
Hari ini,
Enam tahun dia membumi,
Tangis esanya adalah lengkingan asa bagi kami,
Hadirnya serasa mengagungkan setiap detak nadi,
Sungguh, hadirnya melangitkan syukur ke Illahi.
Adalah portofolio terhadap kasih yang kami bangun puluhan tahun lampau. Tentunya menjadi sebuah tegukkan luar biasa manakala tuhan menitipkan sepasang ruh untuk kami jaga. Tuhan laksana mewakafkan selembar kertas jasmine putih. Dalam bingkisannya terbungkus potlot berwarna-warni, namun tak ada penghapus dalam bingkisan itu.
Dengan semangat muda kami mulai mengambil potlot berwarna merah, agar kertas jasmine nganga menyala. Namun tak sesederhana itu, melukis keseharian ruh tak serta merta mewujudkan jumawa di dalam dada. Idealisme keluarga muda kami seperti tak peduli, kami menitikkan noktah hijau agar rupa jasmine merekah sumringah.
Rupa tak kunjung nyata, kertas itu masih belum berbentuk, abstrakpun tidak. Tapi kami semakin tak peduli, kertas jasmine kami ukir kembali dengan warna-warni berharap pelangi. Ada perbukitan dipuncak kertas, terdapat sungai hingga gedung-gedung pencakar langit di sisi tengahnya. Pinggirannya kami lukis dengan bunga hingga kaligrafi-kaligrafi Asma Allah.
Semakin melukis, kami tak jua bertemu wujud. Kami saling berpandangan, seperti mengiyakan fikiran masing-masing, jika melukis jasmine putih tak sebersahaja itu. Kami mulai menata cara, merapikan laku agar wujud kertas jasmine putih menyemburkan cahaya. Coretan-coretan kesalahan yang kami lakukan tentu tak bisa terhapus, karena tak ada penghapus di kotak bingkisannya.

Hari ini enam tahun sudah,
Dia melaju seperti memacu arah,
Rentak langkahnya seperti irama dansa dipesta megah,
Teriakannya nyaring lagi melengking cerah,
Pelukannya hangat serupa mentari senyum sumringah.
Dan hebatnya,
Manakala pekat malam menghampiri jiwa,
Dia bercengkrama tentang perkara yang menggugah dada.
Tan!
Selamat Ulang Tahun,
Terimakasih telah menyempurnakan.
We❤U
Abak, Mande & Uni Sabai
note:
TAN RANDAI ALMINANGKABAWI adalah seonggok nama yang penulis rajut dari penamaan orang-orang Minangkabau lama. Begitu juga dengan nama gadis tertua penulis SABAI RAMINANG JEOSLAND.
adalah sebuah upaya penulis dalam melestarikan adat dan budaya minangkabau yang semakin termarjinalkan.
“Baitu barih balabiahnyo,
dari luhak maso dahulu,
kok tidak disigi dipanyato,
lipuah lah jajak nan dahulu.”
Maka,
“Bapuntuang suluah sia,
baka upeh racun sayak batabuang,
paluak pangku Adat nan kaka,
kalangik tuah malambuang”.
