangan polos-polos amat, jangan terlalu lugu. Ada kalanya harus berani melangkah ke luar meskipun sebenarnya rasa takut itu pasti ada. Di setiap kesulitan pasti ada jalan.
Mengubah diri sendiri, mencari ilmu dan pengalaman di luar. Kalau kita berani keluar, ternyata pandangan dan pikiran kita terbuka dengan begitu lebarnya.
*
Peringatan dari sang pilot bahwa pesawat akan segera mendarat, membuatku segera memasang sabuk pengaman yang belum terpasang. Kedua telingaku terasa berdenging beberapa detik, aku tidak bisa mendengar suara dengan jelas. Kurtarik-tarik kedua daun telingaku. Plongg…. telingku kembali normal.
Aku yang duduk di bagian tengah pesawat harus mengantri. Penumpang di depan dulu yang keluar. Aku mengintip dari balik jendela pesawat.
“Ohhh ini Bandara Internasional Hong Kong, bagus banget!” batinku.
Tahun 2003 bulan November, untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di negeri beton, Hong Kong. Bismillahirrahmanirrahim, ucapku.
Aku dan beberapa temanku pun melangkah keluar dari bandara. Kami mengikuti penumpang lain dari belakang karena kami tidak tahu arah pintu untuk keluar. Meskipun ada petunjuk, tetap saja kami merasa sedikit was-was. Ini adalah untuk pertama kalinya kami menginjakkan kaki di luar negeri. Sesampainya di luar, di pintu kedatangan ternyata sudah ada banyak agen dari PT lain yang menjemput para tenaga kerja yang baru datang dari Indonesia.
Meskipun sudah keluar dari bandara, tapi aku dan yang lainnya tidak bisa langsung keluar begitu saja, karena ada pagar penghalang setengah badan, sehingga kalau keluar harus melewati satu pintu lagi. Mataku pun tertuju ke salah satu kertas putih yang bertuliskan naman agen kami di Indonesia.
“Mbak, kami dari agen A, apakah Mbak yang akan menjemput kami?” tanyaku.
“Oh iya betul, aku dari agen A. Aku ditugaskan untuk menjemput kalian!”
“Keluar lewat pintu itu ya, aku tunggu di sana!”kata dia sambil tangan kanannya menunjuk arah pintu keluar.
“Baik!” jawab kami.
Kami pun mengikuti dia. Dalam perjalanan, aku melihat sekelilingku. Benar-benar kota megapolitan. Lampu-lampu di sepanjang jalan terlihat sangat rapi berjejer. Gedung-gedung bertingkat menjulang tinggi. Hiruk pikuk kendaraan bermotor seperti menandakan kalau kota ini tidak pernah tidur.
“Mbak, kita sudah sampai di kantor. Ini kantor agen kalian di Hong Kong. Ayo kita masuk!” kata Mbak yang menjemputku kami di bandara.
Kami hanya menganggukkan kepala. Kantornya tidak terlalu besar, seukuran ruang tamu rumahku di kampung. Banyak juga terlihat barang-barang yang penataannya tidak terlalu rapi.
Di agen terlihat beberapa orang. Pertama seorang perempuan sedang duduk di kursi dan meja utama. Kelihatannya dia adalah sang pemilik agen ini dan satunya lagi seorang laki-laki, kalau tidak salah dia adalah anaknya.
Kringggggg!!!
Suara telpon kantor berdering. Percakapan antara si pemilik kantor dengan seseorang, entah siapa.
“Sebentar lagi majikanmu datang menjemputmu!” kata si Mbak sambil tangannya menunjuk ke arahku.
“Baik”! jawabku.
Aku jadi deg-degan, seperti apa yah majikanku, semoga majikanku baik ya Allah, doaku dalam hati.
Sebelum aku dijemput majikan, aku dan beberapa temanku yang lain satu per satu di panggil oleh si pemilik agen.
Giliranku, oleh anaknya, aku disodori kertas kosong banyak, aku tidak sempat menghitung berapa jumlahnya. Aku disuruh tanda tangan di sebelah kanan bawah. Ada juga yang bertuliskan dengan menggunakan bahasa Inggris dan tulisan kanji. Aku pun tidak sempat membacanya.
Si anaknya, mengarahkan aku, menandatangani kertas itu dengan cepatnya. Selesai kertas satu ditandatangani, terus dikasih kertas berikutnya, begitu sampai kertas yang harus ditandatangani pun habis.
Agak aneh, aku disuruh tanda tangan di kertas yang kosong dalam jumlah yang banyak. Tetapi aku hanya nurut saja apa yang diperintahkan. Dokumen penting seperti pasport dan kontrak kerja milikku di tahan oleh pihak agen. Padahal, paspor dan kontrak kerja adalah nyawa bagi si pekerja, harus dipegang sendiri dan tidak boleh dipegang oleh orang lain. Ini melanggar hukum dan peraturan pemerintah Hong Kong.
Di kontrak kerjaku juga tertulis kalau gajikku setiap bulan adalah gaji full, digaji penuh sesuai aturan pemerintah Hong Kong. Dan aku juga mendapatkan libur setiap hari minggu dan tanggal merah, libur nasional Hong Kong.
Tinggg… tonggg….!!!
Suara bel pintu berbunyi. Pintu dibuka, nampak seorang perempuan berkacamata. Kira-kira tinggi badannya sama seperti aku, hanya saja dia sedikit gendut. Perempuan itu kemudian berbincang-bincang dengan pemilik agen. Namaku disebutnya.
“Ini majikan kamu. Sekarang, kamu ke rumah majikan. Baik-baik kerja di sana ya?” kata pemilik agen.
“Baik!” jawabku.
Aku berpamitan kepada teman-temanku yang belum dijemput majikan. Tanpa banyak bicara, aku berjalan mengikuti langkah majikan. Kami naik kereta bawah tanah. Sebelum naik kereta, aku dibelikan tiket terlebih dahulu. Ke rumah majikan, perjalanan kira-kira 15 menit.
*
Aku dibuat kaget setengah mati. Masuk rumah majikan aku disambut oleh dua ekor anjing dan seekor kucing. Dua ekor anjing yang gede-gede, pertama bulunya berwarna putih panjang, kedua bulunya berwarna coklat berambut pendek. Aku yang sangat takut sekali dengan yang namanya anjing, aku dibuat tak bisa berkutik.
Melihat sang majikan pulang, anjing dan kucing itu berlarian minta di peluk. Majikan mencium dan memeluk anjing-anjingnya. Si anjing pun berputar-putar di sekitar kakiku. [bersambung]