Ungkapan inspiratif dari seorang Proklamator  bangsa Indonesia (Ir. Soekarno),  mengugkapkan bahwa : ”Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya” dan “Jangan sekali-kali melupakan sejarah (jasmerah)”. dua kalimat ini memberikan  inspirasi terhadap kita bahwa sejarah menjadi catatan penting untuk mengingatkan dan mengajarkan kita agar senantiasa mengenang dan menghargai jasa-jasa para pahlawan bangsa kita yang telah rela berjuang mempertaruhkan segala yang dimilikinya demi sebuah kehidupan yang layak bagi bangsanya. Indonesia yang memiliki sejarah panjang dan menorehkan perjuangan besar dalam memperjuangkan kemedekaannya dari belenggu dan cengkeraman penjajah. Namun yang menjadi pertanyaan, “dapatkah kita mengahargai para pahlawan kita tanpa tahu siapa mereka, di mana mereka berjuang, apa dan bagaimana perjuangan mereka? Kemerdekaan Indonesia perlu diketahui bahwa “Kemerdekaan yang kita diraih dibawah godam palu peperangan, bukanlah hadiah.”

Perjuangan meraih kemerdekaan yang bukanlah hadiah dari siapapun, melainkan melewati pengorbanan panjang penuh tekanan, di bawah cengkeraman penjajahan yang terbelenggu, tertindas terbelakang juga ada upaya pembodohan, intimidasi dan adu domba dengan tujuan ingin menguasai negeri kita karena potensi sumber daya alamnya yang melimpah ruah,  dengan durasi hitungan abad lamanya. Sejak dulu Nusantar yang kini Indonesia dikenal sebagai Zamrud Khalitulistiwa, tanahnya subur, tongkat, batu dan kayupun bisa jadi tanaman.

Sejak rakyat Indonesia menyadari tujuan busuk para penjajah, mereka melakukan perlawanan namun selau dipatahkan karena kekuatan yang tidak seimbang, juga karena masih tercerai berai akibat adu domba. Hal inipun berdampak pada banyaknya pejuang yang gugur. Perjuangan yang mereka lakukan tanpa pamrih, semata karena hanya ingin terbebas dari belenggu penjajahan yang telah lama mencengkeram di negeri kita. Para pejuang tidak berharap harta dan jabatan, justru merekalah yang mengorbankan hartanya, pikirannya, tenaganya, waktunya, rela dibuang, rela dipenjara, juga tidak sedikit dari mereka yang mengorbankan nyawanya. Hanya dua pilihan bagi mereka sebelum Indonesia dinyatakan merdeka, yakni : “Merdeka atau Mati” perjuangan Panjang penuh pengorbanan tersebut, telah mereka  buktikan saat pembacaan Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945.

  Perjuangan bukan hanya ketika sebelum  Indonesia diproklamirkan kemerdekaannya, melainkan ketika setelah kemerdekaan dipoklamirkan. Justru tantangan berat datang saat Indonesia akan mengisi kemerdekaannya sampai sekarangpun perjuangan harus terus digaungkan untuk mengisinya. Baru terbilang sekitar dua bulan dinyatakan merdeka, Negara Indonesia kembali berhadapan dengan kekuatan yang luar biasa, sekutu kembali ingin berkuasa. Hal itu ditandai  perlakuan yang dianggap sebagai penghinaan oleh tentara sekutu yang didomonasi tentara britania dan belanda kala itu, dengan berani mengibarkan Bendera tiga warna milik Belanda di ujung tiang di puncak Hotel Yamato di Surabaya. Hal ini  membuat para pemuda di Surabaya bereaksi, marah, lalu naik ke puncak Hotel Yamato dan memanjat tiang bendera tersebut meneurunkan benderanya, merobek warna biru lalu mengibarkan kembali  bendera Merah Putih di ujung tiang tersebut hingga menimbulkan ketegangan dari ke dua belah pihak, perkelahianpun tak terelakkan yang menyebabkan Malabby salah satu petinggi pihak sekutu harus meregang nyawa sehingga suasana makin panas.

Akibat terbunuhnya salah satu petinggi pihak sekutu, menyebabkan suasana semakin genting, pertempuran hebat tidak terelakkan, korban dari ke dua belah pihak tidak dapat dihindari. Peperangan hebat selama kurang lebih 3-4 minggu kembali pecah,  korban dari ke dua belah pihak berjatuhan, bahkan jumlahnya sampai ribuan. Namun para pemuda, santri dan para ulama, kiyai, rakyat dan seluruh pemuda di Surabaya Bersatu padu terjun langsung ke medan perang membela negara, mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan. Meskipun di pihak rakyat di Surabaya hanya memiliki  peralatan tempur seadanya, sementara pihak sekutu memiliki alat tempur yang memaadai dan canggih di masanya, tidak membuat nyali  para pemuda menjadi surut. Dentuman sentaja, granat dan kobaran api tak membuatnya mundur selangkahpun bahkan makin menyulut semangat mereka untuk berjuang.

Dalam gemuruh dan pekikan Takbir yang bertalu-talu, dibawah pimpinan seorang pemuda yang tidak begitu terkenal, Bung Tomo berteriak lantang “Allahu Akbar..Allahu Akbar…Allahu Akbar….tiada henti. Makin menyulut dan membakar, mengobarkan api semangat para pemuda yang ada di Surabaya kala itu untuk melakukan perlawanan yang makin gencar, hingga pada tanggal 10 November 1945 kemenangan dinyatakan diraih. sekutu meyerah tanpa syarat dan meninggalkan kota Surabaya. Sehingga Surabaya dinyatakan sebagai kota Pahlawan dan tanggal 10 November dijadikan dan dirayakan sebagai Hari Pahlawan yang tertuang dalam Keputusan Presiden  Nomor 316 tahun 1959 tentang Hari Pahlawan Nasional yang bukan hari libur yang ditanda tangani oleh Presiden Soekarno.

Para pahlawan yang gugur berjuang untuk kemerdekaan maupun yang gugur mempertahankannya, ada pula dari mereka yang tidak gugur adalah Pahlawan Sejati karena mereka tak berharap adanya surat tugas, apalagi dana perjalanan dan biaya lainnya untuk terjun di medan pertempuran, melainkan karena panggilan jiwa untuk berkorban harta, tenaga bahkan nyawa demi anak cucunya agar tidak lagi mengalami getirnya cengkeraman dan belenggu penjajahan yang kejam, yang senantiasa menyengsarakan.

Para penjajah sengaja menciptakan pembodohan dan mengadu domba karena tidak menginginkan kemajuan dan perkembangan bagi bangsa yang dijajah agar mereka bebas menggali potensi sumber daya alam jajahannya, termasuk Indonesia yang kekayaan alamnya sangat melimpah. Para pejuang,  berjuang tanpa tendensi ambisi kekuasaan, jabatan, harta, penghargaan dan segala pernak pernik dunia yang fana, melainkan menjadikan semua perjuangannya sebagai bagian dari ibadah baginya. Seperti merekalah yang saya anggap sebagai  Pahlawan sejati, yang bagi saya pantas kujadikan sebagai  Teladanku, Inspirasiku dan Guru terbaikku dalam melakoni setiap langkah dalam kehidupanku menjadi manusia bermanfaat, yang catatan amalnya senantiasa mengalir terus meski sudah berkalang tanah hingga bumi berhenti berputar.

(Visited 8 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.