Kehidupan kita bumi ini, tentu saja menjadi sebuah pelajaran berharga yang harus kita belajar dengan cermat dan seksama. Kita harus benar-benar hidup. Kita harus benar-benar adil, kita harus benar-benar ya benar sebelum kita benaran ada untuk hidup untuk mengadili dan membenarkan diri orang lain.
Banyak masyarakat yang semakin sekolah tinggi-tinggi telah mengkonsumsi pengetahuan orang lain dan jauh pada dirinya sendiri yang sifatnya selalu saja suka mengadili orang lain. Padahal sesungguhnya ia sendiri tidak bertindak adil di mata manusia lain. Memenarkan diri dalam segala hal dengan mengadili orang lain adalah sebuah tindakan yang salah.
Banyak sekali karakteristik manusia yang di anggap berpengethuan justru berpaling dari kebenaran nyata meskipun dengan sikap egois untuk menjadi yang terbaik di hadapan mata banyak orang bahkan ia mengingkan keadilan meskipun ia sendiri tidak adil di hadapan manusia yang lain.
Dari hal-hal kecil di tengah-tengah keihidupan masyarakat yang tak mampu kita perbaiki meskipun salah tentu ini akan berdampak buruk bagi kehidupan generasi muda di masa depan. Karena kita yang mengadopsi karakter itu dan kita juga yang mengimplementasikan dalam kehidupqn kita dan benarkan yang salah.
Jika kita berani berkata tidak ! Tentu semua itu akan menipis dengan sendirian tanpa adanya terguran dari pihak lain karena sikak dan tindakan mendominasi orang lain dengan membenarkan diri melalui cara mengadili orang lain apabila kita benar-benar di posisi benar dan adik bisa di kagumi banyak orang.
Namun,mengadili tapi kita sendiri tidak benar di hadapan orang banyak tentu karalteristik yang akan menujuhkan jati diri kita yang sesunggunya bagi masyarakat lain. Itu di sebebkan karena kita sendiri yang menanam maka kita juga yang harus menuai hasil jadi ada baiknya ketika kita bisa berkata tidak apabila apa yang kita lihat itu salah dan kita akan jawab ya apabila kita melihat itu benar.
Pengelihatan orang bisa saja sama dalam tiap waktu. Namun jangan lupa jika tidak semua yang di lihat orang itu akan di benarkan ketika kehidupan kita hanya di dominasi karateristik mengadili tanpa besikap dan berkarakter adil. Maka hendaknya jangan suka mengadili sesama kita dengan karater kita yang mau menang sendiri tanpa tapi bersikap adil dan bertindak adil sebelum kita mebgadili sesama apabila kita tak ingin di adili di akhirat kelak.
Ingat tindakan benar maka wajib kita benar jika kita ingin di anggap oleh orang bahwa kita berpengetahuan dan bertindak adil apabila kita mau ingin mengadili agar orang lan jangan menyalahkan pengetahuan itu salah, ilmu yang mereka pelajari itu tak ada gunanya.
Padahal sesungguhnya segala ilmu yang kita pelajari dari masing-masing bidang tentu saja ada makna apabila kita belajar dengan baik, kita memahami dengan baik dan kita mengerti dengan baik kita tidak akan jauh dari diri kita dan bersikap suka mengadili orang lain di sekeliling kita.
Tida sekolah yang salah, tidak ada ilmu yang salah hanya kita yang salah belajar,memahami,mengerti ilmu yang kita pelajari. Ketika kita salag dari ketiga hal tersebut tentu kita akan mengimplementasikan serta menerapkan dengan salah juga. Jadi belajar dengan benar agar jangan menjauh dari diri kamu sendiri agar jangan bertindak mengadili hanya demi membebarkan diri kita karena kita ingin terus di zona nyaman tapi sejujurnya banyak mata yang menilai kita bahwa kita sedang di posisi yang salah saat kita mengadili karena kita sendiri tidak bersikap adil.
Bahwa jangan mengadili jika kita tak ingin di adili di akhirat nanti setelah kehidupan ini maka sebaiknya mari kita terlebih dahulu menanamkan keadilan dan kebenaran melalui karakter serta sikap kita di hadapan sesama kita karena segala sesuatu ada batasnya masing-masing dimana yang milik kita adalah milik kita dan milik orang lain adalah milik orang lain baik sikap maupun karakteristik juga hasil perjuangan apa saja. Jadilah manusia yang berbudi.
Aku menulis hal ini karena sejak 30 juni 2016 kasus seorang anak gadis yang jadi tersangka, air mata kejujuran mengalir begitu deras, namun tidak ada yang membenarkan beliau bahkan masa depan yang seharusnya diraih atas dasar usahapun pada akhirnya kandas tertelan waktu.
Aku berpikir kenapa ada hukum yang harus membenarkan yang salah dan membuat orang benar jadi bersalah atas bukti-bukti yang di anggap Valid. Trauma kala itu aku menyaksikan kasus adik Jesica Kumala Wongso. Air matanya yang terus mengalir deras ingin rasanya berteriak akan ketidakbenaran waktu itu membuat ia harus terpojok tak berpikir lagi mata depan yang hampir di genggamanpun di telang waktu.
Semua teman manjauh, keluarga trauma dan terpojokkan, aku yang menonton kasus itu hanya terus menyaksikan lewat chanel TV tak fokus pada pasal mana yang dilanggar Jessica. Namun air mata itu adalah gambaran rasa takut, rasa ketidak adilan, rasa sakit hati yang benar-benar membuat ia harus rela menerima ketukan palu. Tidak tahu aku terus memantau berita-beritanya, mengapa orang yang belajar hukum makin jadi buta dan tak pernah menerapkan keadilan hanya karena warna tinta dan kertas yakni hitam & putih?
Mengapa ilmu makin menjadikan orang kehilangan akal akan tentang suatu kebenaran? Air mata tidak akan mengalir apabila tak ada rasa sakit,apabila tak ada rasa sedih, apabila tak ada rasa ingin membela diri dan mengatakan bahwa aku benar dan tak bersalah. Namun pada waktu itu tidak ada generasi lain yang mampu menyurahakan beliau bahwa Jessicca tak bersalah. Mengapa kita diam semua diam seolah tidak terjadi apa-apa!
Seorang generasi muda yang sepantasnya di bela habis-habisan juga di diami pada akhirnya impiannya harus tertunda dan mungkin orang lain merasa nyaman hidup di atas penderitaan orang lain tapi KARMA tak mengenal waktu saat kita mengadili sesorang tanpa melihat ada sisi kebanarannya. Hanya demi instrumen akan kata keadilan banyak manusia di dunia yang harus kehilangan nyawa,masa depan, nasib meskipun mereka benar namun di posisikan di posisi yang salah.
Dari rasa sakit banyak orang pada akhirnya orang menyalahkan ilmu-ilmu kala tak ada keadilan sedangkan orang-orang yang disalahkan justru belajar banyak hal di balik jeruji besi. Itu yang sering membuat orang meyalahkan bahwa semakin orang belajar banyak ilmu justru orang makin menjauh dari dirinya sendiri tapi orang yang belajar dari rasa sakit justru akan belajar dari pengalaman dan muda menerima dirinya bahwa hari kamarin adalah pelajaran yang amat berarti.
Terkadang orang lemah, tak bisa melawan hitam dan putih tapi mereka mampu menjadi tegar karena takaran air mata sangat bermanfaat dan mampu menjadi dosen yang mulia meskipun tak ada ijasah.
Kita mampu menunda masa depan orang lain, kita mampu meruba keadilan menjadi ketidakadilan dengan terus mengadili serta merasa kita adalah pribadi yang amat benar tapi jangan lupa jika KARMA juga bisa merubah air mata menjadi berkah serta KARMA juga bisa menjadi nyata saat kita mengubah kenyataan yang benar-benar nyata. Maka bukan ilmu yang dijadikan kambing hitam tapi orang-orang saja yang belajar salah pada akhirnya menyerapkan kesalahan tersebut pada kehidupan banyak orang. Namun jangan lupa masih ada pengadilan terakhir di akhirat.
Tentu kita juga harus berterima kasih pada pengacara yang dulu habis-habisan membela adik Jessica Kumala Wongso meskpun ia tahu bahwa ia harusnya menelamatkan anak itu, klientnya tapi tetap saja tak mampu karena satu otak melawan ide yang terstruktur akan kala dalam sebuah perjuangan. Namun yakin jika ia akan menang di akhirat nanti.