Oleh : Ruslan Ismail Mage*

Seorang dosen inspiratif mengirim gambar dua orang sedang bertinju di atas ring dengan pertanyaan kepada mahasiswanya melalui aplikasi WhatsApp. Pertanyaanya tidak ada di mata kuliah mana pun dan sangat sederhana, “Di manakah kemenangan seorang petinju ditentukan? Apakah di atas ring atau di luar ring?”

Dari 35 mahasiswa yang mengirim jawaban, 32 diantaranya menjawab kemenangan petinju di tentukan di atas ring dengan argumentasi beragam tapi intinya sama. Sisanya tiga orang mahasiswa menjawab berbeda di luar ring walaupun argumentasi yang kurang mendukung. Artinya 32 orang mahasiswa konsisten menjawab di atas ring.

Entah terpengaruh dengan jawaban pertama, kedua, dan ketiga yang sudah lebih dulu menjawab di atas ring, namun pada umumnya mahasiswa menjawab berdasarkan apa yang dilihat dan dibayangkan pada umumnya orang bahwa kemenangan petinju ditentukan di atas ring. Bisa jadi konstruksi pemikirannya sudah terbentuk sekian lama ketika menonton pertandingan tinju di televisi atau di media sosial misalnya, bahwa kemenangan seorang petinju selalu ditentukan di atas ring ketika memukul KO atau menang angka dengan lawannya.

Tiga orang mahasiswa tidak terpengaruh pikirannya dan berani keluar dari jawaban pada umumnya dengan menjawab di luar ring. Persoalannya kemudian apakah hanya ingin disebut berbeda dari jawaban pada umumnya, atau memang begitu pemahamannya. Namun yang pasti argumentasinya tidak memperkuat jawabannya di luar ring. Lalu mana yang benar? Apakah di atas ring atau di luar ring? Untuk mencari jawabannya berikut kita ikuti proses lahirnya sang juara.

Sang juara tidak dilahirkan, tetapi dilatih, dibimbing, dan dibina. Artinya untuk menjadi juara tidak harus dilahirkan dari orang tua juara, tetapi bisa diciptakan atau dibentuk melalui proses panjang. Seorang juara sejati memupuk kemampuannya perlahan-lahan, menabung kekuatannya sedikit demi sedikit. Untuk kemudian dikeluarkan semua kelebihan dan kekuatannya di atas arena.

Adalah John C. Maxwell yang mengurai hukum proses melalui bahasa analogi seorang petinju dalam bukunya berjudul, “The 21 Irrefutable Laws of Leadership”. Menurutnya, ada ungkapan kuno bahwa, “Para juara tidak menjadi juara di atas ring, hanya saja mereka dikenal menjadi juara di atas ring. Jika ingin melihat di mana seorang juara sejati dilahirkan, lihatlah rutinitasnya berlatih hari demi hari”.

Dari titik ini pertanyaan sudah terjawab bahwa kemenangan seorang petinju di tentukan oleh ketekunannya berlatih keras hari demi hari di luar ring. Seorang juara sejati hanya memperkenalkan dirinya menjadi juara di atas ring. Jadi sebesar apa pun semangatnya, dan sehebat apa pun strategi bertinju yang dikuasai, kalau tidak didukung latihan fisik keras berhari-hari, bahkan berbulan-bulan di luar ring, tidak akan menjadi pemenang di atas ring. Itulah yang disebut hukum proses yang mengajarkan, “Tidak ada kesuksesan dalam sehari, dan kemenangan dalam semalam”. Pesannya, untuk menjadi juara esok hari, konsistenlah gunakan hari-harinya berlatih keras. Untuk menjadi pemimpin sejati, gunakanlah hari-harinya menabung kemampuannya.

Proses Lahirnya Pemimpin Sejati

Pakar kepemimpinan dunia yang memiliki banyak buku kepemimpinan terlaris di dunia John C. Maxwell mengatakan, “Menjadi seorang pemimpin sejati mirip dengan berinvestasi dengan sukses dalam pasar saham”. Jika mengacu pendapat Maxwell ini bisa dikatakan, mengharap menjadi pemimpin hebat hanya di musim pemilu itu kebodohan, karena kepemimpinan terus bertumbuh dari benih sampai berbunga lalu berbuah.

Jika terus berinvestasi dalam perkembangan kepemimpinan, berarti membiarkan bakat dan kemampuan kepemimpinannya berakumulasi. Hasil akhirnya adalah pertumbuhan dengan berjalannya waktu, jelas Maxwell menjabarkan inti hukum proses.

Salah seorang pemimpin yang konsisten mematuhi hukum proses adalah Anies Rasyid Baswedan. Dari sejak di bangku sekolah menabung sedikit demi sediki kemampuannya. Menginvestasikan bakat kepemimpinannya dari hari ke hari selama dalam masa pertumbuhannya. Kemampuannya memimpin hasil dari ketekunannya mengumpulkan berbagai keterampilan selama menempuh pendidikan.

Ketekunannya mematuhi hukum proses kepemimpinan diawali ketika sekolah di SMP Negeri 5 Yogyakarta dengan bergabung menjadi pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Terus berlanjut berproses ketika di SMA Negeri 2 Yogyakarta saat terpilih menjadi Wakil Ketua OSIS, yang mengantarkannya mengikuti pelatihan kepemimpinan bersama tiga ratus pelajar Ketua OSIS seluruh Indonesia. Hasilnya, Anies terpilih menjadi Ketua OSIS seluruh Indonesia pada tahun 1985. Kemudian pada tahun 1987, terpilih untuk mengikuti program pertukaran pelajar AFS dan tinggal selama setahun di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat.

Selesai SMA, Anies diterima kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tahun 1989. Proses kepemimpinamya semakin bertumbuh setelah bergabung di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Terus bertumbuh hingga menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa di Fakultas Ekonomi UGM. Puncak proses kepemimpinannya di perguruan tinggi terjadi ketika terpilih menjadi Ketua Senat Universitas melalui kongres pada 1992 dan membuat beberapa gebrakan dalam lembaga kemahasiswaan.

Itulah sekilas kisah nyata yang bisa dilihat lebih jauh di Wikipedia, bagaimana Anies konsisten mematuhi hukum proses dengan menabung bakat kepemimpinan sedikit demi sedikit dari sejak sekolah dasar, hingga menjelma menjadi pemimpin tangguh yang visioner. Jejak investasi kepemimpinannya jauh lebih dahsyat setelah menyelesaikan kuliah di UGM, karena sudah melewati batas-batas negara. Benar ajaran hukum proses, “Tidak ada kesuksesan dalam sehari dan kemenangan dalam semalam”. Anies Rasyid Baswedan adalah cermin bagaimana dahsyatnya hukum proses melahirkan pemimpin sejati.

*Inspirator dan penggerak, penulis buku-buku motivasi dan politik

(Visited 41 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.