Oleh: Gugun Gunardi*

Budaya Sunda termasuk salah satu budaya tertua di Nusantara. Budaya Sunda yang ideal kemudian seringkali dikaitkan sebagai kebudayaan masa Kerajaan Padjadjaran. Budaya Sunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Sunda. Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun.

Pada umumnya karakter masyarakat Sunda adalah;
(1) periang,
(2) ramah-tamah,
(3) murah senyum,
(4) lemah-lembut,
(5) sangat menghormati orang tua, dan
(6) cenderung menjalani keseharian yang sederhana.

Hal yang dianggap tabu dalam adat-istiadat Sunda biasa disebut dengan istilah ‘pamali’. Kebiasaan ini erat kaitannya dengan prinsip orang Sunda pada umumnya yang memiliki kebiasaan;
(1) tarapti (tertib),
(2) siloka (majas),
(3) someah (sopan terhadap orang lain) dan,
(4) handap asor (merendah).

Beberapa contoh adat sopan santun orang Sunda yang praktis penulis susun berdasarkan pengetahuan dan pengalaman pribadi yang bisa jadi mungkin ada yang belum tercatatkan dalam adab sopan santun tersebut.

Sopan santun yang dimiliki masyarakat Sunda umumnya adalah sebagai berikut:

1) Jika lewat di depan rumah seseorang, dan kebetulan orangnya ada di beranda rumah atau kelihatan, maka harus mengucapkan “punten/permisi”.

2) Jika lewat di depan orang yang jauh lebih tua dan jaraknya dekat, misalnya dalam suatu pertemuan ‘riungan’, maka diharuskan untuk membungkukkan badan dengan tangan kanan lebih rendah dari tangan kiri seolah-olah sedang memungut sesuatu sambil mengucapkan “punten/permisi”.

3) Ketika makan, tidak boleh ada suara dari mulut ‘cèplak’ ketika mengunyah.

4) Tidak kentut di depan orang yang lebih tua atau di depan orang lain, apalagi seorang gadis/wanita, sangat dipantang.

5) Memanggil orang yang lebih tua harus dengan sebutan:
Untuk lelaki yang kira-kira dipandang masih pemuda, dengan kata “Aa/Akang [Abang]” untuk wanita “Tètèh/Ceceu [Kakak]”
Untuk lelaki yang sudah tua, bisa dengan kata-kata “Bapak atau Amang” untuk pria, untuk wanita “Ibu atau Embi”

6) Dianggap tabu memanggil orang yang lebih tua dengan namanya!!

7) Jika menunjukan sesuatu, tidak mengacungkan telunjuk tetapi memakai ibu jari “jempol”, dengan jari-jari lain dirangkapkan dan ketika menunjukkan arah badan harus agak membungkuk

8) Ketika duduk dengan orang tua dalam suatu jamuan ‘riungan’, jika duduk di lantai, lelaki harus bersila sedangkan wanita harus ‘emok/bersimpuh’

9) Ketika dalam ‘riungan’ dan disuguhkan makanan, orang paling tua lah yang pertama mendapat kesempatan untuk mengambil makanan. Jadi, dipantang seorang muda melakukannya duluan.

10) Ketika memanggil seseorang, dilarang dengan suara keras ‘ngajorowok’. Lebih baik didekati dan memanggil dengan suara lunak.

11) Di dalam suatu perjamuan, dilarang bersendawa ‘teurab’, hingga kedengaran suaranya, harus ditahan.

12) Ketika menguap ‘heuay’ di depan orang lain, harus ditutup dengan tangan.

13) Ketika batuk di depan orang lain, juga harus ditutup dengan mengepalkan tangan, dan seolah ditampung di tangan.

14) Ketika bersin ‘hacih’, harus ditutup dengan tangan, apalagi mengeluarkan iler, harus segera dibersihkan dengan tisu atau saputangan.

15) Ketika berbicara dengan orang lain, tidak boleh sambil menggaruk-garuk kepala, menggaruk pantat atau bagian badan lainnya, Tangan harus ditumpuk di perut ‘sidakep’.

17) Dilarang memotong pembicaraan orang lain, baik di dalam ‘riungan’ maupun pada obrolan berdua.

18) Biasakanlah menyimak orang lain bertutur hingga selesai sebelum menanggapi ‘ulah nyempad’.

19) Jangan dibiasakan tungpang kaki ketika duduk di kursi, apalagi di depan orang tua.

20) Biasakanlah ketika akan bertutur atau menanggapi gagasan/pembicaraan orang dengan kata maaf “punten, hapunten, hatur punten”.

Sikap sopan santun yang merupakan budaya leluhur kita, dewasa ini kurang diperhatikan oleh sebagian orang. Sikap sopan santun yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hormat menghormati sesama, yang muda menghormati yang tua, dan yang tua menghargai yang muda sudah diabaikan di dalam kehidupan yang serba modern ini.

21) Dalam sopan santun penggunaan bahasa yang baik dan benar atau sesuai norma sangat dipertimbangkan dengan baik.

22) Selain itu gaya berbicara, tinggi rendahnya suara, gestur tubuh yang baik merupakan aspek non kebahasaan yang sangat penting dalam berlaku sopan santun.

23) Dapat dilihat bahwa konsep sopan santun sangat erat kaitannya dengan tingkat-tutur bahasa atau tatakrama bahasa.

Penguasaan tingkat tutur (undak usuk) bahasa menjadi sangat penting karena secara tidak langsung akan menunjukkan karakter orang Sunda yang memiliki norma-norma kesopanan yang luhur.

24) Seorang individu yang menguasai undak usuk bahasa, tidak mungkin akan berteriak-teriak dengan nada kesal kepada orang yang lebih tua dengan menggunakan bahasa lemes/ sopan.

Demikian beberapa hal terkait dengan “Sopan Santun dan Ramah Tamah Orang Sunda”, yang merupakan soft skill berbasis budaya Sunda. Bisa jadi, skill ini sangat mendukung seseorang di dalam berkarier, di mana hard skill orang tersebut sudah mumpuni. Sehingga paripurnalah orang tersebut dalam melangkah di masyarakat.

*Penulis: Dosen Tetap Universitas Al Ghifari Bandung.

(Visited 220 times, 1 visits today)
3 thoughts on “Sopan Santun dan Ramah Tamah Orang Sunda”
    1. Alhamdulillah. Hatur séwu nuhun kana pedaranana. Kalintang mundel sareng ageung mangpaatna kanggo dipraktekkeun dina hirup kumbuh sadidinten di masarakat. Mung aya nu teu acan kasabit, perkawis “teu kenging édég”, upami nuju mayunan/nyarios sareng saha baé, utamana sepuh.

  1. Alhamdulillah. Hatur séwu nuhun kana pedaranana. Kalintang mundel sareng ageung mangpaatna kanggo dipraktekkeun dina hirup kumbuh sadidinten di masarakat. Mung aya nu teu acan kasabit, perkawis “teu kenging édég”, upami nuju mayunan/nyarios sareng saha baé, utamana sepuh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: