Oleh: Ruslan Ismail Mage*

Dalam perjalanan menuju pemulihan kesehatan yang terkikis usia, sebuah pesan WhatsApp tiba dari negeri seberang. Pesan itu bukan sekadar deretan kata, melainkan nutrisi jiwa yang mengalir lembut seperti embun pagi, menyelinap ke dalam hati dan bermuara pada rasa syukur yang tak berbatas.

Subhanallah, alhamdulillah. Dua kata itu meluncur dari bibir saya, mewakili luapan rasa haru mendalam. Pesan itu menghadirkan gambar dan suara yang sederhana, namun begitu bermakna bagi saya. Suara itu, bagi kebanyakan orang mungkin biasa saja, tetapi bagi saya, ia menjadi pintu waktu yang mengembalikan ingatan ke masa awal pandemi COVID-19.

Di tengah suasana yang mencekam dan melumpuhkan dunia, Tuhan mempertemukan saya dengan seorang pemuda visioner bernama Kang Iyan. Pemuda cerdas ini memiliki kemampuan luar biasa untuk memvisualisasikan gagasan dan pemikiran melalui desain. Awal pandemi serasa hidup dalam gua gelap; kreativitas seperti terbelenggu. Namun, dari diskusi bersama Kang Iyan, lahirlah sebuah ide sederhana namun revolusioner: mendirikan rumah jiwa di dunia maya.

Dalam waktu kurang dari 24 jam, Kang Iyan menerjemahkan ide itu menjadi sebuah komunitas bernama Bengkel Narasi Indonesia (BNI). Sebuah wadah literasi yang bertujuan menghimpun manusia pembelajar dari berbagai penjuru Nusantara. Dengan modal idealisme, BNI kini memasuki usia empat tahun dan telah membuka cabang di Timor Leste serta Hong Kong.

Di Timor Leste, BNI telah melahirkan penulis-penulis buku berbakat yang didukung oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia. Sementara itu, di Hong Kong, BNI bergerak memberdayakan potensi literasi Buruh Migran Indonesia (BMI). Semangat literasi ini mendapat apresiasi luar biasa, termasuk dari Konsul Jenderal RI di Hong Kong, Bapak Yul Edison.

Dalam acara Dialog dengan Masyarakat Indonesia di Hong Kong yang digelar pada 8 Desember 2024 di Ruang Ramayana, KJRI Hong Kong, beliau secara khusus menyebut nama dua perempuan tangguh dari BNI: Ghinda Aprilia, penulis buku Hong Kong, I Am in Hope, dan Sarmini, penulis buku Kata Cinta Doa. Bahkan, Sarmini sedang menunggu terbitnya ISBN untuk buku keduanya yang berbahasa Inggris berjudul Hong Kong, I’m Off Work Today. Tepuk tangan meriah bergemuruh menyambut dua nama yang telah menggerakkan literasi di kalangan BMI Hong Kong.

Saat mendengar nama Ghinda dan Sarmini disebut, saya tak kuasa menahan air mata. Ingatan saya melayang pada awal perjuangan BNI yang lahir dari mimpi besar tanpa modal materi, hanya dengan semangat menulis dan berbagi. Filosofi kami sederhana namun mendalam: Menulis sambil memeluk kemanusiaan, menulis sambil mengurus kehidupan, menulis sambil menginspirasi, dan menulis sambil berbagi.

BNI ada hingga kini berkat kerja keras para admin yang mengabdikan diri dengan hati, dan semua BNers sejati yang menjadikan menulis sebagai ibadah. Khusus untuk Ghinda dan Sarmini, terima kasih telah membuat literasi BNI terbang tinggi melampaui batas negara. Karya kalian menjadi bukti bahwa semangat menulis mampu menembus segala keterbatasan.

Terima kasih juga kepada Bapak Yul Edison yang telah mengapresiasi karya mereka. Dan terutama, terima kasih kepada Tuhan, yang selalu meridai gerakan literasi ini.

Ghinda dan Sarmini, kalian telah membuat mata saya basah. Teruslah berkarya.

*Akademisi, inspirator, dan penggerak literasi. Founder Bengkel Narasi Indonesia.

(Visited 123 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.