Di ujung 2024, banyak daerah yang membuka lowongan untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), baik Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kinerja (P3K). Tulisan ini khusus membahas tentang PNS, karena ada perbedaan yang mendasar di antara keduanya: PNS siap ditempatakan di mana saja, sedangkan P3K harus kontrak selama 5 tahun dengan tempatnya bekerja, untuk kemudian nanti akan dievaluasi, apakah diperpanjang, atau tidak.
Salah satu bentuk perjanjian yang ditandatangani oleh Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada saat mendaftar untuk jadi PNS berbunyi bersedia ditempatkan di mana saja dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perjanjian ini sangat indah dan sangat tepat untuk diterapkan di negara yang termasuk ke dalam kategori multi budaya, multi bahasa, multi suku dan multi agama.
Sayangnya dalam praktek keseharian, perjanjian yang konon ditandatangani di atas meterai sepuluh ribu rupiah ini hanya sebatas perjanjian hitam di atas putih, sementara implementasinya sangat jauh dari harapan. Masyarakat Indonesia kebanyakan terbiasa melakukan penawaran-penawaran, hingga hal-hal yang bersangkutan dengan hukum pun ditawar juga.
Sebagai contoh, seorang PNS ditempatkan di daerah yang jauh di pelosok yang belum dijangkau kebutuhan dasar seperti listrik, air dan telekomunikasi, biasanya tidak akan kerasan lama-lama di tempat itu. Dia pun akan segera menempuh berbagai cara agar bisa dipindahkan ke kota atau di tempat yang menurut dia lebih memadai.
Sayangnya, apabila permintaan ini tidak dipenuhi, maka PNS yang bersangkutan terkadang bermalas-malasan untuk bekerja. Ada yang masuk kantor sekali seminggu, bahkan ada yang cuma sekali sebulan, yaitu ketika penerimaan gaji.
Ironis memang, namun sering sekali warga yang ingin berurusan dengan pegawai sepeeti ini terkadang harus mendatangi rumah sang pegawai lantaran jarang bisa ditemui di kantornya. Ini lambat laun menjadi budaya, sehingga muncul pemahaman bahwa untuk mendapatkan tanda tangan pegawai atau bahkan pejabat tertentu, mendatangi rumahnya jauh lebih masuk akal dari pada berurusan di kantor.
Pertanyaan kemudian muncul adalah, apakah ada jaminan semua urusan akan berjalan lancar ketika para abdi masyarakat ini melaksanakan fungsinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mungkin tidak secara otomatis, namun paling tidak kehadiran mereka dapat menumbuhkan motivasi bahwa rakyat telah mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Sudah saatnya anggotra Korpri semua kembali mengingat, dan mematuhi perjanjian yang telah dibuat. PNS hendaknya belajar kembali menjadi insan-insan yang bertanggung jawab, disiplin, profesional dalam melayani masyarakat, serta mematuhi segala perundang-undangan yang berlaku. PNS sering menjadi panutan masyarakat, maka seorang PNS tidak sepantasnya cengeng dan merengek-rengek untuk mendapatkan hal-hal yang bukan haknya.
Hidup tidak selamanya seperti di menara gading, namun berputar bagaikan roda. Kadang di atas kadang pula di bawah. Oleh karena itu kalau sudah berjanji untuk bersedia ditempatkan di mana saja, maka siapkan mental, fisik dan spiritual dalam menghadapi kemungkinan adanya hal-hal kurang menyenangkan dalam hidup.
Jika tidak, ungkapan siap ditempatkan di mana saja akan tetap menjadi perjanjian yang klise, pemanis bibir, dan tidak lebih dari sekedar embel-embel tiada arti dalam penerimaan Pegawai Negeri Sipil.
Tana Paser, 18 November 2024
Abdul Kadir Sambolangi, S.S., M.A.
Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan
Sekretariat Daerah Kabupaten Paser