Bagian 1: Luka yang Tak Terduga
Betânia adalah gadis yang selalu memandang dunia dengan senyum. Di desa kecil tempat ia tinggal, ia dikenal sebagai gadis yang ramah dan pekerja keras. Setiap pagi, ia membantu ibunya di kebun dan sore harinya ia suka duduk di bawah pohon mangga, membaca buku atau menatap langit senja. Hidupnya damai, sampai ia bertemu dengan Zito.
Zito adalah pria yang tampan, tangguh, dan penuh percaya diri. Ia bekerja sebagai pengusaha kecil yang sering bepergian antar kota untuk menjual barang-barang yang ia buat sendiri. Ketika pertama kali melihat Betânia di pasar desa, hatinya langsung tertarik pada kecantikannya yang alami. Namun, apa yang dimulai sebagai kekaguman perlahan berubah menjadi obsesi.
Zito mulai mendekati Betânia dengan berbagai cara. Ia mengirim bunga, mengundangnya makan malam, dan bahkan menawarkan untuk membantu keluarganya secara finansial. Namun, Betânia, yang berhati lembut, merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Sikap Zito yang semakin memaksa membuatnya merasa tidak nyaman.
“Aku menghargai perasaanmu, Zito,” kata Betânia suatu sore, ketika Zito kembali memohon cintanya. “Tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu. Aku belum siap untuk hubungan seperti itu.”
Zito mendengarkan dengan wajah tegang, tetapi kemudian tersenyum. “Kau hanya butuh waktu, Betânia. Aku tahu, suatu hari nanti kau akan mencintaiku.”
Betânia menggeleng, mencoba menjelaskan perasaannya dengan lembut, tetapi Zito menolak untuk menerima kenyataan. Penolakan itu melukai harga dirinya. Semakin hari, Zito semakin menunjukkan sifat aslinya. Ia mulai menekan Betânia dengan caranya sendiri—mengontrol siapa yang ia temui, mencoba merusak reputasinya di mata teman-temannya, bahkan mengancam mereka yang dekat dengan Betânia.
Meskipun takut, Betânia tidak menyerah. Ia mencari dukungan dari keluarganya dan teman-teman dekat. Mereka menyemangati Betânia untuk bertindak, tidak tinggal diam menghadapi tindakan Zito. Namun, Zito tidak berhenti. Ia berusaha menghancurkan kehidupan Betânia, bahkan ketika cintanya ditolak.
Betânia tahu bahwa ini bukan hanya soal menolak cinta, tapi soal melawan tindakan yang salah. Ia bertekad untuk tidak membiarkan hidupnya dikendalikan oleh ketakutan dan tekanan.
(Bersambung…)…Bagian 2: Melawan dengan Tegar
by profa Elvira’24