“Bolehkah ana tahu nama lengkapnya, ukhti?” Ujar seorang lelaki pada seorang akhwat yang menjadi pasangan ta’aruf-nya. Pertemuan itu difasilitasi oleh murabbi sang lelaki yang sudah merasa waktunya untuk mencari pasangan hidup, dan menikah.
Ini kali pertama mereka berjumpa sejak bertukar biodata sebulan yang lalu. Sebelumnya, komunikasi mereka lakukan melalui media sosial. Maklum, mereka hidup di kota yang berbeda.
“Untuk sementara, cukup sapa ana dengan nama Dian, akhi. Seperti yang tertera di biodata. Biarlah nama lengkapku kusimpan untuk ia yang akan menyuntingku kelak.” Perempuan muda itu tersipu dari balik cadarnya, anggun nampaknya.
Setelah itu, mereka berdua hanya tertunduk dalam, lelaki itu begitu malu memulai percakapan, dia meremas-remas tangannya yang terasa dingin. Sang murabbi bersama sang istri yang hadir membersamai ta’aruf itu saling lirik dengan senyum usil.
“Hai, ada ada denganmu, akhi. Biasanya antum begitu ceria. Iya kan, ummi?” Ustaz Malik menyikut istrinya, lembut.
“Iya ya. Atau jangan-jangan akhi Taufik kurang rida dengan ukhti Dian?” Ujar Karmila, istri ustaz Malik. Dian terkesiap, kian tertunduk.
“Tidak-tidak!” Seru Taufik dengan muka pias.
“Kamu betul tidak suka?” Tanya ustaz Malik. Suasana kian canggung.
“Tidak-tidak… Eh, maksud ana.. Ana siap meng-khitbah ukhti Dian kalau dia setuju.” Taufik bicara secepat kereta api.
“Nah, begitu dong. Ukhti Dian ini hight quality akhwat, langka dia.” Tanggap Karmila, semringah.
“Alhamdulillah, barakallah.” Ustaz Malik mengucap syukur dan diikuti dengan koor amin dari mereka berempat.
“Sekarang, sudah bolehkah ana mengetahui nama lengkap ukhti Dian, kan ana sudah siap meng-khitbah ke orang tua ukhti?” Tanya Taufik hati-hati.
“Boleh, tetapi setelah ana, akhi Taufik juga harus memberitahu nama lengkapnya ya.” Tawar Dian.
“Boleh.” Jawab Taufik singkat.
“Berhubung bapak ana guru Bahasa Indonesia, ana diberi nama Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Disapa Dian.” Dian langsung tertunduk malu.
“Wah pas, Kalau ana, karena bapak suka ceramah, jadinya nama ana Wabillahi taufik wal hidayah, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Panggil Taufik saja.”
“Kalian memang pasangan serasi. Hahahaha…..” Ustaz Malik tak bisa menahan tawa, disusul istrinya. Senyum yang mekar di bibir Taufik dan Dian, akhirnya pecah menjadi tawa bahagia.