Oleh: Burhanuddin Tandi

Peringatan HUT RI sudah memasuki babak akhir. Lomba-lomba dari setiap cabang sudah diumumkan. Begitu banyak kegembiraan namun tak sedikit pula kekecewaan.

Jemari ini tergelitik untuk mengungkap apa yang kurasakan. Banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik dari setiap momen pertandingan. Maaf kalau panjang kali lebar yah. Tulisan ini pula saya tulis bersifat umum, bukan beropini kepada sebuah pertandingan tertentu.

Kalah dan menang dalam suatu kompetisi adalah sesuatu yang wajar asalkan kompetisi itu tetap dalam garis aturan yang sudah ditentukan. Kita melaksanakan kegiatan lomba tujuannya untuk menyemarakkan peringatan HUT RI. Namun ada tujuan yang tak kalah pentingnya dari kegiatan ini adalah mengajarkan kepada generasi penerus untuk memiliki karakter seorang petarung, karakter sang juara, karakter untuk menang.

Menjadi juara adalah tujuan utama setiap orang. Dari sinilah pelajaran karakter yang harus kita tanamkan bersama ke generasi penerus, untuk menjadi juara dibutuhkan perjuangan dan doa. Selain itu bisa juga karena adanya faktor X.

Menjadi juara karena faktor X? Menarik juga untuk dibahas. Apa itu faktor X? Faktor X itu adalah sebuah variabel, ketika variabel itu diganti maka akan bermakna positif atau pun bermakna negatif. Ketika faktor X kita ganti dengan “keberuntungan”, maka akan bernilai positif. Yah betul sekali, faktor keberuntungan tidak boleh kita sepelekan dalam sebuah pertandingan, karena merupakan salah satu penentu untuk mendapatkan juara. Tapi apa jadinya kalau faktor X itu diganti dengan “unsur ambisi”, maka akan bernilai negatif. Faktor “ambisi” inilah yang tidak kita inginkan dalam sebuah pertandingan. Terkadang orang yang berambisi untuk menang, bisa menghalalkan segala cara untuk menang, sikut kanan, sikut kiri, senggol kanan, senggol kiri, semua dilakukan untuk menggapai ambisinya.

Mencapai kemenangan dengan cara ini memiliki banyak sekali dampak negatif, salah satu dampaknya adalah munculnya pembullyan antar peserta. Selain itu, secara tidak langsung kita mengajarkan hal negatif kepada generasi kita, dan masih banyak dampak negatif lain yang bisa ditimbulkan.

Akhirnya tujuan semula dari suatu kegiatan tidak tercapai, justru berakhir dengan sesuatu hal yang mungkin saja kita tidak inginkan.

Marilah saling berintrospeksi diri. Marilah kita senantiasa mengajarkan kejujuran sejak dini. Kita orang dewasa merupakan cerminan untuk generasi penerus kita. Jika kita melakukan hal negatif, maka generasi penerus akan menduplikasi apa yang kita lakukan.

Mari bersatu membangun karakter bangsa.
Salam karakter positif.

Soppeng, 23 Agustus 2023

(Visited 56 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.